Maudy Ayunda Ingatkan Suhu Bumi naik 1,5 Derajat Celcius, ini Bahayanya

Reporter

Tempo.co

Senin, 16 Mei 2022 11:11 WIB

Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Maudy Ayunda saat konferensi pers di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis, 7 April 2022. Dalam konferensi pers tersebut Kominfo memperkenalkan Maudy Ayunda sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia, Maudy Ayunda, mengungkapkan suhu bumi diprediksi mengalami kenaikan hingga 1.5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan. Salah satu dampak kenaikan suhu bumi ini adalah munculnya banyak penyakit baru.

“Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyebutkan perubahan iklim ancaman terbesar kesehatan global di abad 21," kata Maudy dalam Konferensi Pers Presidensi G20 Indonesia pada Kamis, 12 Mei 2022.

Lebih lanjut, Maudy mengungkapkan pentingnya mengatasi ancaman serius ini secara bersama-sama. Oleh karena itu, salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia adalah transisi energi sebab sektor tersebut merupakan kontributor perubahan iklim paling dominan.

Sebetulnya apa yang menyebabkan kenaikan suhu bumi dan apa bahaya yang dapat ditimbulkan?

Penyebab Kenaikan Suhu Bumi

Kenaikan suhu bumi terjadi karena meningkatnya emisi gas rumah kaca. Dilansir dari laman United Nation, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tersebut disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia, seperti :

  1. Penggunaan energi
Advertising
Advertising

Sektor energi merupakan penyumbang terbesar emisi global. Saat ini, sebagian besar listrik masih dihasilkan dari batu bara, minyak, atau gas yang menghasilkan karbon dioksida dan nitrous oxide, yakni gas rumah kaca kuat yang menyelimuti bumi dan menjebak panas matahari.

  1. Kegiatan industri

Industri manufaktur juga menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Mesin yang digunakan dalam proses manufaktur sering menggunakan batu bara, minyak, atau gas, dan beberapa bahan seperti plastik terbuat dari bahan kimia yang bersumber dari bahan bakar fosil

  1. Penebangan pohon

Penebangan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan atau alasan lain dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca karena pohon yang ditebang akan melepaskan karbon yang telah mereka simpan.

Setiap tahun, sekitar 12 juta pohon ditebang. Karena hutan menyerap karbon dioksida, menghancurkannya juga membatasi kemampuan alam untuk menjaga emisi dari atmosfer. Deforestasi, bersama dengan perubahan penggunaan lahan, bertanggung jawab atas seperempat emisi gas rumah kaca global.

  1. Penggunaan alat transportasi

Sebagian besar alat transportasi, termasuk kendaraan darat, kapal, dan pesawat masih menggunakan bahan bakar fosil. Akibatnya, transportasi menyumbang hampir semperempat dari emisi karbondioksida terkait energi global.

  1. Produksi makanan

Produksi makanan dapat meningkatkan produksi gas rumah kaca dalam berbagai cara, termasuk melalui penggundulan hutan dan pembukaan lahan untuk pertanian dan penggembalaan, ternak sapi dan domba, produksi dan penggunaan pupuk untuk menanam tanaman, hingga penggunaan bahan bakar fosil untuk menjalankan peralatan pertanian atau kapal peangkap ikan. Semua ini membuat produksi pangam menjadi salah satu kontributor utama perubahan iklim.

  1. Penggunaan alat elektronik

Peningkatan pemanfaatan energi untuk pemanasan dan pendinginan, termasuk dengan meningkatnya penggunaan alat elektronik seperti AC, lampu, setrika, televisi, dan lain sebagainya telah berkontribusi pada peningkatan karbon dioksida dalam beberapa tahun terakhir.

  1. Konsumsi yang berlebihan

Gaya hidup kita, termasuk apa yang kita makan, bagaimana kita bergerak, hingga penggunaan daya di rumah dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Begitu juga dengan konsumsi barang-barang seperti pakaian, alat elektronik, dan plastik.

Orang terkaya menanggung tanggung jawab terbesar. Satu persen orang terkaya di dunia dari populasi global menyumbang lebih banyak emisi gas rumah kaca daripada 50 persen populasi termiskin.

Bahaya Kenaikan Suhu Bumi

Melansir Reuters, peningkatan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius dapat memperburuk perubahan cuaca ekstrem yang belakangan ini sudah sering terjadi.

“Untuk setiap kenaikan pemanasan global, perubahan ekstrem menjadi lebih besar," kata ilmuwan iklim Sonia Seneviratne di ETH Zurich.

Misalnya, gelombang panas akan menjadi lebih sering dan lebih parah. Peristiwa panas ekstrem yang terjadi sekali per dekade dalam iklim tanpa pengaruh manusia, akan terjadi 4,1 kali dalam satu dekade pada peningkatan suhu bumi sebesar 1,5 derajat Celcius.

Atmosfer yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak kelembapan, sehingga menghasilkan curah hujan yang lebih ekstrem yang meningkatkan risiko banjir. Ini juga meningkatkan penguapan yang dapat menyebabkan kekeringan.

Kenaikan suhu bumi akan meningkatkan kenaikan permukaan laut, mengikis garis pantai, dan menggenangi beberapa pulau kecil dan kota-kota pesisir. Pemanasan 1,5 derajat Celcius juga akan menghancurkan setidaknya 70 persen terumbu karang.

Ketika temperatur bumi lebih hangat, nyamuk pembawa penyakit seperti malaria dan demam berdarah menjangkau daerah yang lebih luas. Selain itu, dampak lain kenaikan suhu bumi adalah hilangnya habitat banyak satwa liar.

SITI NUR RAHMAWATI

Baca: Apa Efek Kenaikan Suhu Bumi Meski Cuma 1,5 Derajat Celcius

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

1 jam lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

2 hari lalu

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

Negara-negara Asia Tenggara tengah berjuang melawan gelombang panas yang mematikan tahun ini.

Baca Selengkapnya

Sebagai Orang Korea, Suami Maudy Ayunda Ingin Timnas U-23 Masuk Final dan Membanggakan

2 hari lalu

Sebagai Orang Korea, Suami Maudy Ayunda Ingin Timnas U-23 Masuk Final dan Membanggakan

Jesse Choi yang menikahi Maudy Ayunda pada 22 Mei 2022 itu menuliskan, kebanggaan itu juga dirasakan ketika Timnas U-23 dapat mengalahkan Korea.

Baca Selengkapnya

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

7 hari lalu

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

Studi baru menyebutkan ibu yang terkena DBD selama masa kehamilannya dapat mempengaruhi kesehatan bayi 3 tahun pertamanya.

Baca Selengkapnya

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

8 hari lalu

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang hampir sama dengan Typhus. Namun keduanya adalah jenis penyakit yang berbeda

Baca Selengkapnya

Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

8 hari lalu

Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

Bawang merah merupakan komoditi penting yang dibutuhkan masyarakat. Apa saja manfaatnya untuk kesehatan?

Baca Selengkapnya

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

9 hari lalu

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

22 April ditetapkan sebagai Hari Demam Berdarah Nasional oleh Kemenkes, meningkatkan kesadaran wargauntuk dapat mencegah penyakit DBD.

Baca Selengkapnya

Waspadai Cuaca Panas Ekstrem di Musim Pancaroba, Dampaknya Bisa Sampai Ginjal

10 hari lalu

Waspadai Cuaca Panas Ekstrem di Musim Pancaroba, Dampaknya Bisa Sampai Ginjal

Jika orang kehilangan kontrol temperatur internal karena cuaca panas ekstrem, mereka mungkin akan mengalami berbagai masalah kesehatan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Bicara Transisi Energi: Butuh Investasi Sangat Besar

10 hari lalu

Sri Mulyani Bicara Transisi Energi: Butuh Investasi Sangat Besar

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, investasi untuk mewujudkan transisi energi sangatlah besar.

Baca Selengkapnya

Waspada DBD, Demam Berdarah Baik Drastis di Sulsel 1.620 Warga Terjangkit dan 9 Orang Meninggal

11 hari lalu

Waspada DBD, Demam Berdarah Baik Drastis di Sulsel 1.620 Warga Terjangkit dan 9 Orang Meninggal

Waspada DBD di beberapa daerah. Di Sulawesi Selatan kasus demam berdarah naik drastis, 1.620 warga terjangkit dan 9 orang meninggal.

Baca Selengkapnya