Tragedi Kanjuruhan, Dokter Forensik Ungkap Cara Mengetahui Penyebab Kematian

Rabu, 12 Oktober 2022 15:59 WIB

Suporter Arema FC (Aremania) meletakkan bunga di atas alas kaki para korban yang tertinggal di depan pintu tribun 11 Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022). Menurut sejumlah saksi mata korban terbanyak dalam tragedi Kanjuruhan berada di pintu tribun 11, 12, dan 13 yang saat kejadian pintu keluar tersebut terkunci sehingga penonton yang menghindari gas air mata tidak dapat keluar. ANTARA/Ari Bowo Sucipto

TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian menyatakan korban tewas Tragedi Kanjuruhan bertambah menjadi 132 jiwa setelah seorang pasien yang dirawat meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Saiful Anwar, Malang, Selasa, 11 Oktober 2022. Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan penyebab kematian ratusan korban di Stadion Kanjuruhan adalah penggunaan gas air mata oleh kepolisian.

Dokter forensik dari Universitas Padjadjaran, Yoni Fuadah Syukriani mengatakan, ada beberapa cara untuk mengetahui penyebab kematian massal seperti Tragedi Kanjuruhan, Malang.

Selain otopsi atau pembedahan jenazah, penyebab kematian bisa diketahui dari rekam medis korban selama perawatan beberapa hari sebelum meninggal. “Sebab kematian bisa disimpulkan dari hasil perawatan, juga kalau orang sempat dirawat di rumah sakit,” kata staf medis Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung itu, Kamis, 6 Oktober 2022.

Menurut Yoni, otopsi merupakan cara yang meyakinkan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Namun, jika jasad sudah dikubur dan banyak perubahan yang terjadi, kondisi itu akan menyulitkan pemeriksaan. “Golden period-nya 36 jam setelah wafat,” ujarnya.

Yoni mengatakan, ada dua pihak yang berhak meminta otopsi, yaitu kepolisian dan keluarga. Pihak kepolisian bisa meminta visum et repertum, sementara ajuan dari keluarga disebut otopsi klinik. Cara lain yang bisa ditempuh untuk mengusut penyebab kematian yaitu lewat otopsi verbal atau pengumpulan informasi dari orang-orang terdekat. “Merunut kejadian ke belakang sebelum meninggal,” ujarnya.

Advertising
Advertising

Selain dengan kedua cara itu, dugaan penyebab kematian hanya bisa secara teori. Misalnya korban yang terinjak-injak, terdorong dari belakang, terhalang lalu terjepit bagian dada sehingga tidak bisa bernafas. “Atau pada bagian jantung terinjak-injak itu biasanya orang nggak bisa napas. Teori dari kejadian seperti itu banyak,” kata Yoni.

Adapun pada korban yang sempat dirawat beberapa hari kemudian meninggal, penyebab kematiannya bisa disimpulkan. “Dokter kalau menganggap hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium cukup untuk mengarahkan pada sebab kematian, sebetulnya bisa,” ujar Yoni. Cara seperti otopsi bedah mayat, menurutnya, punya tingkat yang lebih tinggi daripada otopsi verbal.

Menurut Yoni, keterangan medis penyebab kematian itu milik ahli waris atau keluarga. Surat keterangan yang merupakan ringkasan kesimpulan dari isi rekam medis itu bisa menjadi barang bukti di pengadilan jika disetujui keluarga. “Misalnya ringkasan rekam medis dari hasil perawatan. Polisi tidak punya akses begitu saja terhadap rekam medis, harus ada izin dari keluarga,” ujarnya.

Pada Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004, kata Yoni, rekam medis itu bisa dibuka untuk kepentingan hukum. “Tetapi bagaimana caranya itu sebetulnya polisi nggak bisa meminta dokter membuka begitu saja tanpa seizin dari keluarga,” ujarnya.

Yoni mengatakan Tragedi Kanjuruhan bisa disebut kasus kematian massal. Untuk mengetahui penyebab kematian, tim pencari fakta harus mengambil beberapa sampel dari jumlah korban. “Kalau untuk penelitian, minimal samplingnya 30 persen. Saya nggak tahu kalau untuk urusan hukum.”

Baca:
33 Anak Meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan, Termuda Usia 4 Tahun

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

11 jam lalu

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Jokowi mengatakan kemampuan produksi dokter spesialis Indonesia hanya 2.700 per tahun.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

2 hari lalu

Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

Kehilangan orang yang disayangi memang berat. Tak jarang, kesedihan bisa berlangsung lama, bahkan sampai bertahun-tahun.

Baca Selengkapnya

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

3 hari lalu

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

Seorang dokter bedah Palestina terkemuka dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza meninggal di penjara Israel setelah lebih dari empat bulan ditahan.

Baca Selengkapnya

IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

6 hari lalu

IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

IPW menilai proses pemeriksaan terhadap tewasnya Brigadir Ridhal Ali Tomi tak cukup berhenti di kesimpulan bunuh diri.

Baca Selengkapnya

Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

6 hari lalu

Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan polisi terus menggali terkait kasus meninggalnya Brigadir Ridhal Ali Tomi diduga bunuh diri di dalam mobil.

Baca Selengkapnya

Perempuan Mahardhika Nilai Penahanan Anandira Puspita Bersama Bayi Berpotensi Mereviktimisasi Korban

19 hari lalu

Perempuan Mahardhika Nilai Penahanan Anandira Puspita Bersama Bayi Berpotensi Mereviktimisasi Korban

Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, Tyas Widuri, menilai penahanan Anandira Puspita dan bayinya berpotensi mereviktimisasi korban dugaan perselingkuhan suaminya.

Baca Selengkapnya

2.700 Perawat Dikerahkan di Tengah Mogok Massal Dokter Korea Selatan

24 hari lalu

2.700 Perawat Dikerahkan di Tengah Mogok Massal Dokter Korea Selatan

Korea Selatan masih didera pemogokan massal para dokter. Ribuan perawat disiagakan.

Baca Selengkapnya

Aksi Mogok Dokter, Skandal Tas Dior hingga Daun Bawang: Riuh Pemilu Legislatif Korea Selatan

25 hari lalu

Aksi Mogok Dokter, Skandal Tas Dior hingga Daun Bawang: Riuh Pemilu Legislatif Korea Selatan

Sekitar 44 juta warga Korea Selatan akan memberikan suaranya dalam pemilu yang akan menentukan sisa masa kepemimpinan Presiden Yoon Suk yeol.

Baca Selengkapnya

Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

29 hari lalu

Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

Beberapa negara Eropa sekutu Israel pertimbangkan hentikan penjualan senjata akibat pembunuhan tujuh relawan World Central Kitchen di Gaza

Baca Selengkapnya