Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Daftar Devitalisasi Planetarium Jakarta dan Apa Kata Dinas Kebudayaan DKI
Reporter
Maria Fransisca Lahur
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 7 November 2022 05:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peresmian hasil revitalisasi TIM (Taman Ismail Marzuki) pada akhir September lalu telah ikut membuka kembali Planetarium Jakarta. Telah sepanjang revitalisasi yang lalu aktivitas planetarium dan observatorium berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain.
Staf, petugas dan peneliti yang ada di dalamnya terpaksa menggelar aktivitas pengamatan dan edukasi secara nomaden. Pernah di balkon Teater Jakarta, atau di plaza-nya, atau di area lobi Teater Besar, atau atap gedung parkir di kompleks TIM. Pernah juga di kawasan Ancol.
Tapi, kala gedung lain di Kompleks TIM sudah beroperasi kembali, Planetarium Jakarta terus sepi--bahkan lebih daripada sebelumnya. Diskusi publik bertajuk 'Planetarium dan Observatorium Jakarta: Garda Depan Pemajuan Kebudayaan via Ilmu' membeberkan apa yang terjadi di internal Planetarium Jakarta.
"Yang berfungsi dari Planetarium dan Observatorium Jakarta ini tiba-tiba tinggal 10-20 persen," kata Seno Gumira Ajidarma, Ketua Akademi Jakarta, dalam diskusi itu, Sabtu siang, 5 November 2022.
Baca berita sebelumnya:
Revitalisasi TIM Devitalisasi Planetarium Jakarta, Ini 7 Seruan untuk DKI
Terungkap dalam diskusi itu permasalahan seperti Teater Bintang yang tak bisa lagi menggelar pertunjukan, ruang pamer yang kosong melompong, serta observatorium yang menjadi tak bisa diakses atau malah hilang. Masalah ruangan yang tidak mendukung juga hampir menjegal gelaran diskusi dan memaksa berpindah tempat dua kali.
Sesuai undangan yang telah disebarkan, diskusi sejatinya berlokasi di Teater Bintang namun terpaksa dipindah karena problem penyejuk udara. Panitia dari Akademi Jakarta awalnya memilih ruangan tempat acara bincang santai. Namun, ruangan tersebut dianggap masih dianggap kurang memungkinkan sehingga akhirnya pindah lagi ke Teater Wahyu Sihombing atau Teater Arena.
"Bagaimana bisa desain arsitek revitalisasi POJ (Planetarium dan Observatorium Jakarta) mengabaikan fungsional? Sangat ceroboh," kata seorang peserta yang mengikuti diskusi itu daring, menuliskannya dalam kolom percakapan di akun YouTube Planetarium dan Observatorium Jakarta, di antara jalannya diskusi.
<!--more-->
Seno menyebut apa yang didapati saat ini merupakan indikasi kalau revitalisasi TIM dilaksanakan tanpa memperhitungkan Planetarium Jakarta sebagai penyumbang pemajuan kebudayaan yang perlu didukung dengan serius. Sedangkan Satryo Soemantri Brodjonegoro, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan kalau Planetarium Jakarta memiliki fakta pahit: telah dimarjinalkan.
Selain di dalam gedung, tidak serius terhadap planetarium disebutkannya juga tampak dari pembangunan di sekeliling Planetarium dan Observatorium Jakarta. "Observatorium seharusnya tidak boleh dikelilingi gedung,” kata Satryo.
Adapun Karlina Supelli, filsuf juga astronom perempuan pertama di Indonesia yang menjadi moderator diskusi publik itu, menambahkan catatan tentang perayaan 100 tahun keajaiban proyektor Teater Bintang pertama menyala di dunia pada 2023 nanti.
Pertama menyala di sebuah bangunan kubah yang ada di Jerman, keajaiban itu, menurut Karlina, masih memukau sampai sekarang--seperti yang sebelum ini bisa disaksikan pula di kubah Teater Bintang Planetarium Jakarta. "Tapi, sayangnya, proyektor itu malah tidak menyala saat ini," kata Karlina yang juga anggota Akademi Jakarta.
Diskusi menghadirkan pula Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana. Sayangnya, Iwan menyatakan hanya bisa menjadi pendengar untuk keluh kesah devitalisasi Planetarium dan Observatorium Jakarta akibat revitalisasi TIM, dan meneruskannya ke PT Jakarta Propertindo alias Jakpro.
Iwan menerangkan perihal Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta-Propertindo (Perseroan Daerah) Untuk Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. "Jadi bukan kewenangan kami karena Dinas Kebudayaan baru dibentuk setahun setelah pergub itu, 2020," katanya.
<!--more-->
Berikut daftar devitalisasi dan kondisi Planetarium dan Observatorium Jakarta saat ini,
1. Pertunjukan Teater Bintang
- Proyector tidak jadi dibeli baru, padahal sudah rusak dan lewat 11 tahun masa pakai.
- Proyector tidak jadi diperbaiki sehingga tidak bisa digunakan untuk pertunjukan.
- Kursi diganti tapi bukan kursi Planetarium karena bukan reclining seat.
- Mesin AC tidak berfungsi optimal.
2. Observatorium
- Observatorium Coude tidak tersentuh sama sekali. Teleskopnya sangat tua, relnya macet, bangunan gedungnya rusak dan kubahnya bocor dan rapuh.
- Observatorium Matahari Heliostat sudah rusak total.
- Observatorium Takahashi awalnya masih fungsi dan menjadi Observatorium paling aktif tapi malah dihancurkan dan diganti menjadi kolam. Tidak diberikan pergantian fasilitas.
- Observatorium ASKO diisolir, tangga akses dicopot, pintu kubah di tutup beton. Teleskop sudah tua, butuh peremajaan. Kubah sudah rapuh dan bocor.
3. Ruang Pameran
- Tidak dianggarkan pengisian barang-barang pameran. Ruang pameran kosong melompong. Malah barang-barang bekas dan lama diminta untuk diisi kembali.
4. Ruang Lobby tertutup berkurang sebanyak 50 persen.
5. Ruang Kelas Astronomi diciutkan dan menjadi 70 persen lebih kecil dibanding yang lama.
6. Ruang Multi Media Audio Visual yang dulu lengkap dengan 100 kursi, audio dan video system, diberikan tapi kosongan tanpa fasilitas sama sekali.
7.Tidak ada Dak Observasi. Hanya ada ruang terbuka yang dilapisi kerikil. Tidak bisa untuk observasi.
8. Tidak ada ruang simpan alat optik. Dulu ada.
9. Tidak ada ruang Kesehatan. Dulu ada.
10. Tidak ada ruang Laktasi. Dulu ada.
11. Tidak ada ruang khusus Penceramah. Dulu ada.
12. Tidak ada ruang tamu khusus VIP, dulu ada.
13. Ruang kantor berkurang 50 persen.