Polusi Udara Jakarta Bisa Jadi Silent Killer, Peneliti BRIN Sarankan Scrubber

Jumat, 25 Agustus 2023 10:53 WIB

Kondisi langit Jakarta diselimuti kabut polusi pada hari ketiga pelaksanaan work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Rabu 23 Agustus 2023. Menurut situs IQAir, pada Rabu sekitar pukul 08.00 nilai inseks kualitas udara di Jakarta adalah 157 atau dalam kondisi tidak sehat. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara masih terus terjadi di Jakarta. Kota ini menjadi langganan posisi teratas kota terpolusi di dunia. Padahal, polusi udara yang tinggi dapat menimbulkan masalah pernafasan dan kesehatan yang akut maupun kronis dan dikenal sebagai “silent killer” (pembunuh diam-diam).

Merespons perihal ini, Didi Satiadi, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer pada Badan Riset dan Inovasi Nasional membuat kajian soal kualitas udara di wilayah Indonesia pada Kamis, 24 Agustus 2023, kemarin. Sesuai data IQAir, kata dia, ada kualitas udara yang kurang sehat terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk Banten dekat Selat Sunda.

Ia juga menggunakan data www.ventusky.com yang memperlihatkan sebaran polutan dan kualitas udara, yang juga menunjukkan kualitas udara kurang baik di wilayah yang sama. “Kondisi polusi yang tinggi ini terjadi pada saat musim kemarau ketika jarang terjadi hujan, ditambah dengan kondisi El-Nino dan IOD (Indian Ocean Dipole) positif yang menyebabkan musim kemarau yang lebih kering dari biasanya, seperti telah diperingatkan sebelumnya,” kata Didi, kemarin.

Menurutnya, hujan memang sangat efektif mengurangi polusi udara melalui proses pembilasan polutan di atmosfer oleh air hujan atau dikenal sebagai proses deposisi basah. Oleh karena itu, tingkat polusi udara secara alami biasanya lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Apalagi pada musim kemarau potensi karhutla menjadi lebih tinggi yang dapat meningkatkan jumlah polutan dari kebakaran.

Dengan demikian, polusi udara pada musim kemarau merupakan tingkat polusi atau emisi yang sesungguhnya, yang cenderung berkurang selama musim hujan karena proses pembilasan itu. Selain musim, tingkat polusi udara juga bergantung waktu diurnal.

Advertising
Advertising

Pada malam dan pagi hari polusi di dekat permukaan cenderung lebih tinggi karena adanya lapisan inversi sehingga polutan cenderung terperangkap. "Sedangkan pada siang hari polusi cenderung disebarkan ke tempat yang lebih jauh oleh proses konveksi," kata Didi.

Baca juga: Upaya Pengendalian Polusi Udara yang Tak Efektif, Penyemprotan Air dan WFH

Saran mengurangi polusi

Seperti halnya hujan alami, lanjut Didi, hujan buatan tentunya dapat membantu mengurangi polusi udara apabila hujan yang dihasilkan cukup lama, luas dan merata. Namun teknologi modifikasi cuaca ini membutuhkan keberadaan jumlah awan hujan yang cukup untuk didorong menjadi hujan melalui proses penyemaian atau cloud seeding. Jumlah awan biasanya cenderung jauh berkurang pada waktu musim kemarau sehingga hujan buatan lebih sulit untuk dilakukan.

“Solusi yang lebih efektif dan berkesinambungan barangkali adalah dengan mengurangi sumber polutan seperti PM2.5, PM10, NO2, SO2, O3, CO, HC dan debu,” kata Didi. Selain itu, kata dia, sembari meningkatkan jumlah penyerap polutan.

Mengurangi sumber polutan dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan penggunaan energi bersih seperti energi matahari, angin, gelombang, hidro, panas bumi dll yang sangat melimpah di Indonesia.

Penggunaan scrubber, kata dia, dapat membantu untuk mengurangi polutan dari gas buang industri. Scrubber merupakan alat untuk mengendalikan dan membersihkan polusi yang dihasilkan oleh mesin dengan menggunakan cairan.

Didi menyatakan, untuk mengurangi jumlah polutan dari kendaraan bermotor dapat dilakukan dengan mengurangi transportasi, meningkatkan penggunaan kendaraan non-bbm atau kendaraan listrik. Ia juga menyatakan, polutan bisa direduksi dengan penggunaan bahan bakar rendah emisi, penggunaan catalytic converter untuk menyempurnakan proses pembakaran, dan particulate filter untuk menyaring gas buang.

Selain itu, jumlah penyerap polutan seperti tumbuhan atau ruang terbuka hijau perlu lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan jumlah emisi polutan. "Untuk mengurangi risiko kesehatan, masyarakat dapat menggunakan masker, mengatur aktivitas di tempat dan waktu dengan tingkat polusi yang tinggi, serta meningkatkan daya tahan tubuh," kata Didi.

Pilihan Editor: Pandu Riono: Pengendalian Polusi Udara dengan Semprot Air Justru Picu Aerolisasi

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Revisi UU Polri, Peneliti BRIN Soroti Potensi Kecemburuan di Internal Polisi

1 hari lalu

Revisi UU Polri, Peneliti BRIN Soroti Potensi Kecemburuan di Internal Polisi

Peneliti BRIN Sarah Nuraini Siregar menanggapi potensi kecemburuan di internal polisi akibat revisi UU Polri yang dapat memperpanjang masa jabatan aparat penegak hukum tersebut.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Polri Perpanjang Usia Pensiun Polisi, Ini Kata Peneliti BRIN

1 hari lalu

Revisi UU Polri Perpanjang Usia Pensiun Polisi, Ini Kata Peneliti BRIN

Peneliti BRIN menanggapi mengenai revisi UU Polri yang bisa memperpanjang jabatan polisi.

Baca Selengkapnya

Polda Metro Jaya Tembak Mati 1 Pelaku Begal terhadap Calon Siswa Bintara Polri

1 hari lalu

Polda Metro Jaya Tembak Mati 1 Pelaku Begal terhadap Calon Siswa Bintara Polri

5 orang mencoba begal calon siswa bintara Polri di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Para begal itu asal Pandeglang, Banten.

Baca Selengkapnya

5 Begal Motor Calon Siswa Bintara Polri Ditangkap, Satu Orang Ditembak Mati Karena Melawan Petugas

1 hari lalu

5 Begal Motor Calon Siswa Bintara Polri Ditangkap, Satu Orang Ditembak Mati Karena Melawan Petugas

Lima begal merampas motor milik calon siswa bintara Polri. Salah satu pelaku melawan saat hendak ditangkap polisi.

Baca Selengkapnya

Perangkat Portabel Buatan BRIN Ini Bisa Deteksi Penyakit Tanaman Teh

2 hari lalu

Perangkat Portabel Buatan BRIN Ini Bisa Deteksi Penyakit Tanaman Teh

Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN mengembangkan alat deteksi dini penyakit tanaman teh berbasis pembelajaran mesin.

Baca Selengkapnya

BRIN Kembangkan Sensor Pendeteksi Kecemasan dan Stres Pegawai

3 hari lalu

BRIN Kembangkan Sensor Pendeteksi Kecemasan dan Stres Pegawai

Riset ini berpeluang untuk membuat pemetaan sensor yang bisa mendeteksi kecemasan dan tingkat stres pada pegawai.

Baca Selengkapnya

Airin Rachmi paparkan Visi Misi untuk Maju di Pilkada Banten

3 hari lalu

Airin Rachmi paparkan Visi Misi untuk Maju di Pilkada Banten

Eks Wali Kota Tangerang Selatan dua periode, Airin Rachmi Diany, siap maju menjadi Bakal Calon Gubernur Banten.

Baca Selengkapnya

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

4 hari lalu

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

Tim peneliti di Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mengkaji proses Ibu Kota Negara (IKN): sama saja dengan PSN lainnya.

Baca Selengkapnya

Pemprov DKI Jakarta Gencarkan Edukasi Polusi Udara

4 hari lalu

Pemprov DKI Jakarta Gencarkan Edukasi Polusi Udara

Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan kampanye edukasi dengan tema 'Udara Bersih Untuk Jakarta', di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pandawa Tanah Tinggi.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Awan Lindungi Indonesia dari Gelombang Panas, Bagaimana Mekanismenya?

4 hari lalu

Peneliti BRIN Sebut Awan Lindungi Indonesia dari Gelombang Panas, Bagaimana Mekanismenya?

Indonesia relatif terlindungi dari heatwave mayoritas areanya adalah laut dan terdiri dari banyak pulau. Awan juga mengurangi dampak paparan surya.

Baca Selengkapnya