Serum Anti-Difteri Cukup Langka, Dokter Bantah Hanya RSHS Bandung yang Punya

Jumat, 17 Maret 2023 09:00 WIB

Petugas melakukan pemeriksaan pasien suspect penyakit Difteri yang baru masuk, di Ruang Isolasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, Banten, 7 Desember 2017. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

TEMPO.CO, Bandung - Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung, Djatnika Setiabudi mengatakan, serum anti-difteri sekarang ini cukup langka. Karena itu peredaran serum untuk penyakit difteri di seluruh Indonesia itu terbatas. ”Tidak benar kalau hanya ada di RSHS sehingga pasien dari daerah dirujuk ke sini,” ujarnya, Kamis, 16 Maret 2023.

Menurutnya, rumah sakit daerah bisa menangani pasien difteri. Penyakit yang menular dari droplet, percikan napas waktu bicara, batuk, atau bersin, itu disebutnya tidak memerlukan ruang isolasi bertekanan udara negatif. Prinsipnya, pasien difteri harus diisolasi di kamar sendirian, terkecuali jika kasusnya banyak dan ruangan rumah sakit terbatas, “Boleh disatukan asal sesama pasien difteri,” kata Djatnika.

Penanganan lainnya yaitu pasien difteri harus diberikan serum antidifteri dalam kurun 72 jam sejak sakit. Tujuannya untuk menghambat toksin agar tidak sampai menyerang ke organ jantung atau saraf. Sebelum memberikan serum, kata Djatnika, dokter harus melakukan uji kulit (skin test). “Supaya kalau ada alergi, pemberian serumnya secara bertahap tapi dalam satu kali periode,” ujarnya.

Dosis serum yang diberikan sesuai dengan kondisi penyakit difteri pada pasien, dan lama sakitnya. Umumnya jika sakit pasien sudah lebih dari 72 jam, dosis serum minimal 80 ribu unit. Sedangkan jika sudah terjadi komplikasi, biasanya pemberian serum sampai 100 ribu unit.

Selain itu, pasien juga diberikan antibiotik dalam 10-14 hari karena penyakitnya diakibatkan oleh bakteri. Adapun pendukungnya seperti obat panas jika ada demam, atau tindakan tracheostomy. “Diberi lubang trakea (batang tenggorokan) supaya udara bisa masuk karena tersumbat difteri,” kata Djatnika.

Advertising
Advertising

Dia menuturkan, toleransi kematian kasus difteri sampai 10 persen. Penyebab kematian yang paling sering terjadi pada anak-anak yang tidak diimunisasi sama sekali. Faktor kedua yaitu waktu pertolongan yang sudah lebih dari 72 jam. "Faktor ketiga jika sudah ada komplikasi saluran napas dan jantung," katanya menambahkan.

Kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Jawa Barat tercatat sebanyak 55 suspek dengan konfirmasi positif 13 orang hingga Februari 2023. Laporan terbanyak dari Kabupaten Garut dengan jumlah kasus 33 orang suspek dan terkonfirmasi positif 13 orang. “Kasus meninggal difteri kita laporkan 9 orang dari KLB kemarin,” kata Ketua Tim Kerja Surveilens dan Imunisasi Dinas Kesehatan Jawa Barat, Dewi Ambarwati, Rabu, 15 Maret 2023.

Pilihan Editor: Datanya Dibobol Bjorka, BPJS Malah Dipuji Pakar


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Tips Tampil dengan Kulit Sehat dan Glowing Saat Lebaran

30 hari lalu

Tips Tampil dengan Kulit Sehat dan Glowing Saat Lebaran

Ada sejumlah langkah perawatan wajah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kulit sehat saat Lebaran.

Baca Selengkapnya

Cegah Komplikasi Penyakit pada Anak dengan Imunisasi

40 hari lalu

Cegah Komplikasi Penyakit pada Anak dengan Imunisasi

Imunisasi dapat membantu menghindarkan anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan menyebabkan komplikasi.

Baca Selengkapnya

Begini Urutan Penggunaan Skincare Pagi dan Malam yang Benar

20 Januari 2024

Begini Urutan Penggunaan Skincare Pagi dan Malam yang Benar

Terdapat perbedaan urutan penggunaan skincare pagi dan malam.

Baca Selengkapnya

RSHS Bandung Lakukan Operasi Transplantasi Ginjal Lagi, setelah Berhenti di 2015

19 Januari 2024

RSHS Bandung Lakukan Operasi Transplantasi Ginjal Lagi, setelah Berhenti di 2015

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung kembali melakukan operasi transplantasi ginjal.

Baca Selengkapnya

RSHS Bandung Buka Suara Usai Viral Pasien Cabut Gigi Bungsu Meninggal

16 Desember 2023

RSHS Bandung Buka Suara Usai Viral Pasien Cabut Gigi Bungsu Meninggal

Seorang warga menuding terjadi malpraktik hingga menewaskan pasien di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

Baca Selengkapnya

Kasus Pasien Covid-19 Baru di RSHS Bandung, Sebagian Punya Riwayat Pulang Umroh

13 Desember 2023

Kasus Pasien Covid-19 Baru di RSHS Bandung, Sebagian Punya Riwayat Pulang Umroh

Sebanyak empat pasien di antaranya terjangkit virus Covid-19 jenis Omicron.

Baca Selengkapnya

Tangani Pasien Cacar Monyet, Mengapa RSHS Bandung Tak Berikan Antivirus?

31 Oktober 2023

Tangani Pasien Cacar Monyet, Mengapa RSHS Bandung Tak Berikan Antivirus?

Seorang pasien terkonfirmasi positif mengidap penyakit cacar monyet atau monkey pox alias mpox di Kota Bandung.

Baca Selengkapnya

Satu Bayi Meninggal Setelah Pemisahan Kembar Siam di RSHS Bandung

25 Oktober 2023

Satu Bayi Meninggal Setelah Pemisahan Kembar Siam di RSHS Bandung

Operasi kembar siam memiliki tingkat kesulitan yang cukup kompleks.

Baca Selengkapnya

Tim Dokter RSHS Bandung Pisahkan Bayi Kembar Siam Hasan dan Husein

23 Oktober 2023

Tim Dokter RSHS Bandung Pisahkan Bayi Kembar Siam Hasan dan Husein

Bayi kembar siam berusia 13 bulan yang dinamakan Hasan dan Husein itu berasal dari Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Waspadai Difteri, Bisa Sebabkan Kematian dalam 72 Jam

9 Oktober 2023

Waspadai Difteri, Bisa Sebabkan Kematian dalam 72 Jam

Difteri dapat menyebabkan kematian dalam waktu 48-72 jam jika tidak ditangani secara serius. Segera kenali gejalanya agar cepat mendapat pertolongan.

Baca Selengkapnya