Akurat Hingga 93 Persen, Begini Mekanisme Poligraf Mengendus Kebohongan Seseorang
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 15 Desember 2022 22:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Hasil tes poligraf menyimpulkan Kuat Ma’ruf berbohong terkait pernyataan tidak melihat Ferdy Sambo menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Namun kesimpulan tersebut diprotes dan diragukan oleh tim kuasa hukum terdakwa kasus obstruction of justice itu.
Hal ini disampaikan salah satu anggota tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf setelah saksi ahli Aji Febriyanto Arrosyid, anggota polisi yang menjabat Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf, menyampaikan hasil tes terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.
Mempertanyakan Akurasi Poligraf
“Tadi mengenai kualitas keakuratan poligraf yang 93 persen. Berarti ada kemungkinan tidak akurat 7 persen. Nah apakah yang menyebabkan ketidakakuratan 7 persen itu?” tanya kuasa hukum.
Sebelumnya, Aji menjelaskan tahapan pemeriksaan poligraf dan besaran tingkat akurasi tes tersebut. Ia menjelaskan uji poligraf terhadap terdakwa menggunakan teknik Asosiasi Poligraf Amerika Serikat. Menurut Aji, teknik ini memiliki keakuratan di atas 93 persen. Majelis hakim meminta saksi ahli menjelaskan terkait tingkat akurasi hanya 93 persen dan bagaimana 7 persen sisanya.
“7 persen sisanya lebih ke keahlian dari seorang pemeriksa Yang Mulia. Semakin pandai seorang pemeriksa maka nilai keakuratan pemeriksaan ini akan semakin tinggi. Untuk nilai ambang bawahnya adalah 93 persen,” papar Aji.
Baca : Bantah Paksa Putri Candrawathi Ceritakan Kejadian Magelang, Saksi Ahli: Dia Bersedia Ikut Tes Poligraf
Hal ini disampaikan salah satu anggota tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf setelah saksi ahli Aji Febriyanto Arrosyid, anggota polisi yang menjabat Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf, menyampaikan hasil tes terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.
Sejarah Tes Poligraf
Pada 1920, tes polygraph atau tes untuk mendeteksi kebohongan telah mulai dikembangkan. Psikologi sebagai salah cabang ilmu pengetahuan ilmu kejiwaan, telah mempelajari secara khusus permasalahan ini dalam suatu kajian Psycophisiology. Bidang ini secara khusus membahas hubungan kondisi kejiwaan seseorang dengan kondisi filologis tubuh. Pada prinsipnya orang yang berbohong akan merasa tertekan, stres, dan terancam. Perasaan tersebut kemudian ditunjukkan dalam bentuk respons fisiologis.
Pada jaman dahulu, orang Cina juga sudah menerapkan pengetahuan ini untuk mendeteksi kebohongan. Untuk membuktikan kebohongan, seseorang diuji dengan mengunyah tepung beras dan memuntahkan kembali. Apabila tepung beras yang dimuntahkan kering maka orang tersebut dianggap bersalah. Penurunan produksi air liur diinterprestasikan sebagai bentuk ketakutan karena berbohong. Naik turunnya produksi air liur adalah gejala fisiologis pada tubuh manusia.
Di era modern kini tes kebohongan dilakukan dengan lie detector yang dapat mengamati perubahan respons fisilogis tubuh untuk mendeteksi seseorang berbohong. S Martin dalam The Black Book of Lie Detection : Effective Technique from Profesional Lie Detector, mengungkapkan tingkat keakuratan lie detector berkisar antara 60%- 90%.
Pada dasarnya dalam tubuh manusia terdapat beberapa sinyal...
<!--more-->
Pada dasarnya dalam tubuh manusia terdapat beberapa sinyal biologis yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebohongan, di antaranya sinyal respons sifat hantaran listrik pada kulit, sinyal tekanan darah, sinyal detak jantung, dan sinyal otot penghasil suara, serta temperatur tubuh.
1. Lie Detector berdasarkan sinyal listrik kulit.
Pendeteksi kebohongan berdasarkan daya hantar listrik pada kulit, sering disebut dengan Lie detector EDR (Electroderma Respon). Pendeteksi kebohongan ini memanfaatkan sifat kelistrikan pada kulit manusia. Resistansi pada kulit manusia akan berubah ubah tergantung banyak atau sedikit keringat pada kulit manusia.
Orang berbohong akan lebih berkeringat dibanding dengan kondisi tidak berbohong. Keringat merupakan larutan garam yang secara kelistrikkan memiliki properti tahanan listrik. Biasanya konektor pendeteksi kebohongan dipasang pada bagian kulit tertentu yang dianggap memiliki kelenjar keringat paling sensitif. Untuk menentukan apakah orang yang diinvestigasi berbohong atau tidak, dilakukan dengan mengamati perubahan respon skin conduktivitas level, yang distimulus dengan pertanyaan tertentu.
2. Pendeteksi kebohongan berdasarkan isi tulisan.
Di samping mengamati respons fisiologi, untuk mendeteksi kebohongan juga dapat dilihat dengan menganalisis isi tulisan seseorang. Pada metode ini subjek yang akan diinvestigasi diminta untuk membuat tulisan yang memaparkan ceritanya. Salah satu metode untuk menganalisis cerita dalam sebuah tulisan, dengan mengamati penggunaan kata dan gaya bahasa dalam tulisan tadi.
Salah satu aplikasi untuk menganalisis isi tulisan adalah Linguistic Inquery and Word Count atau LIWC. Ini adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk menganalisis teks, berkaitan dengan penggunaan kata-kata yang dikaitkan dengan kategori tertentu. LIWC akan menghitung persentase penggunaan kata tertentu, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebenaran sebuah cerita.
3. Pendeteksi kebohongan berdasarkan analisa suara.
Analisa suara dapat dijadikan alternatif pendeteksi kebohongan. Prinsipnya sama seperti tes poligraf yang lain. Suara mengindikasikan kondisi mental seseorang. Salah satu instrumen yang berbasiskan analisa suara adalah Voice stress Analyser atau VSA. Alat ini diklaim andal untuk mendeteksi stres dan sekaligus dipromosikan untuk mendeteksi kebohongan.
Analisa suara untuk mengenali kondisi mental seseorang, dikaitkan perubahan microtremor pada otot yang berkaitan dengan produksi suara. Microtremor adalah amplitudo rendah pada proses osilasi pada otot otot tertentu. Pada kondisi normal, frekuensi microtremor berkisar 8 Hz 14 Hz.
Pada saat tubuh mengalami peningkatan stres, getaran microtremor akan menunjukkan perubahan secara karakteristik. frekuensi akan naik sedang amplitudo akan turun. Karakter microtremor ini dijadikan dasar untuk mengenali stres pada manusia sebagai indikasi kebohongan.
Demikian model dan mekanisme poligraf mendeteksi kebohongan seseorang. Yang mengoperasikannya bukan orang sembarangan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Kuat Maruf Mengaku Tak Lihat Ferdy Sambo Tembak Yosua, Hasil Tes Poligraf: Bohong
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.