Hepatitis Akut Misterius pada Anak: Adenovirus, Long Covid, atau Virus Baru?

Kamis, 19 Mei 2022 17:35 WIB

Ilustrasi Virus Hepatitis. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian anak dengan gejala hepatitis akut misterius memang ditemukan positif Covid-19. Tapi apakah kedua penyakit saling berhubungan atau kebetulan saja, masih menjadi salah satu yang diteliti dalam pencarian sebab kasus peradangan pada organ hati yang akut dan tidak biasa terjadi pada anak-anak tersebut.

Muzal Kadim, Ketua Unit Kerja Koordinasi Gastro-Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, menjelaskan itu saat ditanya perihal spekulasi hepatitis akut misterius pada anak adalah termasuk gejala Long Covid. Menurut Muzal, pada kasus anak, tidak ada yang mengalami gejala Covid-19 berjangka waktu lama atau gejala yang menetap pasca-infeksi.

“Sehingga kalaupun berkaitan, itu diduga infeksi Covid-nya menyebabkan penurunan sistem imun, sehingga memudahkan infeksi oleh virus lain seperti adenovirus,” ujarnya kepada Tempo.co pada Selasa malam, 17 Mei 2022.

Sebelumnya, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menduga hepatitis akut misterius adalah satu bentuk dari Long Covid. "Yang bahkan tidak mesti menunggu bertahun-tahun, satu atau dua tahun setelah pandemi ini kita sudah bisa melihat," ujar dia.

Dicky merujuk kepada hasil studi yang dilakukan di Israel, di mana 90 persen dari anak-anak yang terkena hepatitis akut, selama setahun terakhir terinfeksi Covid-19. Kasus juga menimpa anak usia di bawah 5 tahun mayoritas dengan usia tertinggi 2 atau 3 tahun--yang belum mendapatkan vaksinasi. Di sisi lain, kasus hepatitis akut yang sama sedikit atau jarang ditemukan pada orang dewasa yang membuat Dicky semakin yakin dengan hipotesanya bahwa proteksi dari vaksinasi mengurangi potensi long Covid-19.

Advertising
Advertising

Dugaannya menguat setelah argumentasi untuk dugaan hepatitis akut disebabkan oleh adenovirus melemah. Faktanya, Dicky menuturkan, pada sebagian besar kasus anak yang terinfeksi, jumlah adenovirus dalam darah mereka ditemukan rendah. Bahkan pada biopsi hepar pun sangat jarang ditemukan bukti langung infeksi adenovirus.

Tersangka Adenovirus dan Dugaan dari Inggris

Adenovirus adalah keluarga besar virus yang biasa menyebabkan penyakit seperti demam dan flu ringan, begitu juga dengan gastroenteritis dan conjunctivitis. Jenis virus ini sementara yang menjadi tersangka utama di dunia. Dasarnya, antara lain, Inggris melaporkan 72 persen anak yang terinfeksi hepatitis akut misterius itu positif terinfeksi adenovirus.

Inggris adalah negara pertama dan sejauh ini melaporkan terbanyak dari 450 kasus temuan hepatitis akut misterius pada anak di dunia. Menurut para penelitinya, sebagian anak bisa jadi lebih rentan adenovirus saat pandemi Covid-19 karena lockdown dan protokol kesehatan yang ketat telah membatasi paparan mereka terhadap keluarga virus tersebut.

Para peneliti di Inggris juga berspekulasi kalau, "sebuah gelombang besar infeksi adenovirus yang tak biasa mungkin telah memunculkan komplikasi yang sangat jarang atau tak disadari."

Kenapa teori adenovirus melemah?

Namun, beberapa ahli, termasuk virolog dari Universitas Queensland, Australia, Ian Mackay, menyatakan adenovirus bisa saja menyembunyikan penyebab yang sebenarnya. "Kebanyakan menunjuk kepada adenovirus hanya karena ada banyak sampel yang positif terinfeksi virus ini...tapi itu mungkin saja menyesatkan karena adenovirus adalah virus yang memang biasa banyak ditemukan," kata Mackay.

Mengutip dari keterangan WHO, adenovirus juga disebutnya tidak menjelaskan sepenuhnya gambaran parahnya gejala klinis yang muncul. Analisis lebih jauh atas kasus-kasus yang ada menunjukkan konsistensi temuan adenovirus subtype 41, yang identik dengan gejala seperti diare, muntah, dan sakit perut--bukan peradangan parah pada hati.

Profesor Winita Hardikar, Kepala Unit Transplantasi Hati dan Usus di Rumah Sakit Anak Royal di Melbourne, Australia, juga menyatakan sulit menarik kaitan antara adenovirus dan hepatitis akut yang bermunculan saat ini. Hanya jika dia bukan sebuah virus yang super, Hardikar mengatakan, "kecenderungannya adalah ada beberapa faktor bersama (co-factor) lain seperti sebuah respons imun yang langka atau beberapa susceptibilitas yang lain."

Teori lainnya yang mungkin terjadi, menurut Hardikar, adalah sebuah co-factor--seperti halnya infeksi SARS-CoV-2--mungkin telah mendorong beberapa anak untuk memiliki reaksi atau respons imun abnormal lebih parah terhadap infeksi adenovirus.

Berdasarkan keterangan otoritas kesehatan Inggris, sejumlah studi tentang sistem imun sedang berjalan untuk mencari tahu apakah perubahan-perubahan dalam daya penerimaan (susceptibility) atau efek dari infeksi sebelumnya ataupun yang terjadi bersamaan bisa menjadi faktor kontributor.

"Itu mungkin sebuah co-factor yang menghubungkan kepada anak-anak...sebuah predisposisi genetik, sehingga ketika mereka bertemu adenovirus 41, mereka menjadi cenderung mengembangkan penyakit parah," kata dokter penyakit infeksi dan peneliti hepatitis, Andrew Lloyd dari Kirby Institute.

Banyak otoritas kesehatan juga sedang menyelidiki peluang 'sindrom pasca-infeksi SARS-CoV-2' alias Long Covid. Lloyd juga mendukung dugaan ini. Dia tak yakin kasus-kasus hepatitis akut itu sepenuhnya hanya komplikasi dari Covid-19, tapi fenomena pasca-infeksi--termasuk respons-respons imun yang tak normal--harus dipelajari lebih luas.

Mungkinkah mutasi adenovirus yang benar-benar baru?

Kemungkinan lain adalah kemunculan kasus didorong oleh virus yang benar-benar baru, atau versi mutasi dari adenovirus yang belum pernah diketahui. Namun, soal ini, Mackay mengungkapkan, rendahnya konsentrasi virus dalam sampel yang dikumpulkan membuat para peneliti kesulitan dan belum bisa membuat sekuensing satu virus yang utuh.

"Sejauh ini, dan mungkin karena analisis-analisis belum rampung, tidak ada yang menunjuk ke keberadaan jenis adenovirus yang benar-benar baru," katanya. "Tapi jika kita tidak bisa sampai ke sekuensing, kita tidak akan pernah bisa yakin."

Satu-satunya yang sudah cukup jelas dan meyakinkan adalah ketiadaan bukti kaitan antara kasus hepatitis akut itu dan vaksin Covid-19. Para peneliti seragam mengatakan, "Kebanyakan kasusnya dialami anak di bawah usia 5 tahun, danm terlalu muda untuk bisa disuntikkan vaksin."


ABC, RELIEF.WEB, IDSOCIETY

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

2 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

7 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

8 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

9 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

12 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

16 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya