Teknologi Carbon Capture, Kapal Kargo Uji Tangkap Emisi Karbonnya Sendiri

Kamis, 22 Februari 2024 14:35 WIB

Kapal Kargo Sounion Trader. Lomas Shipping

TEMPO.CO, Jakarta - Kapal kargo Sounion Trader belum lama ini menyelesaikan uji sistem tangkap karbon langsung di atas kapal (onboard carbon capture system). Kapal berukuran panjang 240 meter ini melakukannya sepanjang pelayarannya di Teluk Persia.

Sounion Trader adalah satu dari sedikit--namun jumlahnya terus bertambah--kapal yang mencoba mengurangi jejak emisi karbon mereka. Sembari berlayar, kapal-kapal itu menangkap kembali dan menyimpan karbon dioksida yang diemisikannya.

"Ini semacam Anda membuat miniatur dari sebuah sistem yang didesain untuk pembangkit listrik yang sangat besar," kata Roujia Wen dari Seabound, startup asal Inggris yang berada di balik uji coba di Sounion Trader, seperti dikutip dari NEWSCIENTIST terbit 16 Februari 2024.

Emisi dari lalu lintas kapal di laut menyumbang sekitar tiga persen emisi CO2 global. Untuk menguranginya, sejumlah perusahaan pemilik kapal menggunakan bahan bakar yang lebih bersih, melumasi lambung kapalnya dengan bubbles untuk memperbaiki efisiensi bahan bakar, dan bahkan kembali ke penggunaan layar.

Tapi, opsi-opsi jangka pendek untuk mencapai net emisi nol pada 2050 masih sangat terbatas.

Advertising
Advertising

Opsi lain lalu muncul yakni dengan menangkap emisi dari kapal dan menyimpannya di kapal. Cara ini disadari menghadapi tantangan besar. Pertama, soal suplai energi untuk isi ulang (recharge) bahan kimia penyerap CO2 yang digunakan.

Tristan Smith, pengamat energi dan perkapalan dari University College London, Inggris, mengatakan beberapa sistem yang ada menjadikan konsumsi bahan bakar bertambah sepertiga hanya untuk menangkap setengah jumlah emisi CO2-nya.

Sistem, dan jumlah karbon yang mereka tangkap, juga bakal memakan ruangan di kapal yang amat berharga--karena bisa digunakan untuk tambah kapasitas kargo. Seperti dituturkan Jasper Ros dari TNO, sebuah organisasi riset di Belanda, kebutuhan akan ruang menjadi isu kedua yang dihadapi. “Terutama ketika Anda bicara tentang pelayaran yang panjang atau jauh," kata Ros.

Menurut George Mallouppas dari Cyprus Marine & Maritime Institute, setiap ton bahan bakar fosil yang dibakar menghasilkan sekitar tiga ton C02. "Ketika ditangkap dan disimpan, berat tambahan ini dapat mempengaruhi stabilitas kapal dan mengurangi efisiensi penggunaan bahan bakar," katanya.

Wen mengatakan Seabound melakukan uji skala kecil, menangkap sekitar satu ton C02 per hari. Itu diakui benar-benar hanya sebagian kecil dari emisi keseluruhan sebuah kapal, tapi Wen menambahkan bahwa skala penuh dari sistem yang sedang diuji itu akan mampu menangkap sampai 95 persen CO2 yang diemisikan dari sebuah kapal laut.

Untuk menghemat energi dan emisi karbon, Seabond menghapus sebagian kegiatannya di laut. Di atas kapal, cerobong asap ditambahkan bagian yang memiliki bahan kimia penyerap dari kalsium oksida. Senyawa itu akan bereaksi dengan CO2 dan membentuk kalsium karbonat yang solid (kerikil).

Perusahaan kemudian menunggu untuk recharge bahan kimia itu sampai kerikil kalsium karbonat yang dihasilkan dibongkar muat di pelabuhan dan dipindahkan untuk penyimpanan yang permanen. Dan, ya, pengorbanannya adalah ruang.

Pada Seabound, kapal harus membawa tangki berisi bahan kimia itu bersama setiap ton CO2 tangkapannya. Tetap, Wen mengatakan pengujian sistem akan terus berjalan. Sebanyak seribu kapal ditarget memasang atau menjalankan sistem tangkap karbon yang sama per 2030 nanti.

Sebuah perusahaan Belanda, Value Maritime, mengambil pendekatan yang sama. Bedanya, Value Maritime menggunakan sebuah bahan kimia amina cair sebagai penyerap CO2.

Yvette van der Sommen dari Value Maritime mengatakan sudah ada 26 kapal yang menggunakan sistem ini plus sulphur pollution-scrubbers untuk menangkap sampai 40 persen CO2 dalam cerobong.

Belum ada pihak ketiga yang mensertifikasi inisiatif atau cara Value Maritime. Masih versi Sommen, sebagian tangkapan CO2 dijual ke rumah-rumah kaca untuk menyuburkan tanaman. Tapi sebagian besar lainnya masih tersimpan dalam tangki-tangki di pelabuhan.

Menurut Smith, apa yang ditawarkan Seabound dan Value Martime terlihat menarik untuk pemangkasan emisi. Tapi, dia berpendapat, cepatnya perkembangan bahan bakar yang lebih bersih, seperti bahan bakar dari metanol, untuk kapal laut akan membuat sistem-sistem itu tak laku.

Kecuali Seabound dan Value Maritime dapat mencapai hasil tangkapan yang tinggi dengan ongkos yang cukup rendah. "Kapal laut memiliki waktu yang sangat pendek untuk dekarbonisasi, karena mereka telah memulai dengan sangat terlambat," kata Smith.

NEWSCIENTIST

Pilihan Editor: Amuk Angin Mirip Tornado di Rancaekek dan Video Mencekam dari Balik Kaca Jendela

Berita terkait

Cerita Startup Sampangan Ciptakan Produk dari Sampah, Dapat Hibah Rp 3 Miliar di Philanthropy Asia Summit 2024

1 jam lalu

Cerita Startup Sampangan Ciptakan Produk dari Sampah, Dapat Hibah Rp 3 Miliar di Philanthropy Asia Summit 2024

Startup Sampangan produksi karbon aktif dan asap cair dari berbagai jenis sampah peroleh pendanaan 250 ribu dolar Singapura atau hampir Rp 3 miliar

Baca Selengkapnya

Perusahaan Rintisan Ini Terjemahkan Manga Jepang dengan AI, Bagaimana Cara Kerjanya?

3 hari lalu

Perusahaan Rintisan Ini Terjemahkan Manga Jepang dengan AI, Bagaimana Cara Kerjanya?

Startup Jepang, Orange, memakai AI untuk alih bahasa berbagai manga atau komik ke dalam berbagai bahasa. Salah satu upaya menangkal pembajakan.

Baca Selengkapnya

Startup Logistik Ini Boyong Teknologi Pendingin Canggih ke Indonesia, Mampu Kelola 4 Jenis Suhu

4 hari lalu

Startup Logistik Ini Boyong Teknologi Pendingin Canggih ke Indonesia, Mampu Kelola 4 Jenis Suhu

Coldspace meluncurkan teknologi pendingin hybrid untuk pabrik bahan makanan di Srengseng,Jakarta Barat. Diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Startup Runchise Kumpulkan Modal Segar Rp 16 Miliar, Akan Digunakan untuk Apa Saja?

4 hari lalu

Startup Runchise Kumpulkan Modal Segar Rp 16 Miliar, Akan Digunakan untuk Apa Saja?

Startup manajemen restoran dan waralaba kuliner dalam negeri, Runchise, memperoleh pendanaan segar sebesar US$1 juta atau sekitar Rp 16 miliar.

Baca Selengkapnya

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House di Depok

5 hari lalu

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House di Depok

Presiden Jokowi mengharapkan pembukaan IDHT memperkuat ekosistem digital lokal.

Baca Selengkapnya

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

14 hari lalu

Startup Asal Bandung Produksi Material Fashion Berbahan Jamur, Tembus Pasar Singapura dan Jepang

Startup MYCL memproduksi biomaterial berbahan jamur ramah lingkungan yang sudah menembus pasar Singapura dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Otorita Bakal Bangun Nusantara Knowledge di IKN

14 hari lalu

Otorita Bakal Bangun Nusantara Knowledge di IKN

Otorita IKN mencanangkan pembangunan pusat riset dan kampus startup bernama Nusantara Knowledge Hub atau K-Hub.

Baca Selengkapnya

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

15 hari lalu

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

17 hari lalu

Indonesia Bahas Pengurangan Emisi Karbon di Hannover Messe 2024

Pemerintah RI membahas langkah strategis mengurangi emisi karbon sektor industri di ajang pameran global Hannover Messe 2024 Jerman.

Baca Selengkapnya

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

19 hari lalu

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

Dua startup asal Indonesia, MYCL dan Sampangan, mendapat pendanaan dari Philanthropy Asia Summit 2024 karena sukses mengelola limbah.

Baca Selengkapnya