Perdebatan Nyamuk Wolbachia untuk Pengendalian Dengue, Prof Tjandra Punya Lima Catatan

Reporter

Editor

Erwin Prima

Minggu, 3 Desember 2023 11:18 WIB

Masa dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Kementrian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, Selasa, 28 November 2023. Dalam aksinya masa menolak program Kemenkes RI soal penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia yang dianggap menyebabkan Demam Berdarah Dengue dan merusak ekosistem karena belum terbukti keberhasilanya. TEMPO/ Febri Angga Palguna

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana upaya pengendalian dengue dengan nyamuk mengandung wolbachia yang masih diwarnai dengan pro kontra mendapat tanggapan dari Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.

Tjandra menyampaikan lima hal terkait pendekatan penggunaan nyamuk berwolbachia tersebut, terutama yang berkaitan dengan WHO dan usulan penelitian mendatang.

Pertama, menurutnya, tim penasihat yang ditunjuk WHO, Vector Control Advisory Group (VCAG), pada tahun 2020 menyatakan bahwa pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypty dengan pendekatan wolbachia ini terbukti punya nilai kesehatan masyarakat untuk menangani dengue. “Antara lain berdasar penelitian randomized case control trial atau RCT yang dilakukan di DI Yogyakarta,” ujar Prof Tjandra dalam keterangannya, Minggu, 3 Desember 2023.

Kedua, VCAG adalah tim pakar yang dibentuk oleh WHO, yang tugasnya memberi masukan kepada WHO. “Jadi VCAG bukanlah penentu kebijakan WHO secara langsung, tugasnya mengkaji secara ilmiah mendalam dan lalu memberi masukan serta mendukung WHO dalam formulasi programnya,” ujarnya.

Ketiga, VCAG pada 2020 merekomendasikan WHO untuk memulai proses pembentukan guideline untuk memformulasi rekomendasi penggunaannya pada pengendalian dengue. “Jadi memang belum disebutkan tentang penerapan langsung saat ini. Hal ini tergambar juga dalam laman WHO tentang dengue terbaru tahun 2023 ini yang memang pendekatan wolbachia belum secara eksplisit disebut dalam program penanggulangan resmi WHO kini,” ujar Tjandra.

Advertising
Advertising

Keempat, untuk jangka depan, Tjandra mengusulkan tiga hal. Pertama, sangat perlu dibenahi maksimal bentuk sosialisasi ke masyarakat, agar penolakan dan resistensi masyarakat dapat dikendalikan dengan baik. “Ini sangat penting dan merupakan suatu hal utama dalam kesuksesan program, kalau memang ingin dijalankan,” ujar Yoga.

“Usul kedua, sejak sekarang perlu diantisipasi tentang aspek logistik, yaitu pengadaan nyamuk berwolbachia ini dalam jumlah yang besar. Tanpa persiapan logistik maka hasil tidak akan tercapai optimal,” ujarnya.

“Terakhir, perlu dilakukan penelitian jangka panjang, antara lain tentang dampak paparan wolbachia yang relatif homolog pada variasi ekologi (dan epidemiologi) yang kenyatannya ada di alam, hal ini sesuai publikasi di jurnal ilmiah internasional Lancet bulan Oktober ini tentang "pisau bermata dua" dari pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini,” tambahnya.

Hal kelima, pendekatan Wolbachia terbukti punya nilai kesehatan masyarakat yang bermanfaat dalam pengendalian dengue, tetapi menurutnya, ada dua catatan penting. “Kesatu, pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini bukanlah "silver bullet" dalam pengendalian dengue. Hal ini juga disampaikan oleh badan pengendalian lingkungan Singapura beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.

“Hal kedua yang perlu dicatat adalah bahwa pengendalian dengue dengan nyamuk berwolbachia tidak dapat dilakukan sendiri saja, harus bersama dengan program pengendalian vektor yang lain, dalam koridor bersama yang tercakup dalam integrated vector management (IVM). Hal ini disampaikan juga oleh WHO Amerika dalam publikasinya pada bulan Agustus 2023,” ujarnya.

Sebelumnya rencana pelepasan 200 juta telur nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Denpasar, Bali, yang dijadwalkan 13 November 2023 mengundang banyak penolakan. Salah satu upaya penolakan adalah munculnya petisi seperti yang dilakukan oleh Gladiator Bangsa. Ada beberapa alasan yang dikemukakan, di antaranya penyebaran jutaan nyamuk tersebut dinilai berdampak besar terhadap pariwisata.

Selain itu Strategi Program Nyamuk Dunia (World Mosquito Program) untuk terus menerus mengembangkan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh nyamuk menyebabkan penduduk Bali dan wisatawan harus siap menerima tambahan ratusan juta gigitan nyamuk. Nyamuk harus mendapatkan pakan darah sebelum dapat menghasilkan telur. Setiap nyamuk betina akan memproduksi 100 telur, tiga kali selama masa hidup dewasanya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

1 hari lalu

153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

Korban tewas akibat banjir bandang dahsyat di Afghanistan utara telah meningkat menjadi 153 orang di tiga provinsi

Baca Selengkapnya

Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

3 hari lalu

Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

Heat wave atau gelombang panas dapat menyebabkan dampak negatif bagi tubuh dan kulit, seperti heat stroke dan kanker kulit. Apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

5 hari lalu

WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

7 hari lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

8 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

8 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

10 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

12 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca-Pandemi COVID-19

16 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca-Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

30 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya