Peneliti BRIN Temukan Virus Nipah pada Kelelawar Jenis ini

Rabu, 11 Oktober 2023 19:43 WIB

Anggota tim medis dari Kozhikode Medical College membawa sampel buah pinang dan jambu biji untuk melakukan tes virus Nipah di desa Maruthonkara di distrik Kozhikode, Kerala, India, 13 September 2023. REUTERS/Stringer

TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional menemukan virus Nipah pada kelelawar Pteropus.sp di sebagian daerah di Indonesia. Peneliti utama bidang veteriner di Pusat Riset Veteriner Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indrawati Sendow mengatakan sumber hewan pembawa virusnya atau reservoir host adalah kelelawar pemakan buah dari jenis Pteropus.sp.

“Virus Nipah ini dapat berakibat fatal, pencegahan dan pengobatannya belum masuk kategori efektif,” kata Indrawati secara daring di acara webinar tentang penyebaran dan penularan virus Nipah di Indonesia, Rabu, 11 Oktober 2023.

Virus nipah berasal dari keluarga Paramyxoviridae. Penyakitnya tergolong sebagai zoonosis yang dapat menular ke hewan lain juga manusia. Berdasarkan laporan dari badan kesehatan dunia atau WHO, virus Nipah merupakan patogen prioritas.

“Hewan perantaranya adalah babi dan bisa menyebabkan ke manusia, atau bisa lansung dari kelelawar ke manusia,” ujar Indrawati.

Manusia yang terjangkit virus Nipah mengalami gejala klinis, yaitu demam tinggi selama 3-14 hari, diare, gangguan pernafasan seperti batuk dan ingusan, serta gangguan neurologis seperti sakit kepala hebat, epilepsi, koma hingga meninggal.

Advertising
Advertising

Sedangkan pada babi, gejala klinisnya seperti demam tinggi mencapai 40 derajat Celcius disertai batuk yang keras suaranya. Babi juga akan selalu membuka mulut karena mengalami sesak nafas, juga ingusan yang bisa disertai dengan darah.

Gangguan syaraf, seperti treomor, kejang-kejang hingga mati. Babi yang bunting bisa keguguran, sedangkan bayi muda babi dapat terganggu pernafasannya.

Indrawati mengatakan penelitian timnya dilakukan setelah terjadi wabah atau outbreak pertama kali virus Nipah di Malaysia pada 1998 lalu Singapura 1999. Penularan virusnya diketahui dari kelelawar ke babi lalu ke manusia pada pekerja di kandang peternakan babi. Setelah itu terjadi lagi wabah virus Nipah pada 2001 hingga 2023 di Bangladesh dan India.

Pada kasus di negara tersebut, kata Indrawati, tidak ada inang hewan perantara yang teridentifikasi, melainkan dari kelelawar ke manusia. “Lewat buah atau sirup nira yang terkontaminasi virus Nipah dari kelewar,” ujarnya.

Riset tim veteriner mengambil sampel dari kelelawar dan babi ternak. Lokasinya tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat serta Sulawesi Utara. Dari total sampel 4.768 ekor babi yang diuji serologi atau pemeriksaan darah, nihil temuan virus Nipah.

Namun berbeda dengan hasil pemeriksaan pada kelelawar yang juga diuji dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay atau Elisa. Tim melakukan uji serologi pada tiga jenis kelewar yaitu Pteropus vampyrus sebanyak 240 individu, Pteropus Alecto (64) di Sulawesi Utara dan Cynopterus brachyotis (15) di Kalimantan Barat. Hasil pengujian dikonfirmasi ulang sebuah laboratorium di Australia.

Beberapa spesies kelelawar, terutama Pteropus vampyrus yang berasal dari Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Barat, ternyata ada yang mempunyai antibodi terhadap virus Nipah dengan variasi prevalensi yang beragam. Pun pada kelelawar jenis Pteropus alecto, sebanyak 4 dari total 64 individu atau hampir 10 persen.

“Sedangkan pada kelelawar Cynopterus brachyotis hasilnya negatif, tidak ada satu serum pun yang kami uji elisa mengandung antibodi terhadap virus Nipah,” kata Indrawati.

Temuan lainnya, pada sampel kelelawar dari Sumatera, Kalimantan, dan Jawa lebih didominasi oleh virus Nipah. Sedangkan prevalansi kelelawar di Sulawesi lebih condong ke virus Hendra.

Dari laman resmi WHO, virus yang pertama kali diidentifikasi selama wabah penyakit di Hendra, pinggiran kota Brisbane, Australia, pada 1994 itu tergolong zoonosis juga atau penyakit yang bisa menular ke manusia lewat hewan.

Infeksi virus Hendra atau HeV dinyatakan jarang terjadi namun bisa menyebabkan penyakit parah hingga fatal. Wabah itu melibatkan 21 ekor kuda pacuan di kandang dan dua kasus pada manusia.

Pada Juli 2016, kasus virus Hendra kembali dilaporkan sebanyak 53 insiden dan melibatkan lebih dari 70 ekor kuda. Kasus itu hanya terjadi di pantai timur Australia.

Inang virusnya telah dipastikan dari kelelawar pemakan buah dari keluarga Pteropodidae dengan genus Pteropus. “Secara antigenik virus Nipah dengan virus Hendra mempunyai kesamaan yang sangat tinggi,” kata Indrawati.

Pilihan Editor: Pesan WHO Soal Upaya Preventif untuk Cegah Infeksi Virus Nipah

Berita terkait

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

8 jam lalu

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

Tim peneliti di Telkom University mengembangkan sistem perangkat lunak dan alat pencatat meteran air bagi kalangan pelanggan perusahaan air minum.

Baca Selengkapnya

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

1 hari lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

2 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

2 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

2 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

3 hari lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

3 hari lalu

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator potensi gempa bumi di Sumatera bagian paling selatan.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

3 hari lalu

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

Menurut peneliti BRIN, suhu panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini kategorinya suhu tinggi, bukan gelombang panas atau heatwave.

Baca Selengkapnya

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

3 hari lalu

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

Aastronom BRIN menyebut fenomena adanya bintang jatuh di Yogyakarta dan sekitarnya itu sebagai meteor sporadis.

Baca Selengkapnya

Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

3 hari lalu

Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

Teluk Kendari di kota Kendari mengalami pendangkalan yang dramatis selama sekitar 20 tahun terakhir. Ini kajian sedimentasi di perairan itu oleh BRIN.

Baca Selengkapnya