Mengenal Topan Gabrielle yang Terjang Selandia Baru, Apa Karakteristik Topan Ini?
Reporter
Danar Trivasya Fikri
Editor
S. Dian Andryanto
Senin, 20 Februari 2023 07:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Cuaca di sekitar New Zealand atau Selandia Baru tidak sedang baik-baik saja. Hal itu tak lepas dari kedatangan topan Gabrielle yang melanda Selandia Baru. Apa sajakah karakteristik topan ini?
Apa Itu Topan Gabrielle?
Mengutip dari New Zealand Herald, topan Gabrielle melanda Selandia Baru pada Ahad lalu dengan membawa angin perusak, angin kencang, hingga gelombang besar.
Ramalan dari Weatherwatch.co.nz menjuluki topan ini sebagai salah satu badai terburuk abad ini. Bahkan dalam beberapa hari terakhir, itu telah meningkat menjadi topan "kategori tiga yang parah".
Siklon tropis diklasifikasikan ke dalam lima kategori, mulai dari kategori 1 – dengan kecepatan angin rata-rata (MWS) 10 menit 63-87km/jam – hingga kategori 5, yang dapat menghasilkan MWS 10 menit lebih dari 200km/jam.
Kategori 3 adalah siklon tropis yang parah, dengan kecepatan angin rata-rata (MWS) 10 menit 119-157km/jam dan angin yang sangat merusak membawa kecepatan hembusan maksimum tiga detik 165-224km/jam.
Angin dengan kecepatan tinggi dapat merusak bangunan dan mengubah puing-puing di udara menjadi rudal yang berpotensi mematikan. Tingkat curah hujan yang sangat deras dan gelombang badai yang meningkat dapat bergabung untuk menyebabkan bencana banjir.
Saat Topan Gabrielle mencapai Selandia Baru, Topan tersebut akan diklasifikasi ulang sebagai siklon ekstropis.
MetService menyatakan siklon eks-tropis memiliki potensi cuaca buruk yang cukup besar, dan di bawah kondisi meteorologi yang tepat, siklon tersebut dapat mengintensifkan dan memperoleh tekanan yang lebih rendah daripada sebelum diklasifikasikan ulang.
Banyak badai paling parah dan berdampak di Selandia Baru adalah siklon eks-tropis.
Pada daerah tropis, angin terkuat dan hujan terhebat yang terkait dengan siklon tropis biasanya terjadi tepat di luar “mata” alias pusat siklon.
Namun, setelah siklon mengalami transisi ekstratropis, siklon kehilangan pola awan simetrisnya dan angin terkuat serta hujan terberat dapat terjadi ratusan kilometer dari pusat siklon, biasanya di area yang luas di selatan pusat. Artinya, posisi pusat siklon tidak lagi menjadi indikator yang baik di mana cuaca paling parah akan terjadi. Misalnya, selama Siklon Bola pada 1988, hujan terberat dan angin kencang di Selandia Baru terjadi jauh dari pusat siklon.
Kerusakan Akibat Topan Gabrielle
Melansir dari laman Royal Meteorological Society, Selandia Baru mendeklarasikan keadaan darurat nasional ketiga kalinya pada Februari 2023, setelah berlalunya Topan Gabrielle, dengan pemerintah menghubungkan skala bencana dengan perubahan iklim.
Bagi mereka yang tinggal di Auckland, kota terbesar di negara itu, cuaca ekstrem sangat tidak disukai karena mereka masih belum pulih dari hari terbasah yang tercatat hanya dua minggu sebelumnya. Sedikitnya empat orang tewas setelah hujan lebat di bulan Januari, yang menyebabkan kerusakan parah dan banjir di Auckland dan Pulau Utara.
Pada 27 Januuari 2023, Auckland mengalami hari terbasah dengan 280mm di Albert Park. Dengan 211mm di antaranya terjadi dalam waktu kurang dari 6 jam. Kemudian dalam waktu kurang dari satu jam, hujan selama sebulan turun di bandara Auckland, atau yang setara dengan curah hujan di bulan Januari. Maka tidak mengherankan, jika Januari 2023 menjadi bulan terbasah sejak pencatatan dimulai, dengan curah hujan 539mm di Albert Park
Institut Penelitian Air dan Atmosfer Nasional , badan ilmu iklim negara itu, mengatakan 27 Januari adalah hari terbasah dalam catatan untuk sejumlah lokasi, menggambarkannya sebagai peristiwa 1 dalam 200 tahun.
Namun jangan terkecoh dengan reklasifikasi tropis menjadi ekstropis, karena sistem badai ini masih dapat menyebabkan cuaca buruk. Seperti halnya dengan Gabrielle. Siklon tropis ini mencapai kategori parah 3 di Pasifik Selatan, sebelum beralih ke subtropis rendah yang dalam dan menuju ke Selandia Baru.
Berbagai peringatan hujan dan angin kencang dikeluarkan di seluruh Pulau Utara saat topan Gabrielle mendekat. Keadaan darurat yang sudah diberlakukan di Auckland dan Koromandel akibat banjir bulan Januari diperpanjang.
Sebuah video dari akun twitter @MetService menampilkan ukuran mengerikan topan Gabrielle. Sejak tengah hari, tangkapan dari kamera satelit mencatat hembusan 150 - 160 km/jam, dan beberapa stasiun di Gisborne telah mencatat tingkat hujan 15 - 30mm dalam satu jam.
Yang tidak kalah mencekamnya, topan Gabrielle memengaruhi North Island dan bagian atas South Island dari 12 hingga 16 Februari, dengan keadaan darurat nasional yang diumumkan pada 14 Februari. Sekitar setengah dari populasi negara itu terkena dampaknya, dengan sekitar 10.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dan setidaknya enam orang kehilangan nyawa.
Angin kencang menyebabkan pemadaman listrik yang meluas dan kerusakan properti, sementara hujan deras menyebabkan banjir dan tanah longsor yang parah. Militer membantu evakuasi dan mengirimkan perbekalan ke bagian yang paling parah terkena dampak di North Island.
Pilihan Editor: Terjangan Badai Gabrielle, 11 Warga Selandia baru Tewas dan 6.000 Lainnya Hilang
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.