Mendulang Daratan untuk Hadang Abrasi dan Pengikisan Lahan

Reporter

Selasa, 31 Oktober 2023 16:30 WIB

Rumah seorang warga Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, pesisir Karawang hancur setelah dihantam ombak dan abrasi. TEMPO/Hisyam Luthfiana

TEMPO.CO, Karawang – Sidin, 53 tahun akhirnya mengungsi dan membawa perabot yang tersisa dari reruntuhan rumahnya. Warga Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya itu memutuskan menyerah setelah rumahnya benar-benar hancur dihantam ombak. Saat mengungsi tiga tahun lalu, rumah Sidin tinggal separuh. Toilet, dapur dan satu kamar tidur telah hancur diterjang banjir rob. Bahkan laut telah jadi halaman belakang rumah mereka. Hanya dinding pembatas ruang tamu yang menjadi benteng terakhir dari abrasi. “Sekarang rumah itu tinggal kenangan, kami memulai hidup baru dan tidak tinggal di sana lagi,” ujar Sidin saat ditemui Tempo pekan lalu.

Awalnya, Sidin dan istrinya, Isem, mengungsi ke rumah anak mereka di desa tetangga. Namun karena terdampak abrasi, Pemerintah Desa Cemarajaya mendaftarkan mereka untuk direlokasi dan mendapat bantuan rumah dari pemerintah. “Ada hampir tiga ratus keluarga terdampak abrasi di desa ini yang mendapat bantuan rumah dari Pemkab Karawang dan Pemerintah Pusat,” kata Rudi Chandia, Kepala Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Senin, 30 Oktober 2023.

Rudi bercerita, terdapat 299 keluarga yang rumahnya telah hancur akibat abrasi. Rumah-rumah mereka sudah tidak tertolong dan telah menjadi lautan. “Abrasi terjadi karena dulu warga membabat hutan mangrove untuk dijadikan tambak. Tapi sekarang warga sudah paham dan tidak menebangi mangrove lagi,” ujar Rudi.

Rumah warga Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang hancur karena abrasi. TEMPO/Hisyam Luthfiana

Masalah abrasi dikenal sebagai ancaman di pesisir Karawang. Berdasarkan pendataan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Karawang, sepanjang 7,6 kilometer pesisir Karawang mengalami abrasi. “Abrasi terjadi di 6 kecamatan diantaranya Batujaya, Cibuaya, Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan. Pedes dan Tempuran termasuk area yang terdampak,” kata Kepala Dinas PUPR Karawang, Dedi Achdiyat.

Advertising
Advertising

Berdasarkan kajian Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB), Universitas Veteran Yogyakarta, pesisir Karawang merupakan salah satu bagian pantai utara Jawa yang mengalami laju abrasi tertinggi. Berdasarkan kajian PSMB Universitas Veteran, garis pantai Karawang telah mundur antara 50 hingga 300 meter ke arah daratan dalam 13 tahun. “Bahkan pada beberapa kecamatan, seperti di Cibuaya telah menghancurkan pemukiman, jalan dan sarana umum,” kata Willy Firdaus dari PSMB Universitas Veteran, Senin, 30 Oktober 2023.

Willy menuturkan, sedimentasi dan tergerusnya pantai merupakan proses alami di semua pesisir. Namun di Karawang, abrasi menjadi lebih cepat terjadi karena sejumlah faktor. Salah satu pemicu utama adalah hilangnya hutan-hutan mangrove. Berdasarkan citra dari Landsar ETM 7+, ujar Willy, ekosistem mangrove di pesisir Karawang telah mengalami degradasi hingga 56 persen atau 194,7 hektare selama 13 tahun.

Karena benteng alami itu telah hilang, ujar Willy, menjelang akhir tahun saat masuk bulan Desember hingga Mei, masyarakat di pesisir Karawang selalu was-was karena abrasi. “Sebab pada bulan-bulan itu, angin bertiup dari arah utara, tegak lurus ke pesisir Karawang.” Kata Willy.

Sebatang Cangkul di Tanah Timbul

Namun tidak semua pesisir Karawang menyerah dan pasrah terhadap abrasi. Di sebelah timur Cemarajaya, angin laut dan banjir rob tidak selamanya meneror warga. Di Kecamatan Cilamaya, ada desa yang aman dari abrasi. Tepatnya di Dusun Pasirputih, Desa Sukajaya. Dusun itu terlindungi oleh hamparan hutan bakau dan bentang pantai ‘berpasir putih’ yang dibuat warga.

Warga setempat berhasil membentengi desa dengan merekayasa bentang alam dan vegetasi. Caranya dengan membentuk daratan, membuat hutan bakau hingga membuat pantai. “Pasir putih ini sebetulnya adalah pecahan halus terumbu karang yang ditumpuk di atas endapan lumpur yang dibawa ombak,” kata Suhaeri, warga setempat, Sabtu, 21 Oktober 2023.

Sejak lima tahun lalu, bersama belasan rekannya, Suhaeri menjebak sedimen laut yang terbawa ombak ke daratan menggunakan alat pemecah ombak (APO). Terbuat dari rangkaian ban bekas berbentuk kubus, alat yang disebut APO strap itu diikat berderet di sepanjang pantai. “Alat itu efektif mengunci lumpur yang dibawa gelombang, sehingga tidak Kembali ke laut,” kata Suhaeri.

Warga pesisir Karawang mengawasi alat pemecah ombak yang melindungi daratan dari abrasi. TEMPO/Hisyam Luthfiana

Keterampilan itu mereka dapatkan dari program pemberdayaan masyarakat PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Iman Teguh, Community Development Officer, PHE ONWJ menuturkan telah menjalankan program pembinaan di Pasir Putih sejak tahun 2017. “Program ini adalah ikhtiar menyelamatkan pemukiman dari abrasi,” ujar Iman saat ditemui Tempo Sabtu, 21 Oktober 2023.

Sebelum program ini dilakukan, ujar Iman, garis pantai telah menyentuh rumah di Dusun Pasirputih. “Saat terjadi banjir rob pada 2016, air laut masuk ke rumah warga dan banyak warga Pasirputih yang mengungsi,” kata Iman.

“Jika dibiarkan, kondisi Pasirputih akan seperti Desa Cemarajaya di Cibuaya, bisa-bisa ratusan rumah hancur dihantam abrasi,” Iman menambahkan.

Mencegah hal itu, dilakukanlah serangkaian program untuk membentengi pemukiman dari gelombang laut. Dimulai dari pemasangan penahan gelombang di sepanjang garis pantai sejauh 600 meter dari pemukiman. Sejak penahan gelombang itu dipasang, tercipta daratan berlumpur yang tidak digenangi ombak. “Setelah tercipta lahan kosong dan berhasil menjauhkan garis pantai dari pemukiman, warga menanami banyak pohon mangrove di lahan itu. “Hutan mangrove bisa memperkuat lahan dari gelombang laut. Tanaman bakau juga tumbuh baik tanpa terganggu ombak karena daratan sudah terlindungi,” kata Iman.

Taktik membuat daratan tersebut bisa dilakukan sebelum musim pasang datang. Saat gelombang sedang rendah, Suhaeri dan warga setempat memasang rangkaian pemecah ombak dari ban bekas lalu mengurug endapan yang terbawa ombak menggunakan serbuk karang yang sekilas mirip pasir putih. “Menggunakan cangkul, setiap hari kami menumpuk serpihan halus karang seperti pasir itu ke lahan kosong yang terbentengi dari ombak, sehingga terciptalah pantai berpasir putih” kata pria 54 tahun itu.

Hingga saat ini, metode tersebut telah menghasilkan tanah timbul seluas 3 hektare. Adapun garis Pantai berhasil dijauhkan sepanjang 600 meter dari rumah terakhir di Dusun Pasirputih. “Saat ini warga Pasirputih tidak ada lagi yang mengungsi saat musim pasang atau banjir rob,” kata Suhaeri.

Tanah timbul berupa hutan mangrove dan pantai pun tak hanya menjadi benteng desa dari ombak. Namun juga menjadi sebuah kawasan wisata terpadu yang berdampak secara ekonomi bagi warga Pasirputih. Setiap pekan, setidaknya 500 pengunjung berdatangan ke pantai tersebut. Di sana pengunjung bisa menikmati pantai dan mencoba berbagai produk olahan warga seperti jus buah mangrove, aneka hidangan laut hingga berbagai olahan rajungan. “Warga desa menjadi berdaya dan berpenghasilan. Selain itu, pantai ini juga mengembalikan kenangan,” kata Suhaeri.

