Larangan Bepergian Tak Mempan Hadang Pandemi Flu

Reporter

Editor

Kamis, 30 April 2009 18:56 WIB

TEMPO Interaktif, Bloomington:
Meski wabah flu babi telah menyebar ke sembilan negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menganjurkan diberlakukannya larangan bepergian. Sebuah pemodelan komputer menunjukkan mengapa larangan perjalanan udara internasional hanya memberikan efek kecil terhadap kian meluasnya wabah flu.
Ketika strain flu babi H1N1 dengan cepat mewabah di berbagai belahan dunia, tekanan ekonomi yang disebabkan penutupan perbatasan dan anjuran pembatasan perjalanan justru menambah lebih banyak masalah, kata para ilmuwan.
Kasus flu babi positif terjadi di Meksiko, Amerika Serikat, Austria, Kanada, Spanyol, Inggris, Jerman, Israel, dan Selandia Baru. "Menerapkan pembatasan perjalanan yang ketat sama sekali tak ada artinya, terutama pada tahap ini. Itu tak akan membantu," kata Alessandro Vespignani, seorang ilmuwan komputer di University of Indiana di Bloomington, Amerika Serikat. Bersama timnya, Vespignani berusaha memperkirakan penyebaran wabah yang saat ini terjadi.
Emergency Committee WHO mengambil sikap menolak larangan perjalanan dalam sebuah rapat, Senin lalu. "WHO tidak merekomendasikan penutupan perbatasan dan tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan," kata Keiji Fukuda, asisten direktur jenderal keamanan kesehatan dan lingkungan WHO.
Tak semua negara mengindahkan imbauan itu. Meski belum ada laporan kasus flu babi di negaranya, Jepang telah menghentikan penerbitan visa bagi warga Meksiko.
Vespignani menyatakan tindakan semacam itu tidak efektif karena wabah flu babi melompat ke seluruh dunia dan berpotensi membutuhkan pembatasan yang kian ketat untuk mencegah para pengunjung yang terinfeksi memasuki negara itu. "Jika keadaan bertambah buruk dalam waktu singkat, Anda harus memutus komunikasi dengan negara lain," katanya. "Mengisolasi suatu negara mustahil dilakukan, kita juga bisa melihat bahwa itu tidak efektif."
Dalam makalahnya pada 2007, tim Vespignani membuat model penyebaran pandemi influenza dalam berbagai tingkat keseriusan di 3.100 pusat kota di 220 negara. Mereka juga meneliti tingkat efektivitas tindakan pencegahan, termasuk vaksinasi, manajemen obat antiviral semisal Tamiflu, dan pembatasan perjalanan.
Penurunan perjalanan udara 10 kali lipat yang amat ketat hanya bisa menunda pandemi beberapa pekan dan tak mempengaruhi dampak kesehatan secara keseluruhan, kata Vespignani. Tindakan lain, terutama penyebaran obat antiviral, terbukti jauh lebih efektif dalam membatasi penyebaran pandemi dalam pemodelan komputer itu.
Studi berbeda yang dipimpin oleh Ben Cooper di Health Protection Agency di London, Inggris, pada 2006, menunjukkan bahwa pembatasan perjalanan harus diterapkan sangat dini dalam sebuah pandemi. Ketika baru beberapa orang di sebuah kota yang terinfeksi, pembatasan perjalanan akan memperlambat penyebaran secara dramatis.
Bahkan, penurunan lalu lintas udara drastis sampai 99,9 persen tak sanggup menghadang virus ini. Pemodelan yang dilakukan oleh Cooper mengindikasikan sebagai besar kota akhirnya akan jatuh dalam pandemi influenza.
Studi lain tentang wabah influenza musiman mendukung gagasan bahwa pembatasan perjalanan memperlambat laju penyebaran penyakit berbahaya itu, tapi tidak menghentikan bencana itu. Pembatasan perjalanan udara yang diberlakukan setelah serangan teroris pada 11 September 2001 telah menunda kedatangan musim flu di Amerika Serikat 2001-2002 sampai dua pekan, tapi dampaknya kecil.
"Namun, bukan berarti semua jenis pembatasan perjalanan akan menghasilkan dampak yang signifikan," kata John Brownstein, epidemiolog di Children's Hospital Boston, Massachusetts, yang mengepalai studi itu.
Para ilmuwan juga berupaya menghitung ongkos ekonomi dari larangan bepergian yang kian meluas untuk menangkal pandemi flu. Pada 2007, sebuah tim yang dipimpin oleh Joshua Epstein dari Brookings Institution di New York memperkirakan bahwa 95 persen penurunan perjalanan udara di Amerika akan menelan biaya sekitar US$ 100 miliar per tahun atau kurang dari 1 persen produk nasional bruto negara itu.
TJANDRA DEWI | SCIENCEDAILY

Berita terkait

Vonis Gayus Tambunan 13 Tahun Lalu, Dijuluki Mafia Pajak yang Judi dan Nonton Tenis saat Dipenjara

19 Januari 2024

Vonis Gayus Tambunan 13 Tahun Lalu, Dijuluki Mafia Pajak yang Judi dan Nonton Tenis saat Dipenjara

Setelah genap 13 tahun mendekam di penjara, begini kilas balik kasus Gayus Tambunan

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Jengkel PNS Kemenkeu Jadi Mafia Pajak

3 Desember 2019

Sri Mulyani Jengkel PNS Kemenkeu Jadi Mafia Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati jengkel dengan ulah banyak pihak yang berniat melakukan tindakan korupsi di lingkungan kementeriannya

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Kecewa Anak Buahnya di Pajak Ditangkap KPK

4 Oktober 2018

Sri Mulyani Kecewa Anak Buahnya di Pajak Ditangkap KPK

Anak buah Sri Mulyani tertangkap tangan oleh KPK.

Baca Selengkapnya

Oknum Pegawai Pajak Peras Wajib Pajak Rp 700 Juta

17 April 2018

Oknum Pegawai Pajak Peras Wajib Pajak Rp 700 Juta

Polisi menangkap pegawai pajak yang kedapatan memeras wajib pajak Rp 700 juta.

Baca Selengkapnya

Eks Pejabat Pajak Handang Soekarno Dieksekusi ke Lapas Semarang

1 Agustus 2017

Eks Pejabat Pajak Handang Soekarno Dieksekusi ke Lapas Semarang

Handang Soekarno sebelumnya meminta untuk ditahan di Lapas Kelas 1A karena sudah lama berpisah dengan istri dan tiga anaknya.

Baca Selengkapnya

Suap Pajak, Hakim Sebut Dirjen Pajak dan Ipar Jokowi Punya Andil

24 Juli 2017

Suap Pajak, Hakim Sebut Dirjen Pajak dan Ipar Jokowi Punya Andil

Dalam vonis terdakwa suap pajak Handang Soekarno, majelis hakim menyebutkan peran ipar Jokowi, Arif Budi Sulistyo.

Baca Selengkapnya

Suap Pejabat Pajak, Handang Soekarno Divonis 10 Tahun Bui

24 Juli 2017

Suap Pejabat Pajak, Handang Soekarno Divonis 10 Tahun Bui

Mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman lebih ringan kepada Handang Soekarno dibanding tuntutan jaksa KPK.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Rangkul Tiga Negara Suaka Pajak

11 Juli 2017

Sri Mulyani Rangkul Tiga Negara Suaka Pajak

Tiga negara yang dikenal sebagai suaka pajak, yakni Singapura,
Hong Kong, dan Swiss, siap bekerja sama.

Baca Selengkapnya

KPK Minta Handang Blak-Blakan soal Inisiator Suap Pajak

10 Juli 2017

KPK Minta Handang Blak-Blakan soal Inisiator Suap Pajak

Juru bicara KPK Febri Diansyah meminta terdakwa suap pajak Handang Soekarno untuk menyampaikan secara jujur pihak yang dinilai sebagai pelaku utama.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Pajak, Handang Soekarno: Saya Bukan Inisiator...  

10 Juli 2017

Kasus Suap Pajak, Handang Soekarno: Saya Bukan Inisiator...  

Terdakwa kasus suap pajak, Handang Soekarno, membantah dirinya merupakan inisiator terjadinya pertemuan antara PT EKP dan pejabat Ditjen Pajak.

Baca Selengkapnya