Mengembalikan Pasir Putih

Sebelum tahun 70-an, kata Suhaeri, di perairan Pasirputih, terdapat gugusan karang bernama Gugusan Karang Sedulang. Di barisan karang itu, Suhaeri, seperti remaja Pasirputih lainnya, kerap bermain dan menguji nyali menggunakan perahu. “Gugusan karang itu dikeliilingi pasir putih yang membuat tempat ini terkenal,” kata Suhaeri.

Tidak seperti pasir di pantai utara Jawa yang identik berwarna kecoklatan bahkan hitam, gugusan Karang Sedulang dikelilingi pasir putih di sekitarnya. “Pasir putih itu menjadi ciri khas daerah kami. Karena keunikan itulah daerah ini dinamakan Pasirputih,” kata Suhaeri.

Namun gugusan karang itu kini telah hilang, begitupun pasir putih yang mengelilinginya. Gugusan karang beserta pasirnya itu ditambang untuk digunakan bermacam hal, seperti dijadikan bahan bangunan. Namun pada tahun 2007, terbit undang-undang nomor 27 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. “Undang-undang itu melarang pertambangan pasir. Sejak saat itu penambangan pasir di gugusan Karang Sedulang disetop, namun pasir putih sudah habis dan tak terlihat di permukaan,” ungkap Suhaeri.

Saat ini, pemandangan yang hilang puluhan tahun lalu itu telah kembali. Berkat gotong royong masyarakat dan berbagai program dari Pertamina Hulu Energi ONWJ, pasir putih kembali terlihat setelah sekian lama menghilang. “Berkat program itu dan kerja keras masyarakat, pasir putih di dusun ini bukan hanya mitos belaka. Pasir putih telah muncul kembali,” kata Suhaeri.

Pilihan Editor: Abrasi di Muara Gembong, Puluhan Rumah Warga Rusak

Berita terkait

Pertalite Akan Dihapus? Ini Pernyataan Luhut yang Jadi Awal Kabar Itu

1 hari lalu

Pertalite Akan Dihapus? Ini Pernyataan Luhut yang Jadi Awal Kabar Itu

Sempat beredar kabar di media sosial bahwa pemerintah akan menghentikan produksi Pertalite, bensin beroktan 90, yang selama ini dijual dengan subsidi

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

3 hari lalu

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

Hingga Maret 2024, Pertamina Hulu Energi juga mencatatkan kinerja penyelesaian pengeboran tiga sumur eksplorasi.

Baca Selengkapnya

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

4 hari lalu

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN membuka lowongan kerja pada bulan Mei 2024 ini

Baca Selengkapnya

Pertamina Indonesian GM Tournament 2024: Pecatur Aditya Bagus Arfan dan Novendra Priasmoro Juara

6 hari lalu

Pertamina Indonesian GM Tournament 2024: Pecatur Aditya Bagus Arfan dan Novendra Priasmoro Juara

IM Aditya Bagus Arfan dan GM Novendra Priasmoro juara di pertandingan catur Pertamina Indonesian GM Tournament 2024.

Baca Selengkapnya

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

8 hari lalu

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.

Baca Selengkapnya

Gempa Garut, Pertamina Pastikan Operasional tetap Berjalan

9 hari lalu

Gempa Garut, Pertamina Pastikan Operasional tetap Berjalan

PT Pertamina Patra Niaga memastikan operasionalnya masih berjalan aman pascagempa di Garut, Jawa Barat pada Sabtu, 27 April 2024 lalu.

Baca Selengkapnya

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

10 hari lalu

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

PGN Optimalkan Produk Gas Alam Cair

10 hari lalu

PGN Optimalkan Produk Gas Alam Cair

PGN mulai optimalkan produk gas alam cair di tengah menurunnya produksi gas bumi.

Baca Selengkapnya

Terus Menyusut Sejak Tahun 1990-an, Pesisir Sumsel Kembali Ditanami Mangrove

11 hari lalu

Terus Menyusut Sejak Tahun 1990-an, Pesisir Sumsel Kembali Ditanami Mangrove

Tidak kurang dari 1.000 batang mangrove ditanam di areal Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Api-api.

Baca Selengkapnya

Jaga Potensi Ekowisata di Sungsang Banyuasin, Seribuan Mangrove Ditanam di Areal Pelabuhan TAA

11 hari lalu

Jaga Potensi Ekowisata di Sungsang Banyuasin, Seribuan Mangrove Ditanam di Areal Pelabuhan TAA

Mangrove juga punya potensi pemanfaatan jasa lingkungan seperti pengembangan ekowisata serta tempat berkembang aneka biota laut.

Baca Selengkapnya