Kajian Peneliti BRIN, Fenomena di Rancaekek Merupakan Karakter Puting Beliung Sangat Kuat

Sabtu, 24 Februari 2024 13:10 WIB

Warga menjemur perabotan rumahnya pasca angin puting beliung di Desa Sukadana, Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Jawa Barat, 22 Februari 2024. Selain merusak komplek pabrik tekstil di Sumedang, angin puting beliung juga merusak 534 rumah di sejumlah perkampungan di Kecamatan Rancaekek, Cicalengka, dan Cileunyi di Kabupaten Bandung, serta Kecamatan Cimanggung dan Jatinangor di Kabupaten Sumedang. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil kajian peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), fenomena pusaran angin kencang di Rancaekek pada Rabu, 21 Februari 2024, yang beredar luas di media sosial, merupakan kejadian cuaca ekstrem yang memperlihatkan karakteristik puting beliung sangat kuat.

“Ditandai dengan area terdampak yang luas serta intensitas yang sangat kuat hingga menyebabkan bangunan rusak, kendaraan terguling, dan sebagainya,” kata Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi lewat keterangan tertulis, Sabtu 24 Februari 2024.

Sebelumnya diberitakan, angin kencang yang terjadi pada sekitar pukul 15.30 – 16.00 itu menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat berdampak ke lima kecamatan, yaitu Jatinangor dan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, dan kecamatan Cileunyi, Rancaekek, serta Cicalengka di Kabupaten Bandung.

Setidaknya 13 pabrik dan 10 rumah di Kabupaten Sumedang mengalami kerusakan. Sementara di Kabupaten Bandung, ada 18 pabrik dan toko serta 151 unit rumah warga rusak berat. Adapun 223 unit rumah rusak ringan dan 119 unit rumah rusak sedang.

Menurut Didi, dalam bahasa Inggris, istilah puting beliung dikenal sebagai microscale tornado atau tornado skala kecil, karena ukurannya yang lebih kecil daripada tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah.

Advertising
Advertising

“Fenomena tornado menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong,” ujarnya.

Dari hasil analisis awal menunjukkan penyebab dari kejadian puting beliung di Rancaekek kemungkinan adalah terjadinya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah tersebut pada sore hari. Kondisi itu menyebabkan pertumbuhan awan Cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas.

Proses pembentukan awan membebaskan panas laten yang selanjutnya meningkatkan updraft atau aliran udara ke atas. Sebaliknya, updraft yang semakin kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini menyebabkan updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena adanya windshear yaitu perbedaan arah atau kecepatan angin. “Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung,” kata Didi.

Dia menjelaskan perbedaan antara tornado dan puting beliung. Tornado biasanya terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front atau batas antara dua massa udara yang berbeda atau di dalam awan badai supersel. Sementara puting beliung biasanya terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan dengan downburst atau microburst, yakni aliran udara ke bawah yang kuat.

Dari segi skala, tornado biasanya lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar. Sementara puting beliung biasanya lebih kecil dan kecepatan anginnya lebih rendah.

Selain itu tornado dapat berlangsung hingga beberapa jam. Sedangkan puting beliung biasanya berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit. Adapun tornado biasanya terbentuk di wilayah lintang menengah dengan gradien atau perbedaan temperatur yang tinggi. Puting beliung biasanya terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap. Selain itu, dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung. “Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk,” kata Didi.

Sementara menurut Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan, Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat. Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau yang ditandai dengan banyaknya pepohonan. Artinya, lingkungannya masih relatif bersih. Namun, sekarang kawasan ini telah beralih fungsi dari yang semula hijau berubah menjadi kawasan industri. “Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin,” ujarnya.

Menurut Eddy, industri banyak menghasilkan gas emisi yang tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer akibat efek rumah kaca. Dengan lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari. Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah. Kondisi seperti itu kata dia, dimulai sejak 19 Februari 2024. “Saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek,” kata dia.

Proses itu menurutnya terjadi agak lama sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan Cumulus kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar atau dikenal sebagai puting beliung.

Walaupun mekanismenya agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. “Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” ujar Eddy.

Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek misalnya, hingga kini relatif sulit diprediksi kehadirannya. Selain terbatasnya data yang beresolusi tinggi, namun juga mekanisme pembentukannya, belum dipahami dengan baik dan sempurna. “Adalah wajar jika kadangkala masing-masing kita memiliki pandangan berbeda,” katanya.

Kejadian di Rancaekek, menurutnya, kejadian langka yang berdampak pada satu kawasan. Dia mengimbau masyarakat tidak usah panik secara berlebihan dan mengikuti terus informasi terkini yang diberikan oleh BMKG, BPBD atau lembaga lain dan memantau secara rutin. Slain itu, tidak mengaitkan kejadian itu dengan hal-hal yang tidak masuk akal dan tetap berpikir jernih serta logis.

Menurut Eddy, sudah saatnya masyarakat diberi pencerahan tentang kejadian-kejadian ektrem yang sepertinya akan bertambah di masa mendatang karena kejadian ini terkait erat dengan perubahan suhu udara dan perubahan tekanan udara yang tiba-tiba naik drastis. Karena itu, tambahnya, sudah saatnya untuk dipasang alat pemantau perubahan tekanan, bisa barometer atau lainnya. Dia juga menganjurkan agar memperbanyak penanaman pohon untuk meredam efek pemanasan global.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Albertus Sulaiman mengatakan, angin puting beliung merupakan fenomena yang menarik dan masih merupakan buku terbuka karena sifatnya yang unik, terjadi di ekuator, secara spasial tidak terlalu besar dan berlangsung dalam tempo yang cukup cepat, sehingga sulit untuk di observasi.

“Dewasa ini angin puting beliung terjadi dalam intensitas atau kekuatan yang semakin besar di mana mulai mengancam masyarakat,” katanya. Menurutnya, kunci utamanya memahami mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting beliung.

Observasi atau pengamatan dengan durabilitas tinggi menjadi penting untuk dilakukan BMKG. Menurutnya, institusi itu perlu lebih banyak memasang intrumen seperti Automatic Weather Station (AWS) dan radar dengan resolusi spasial dan temporal lebih tinggi di area yang sering terjadi puting beliung. “Saat ini observasi puting beliung hanya muncul dari foto dan video yang dikirimkan dari saksi, tetapi ini juga sudah berarti,” katanya.

Pusat Riset Artifisial Inteligen BRIN telah menggembangkan algoritma pengenalan pola dari foto dan video. Pengabungan hasil pengenalan pola dan model deterministik atau fluid dynamics dapat digunakan untuk lebih memahami mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting beliung dengan baik. Kerja sama antar disiplin ilmu dan partisipasi masyarakat diharapkan mempercepat pemahaman tentang angin puting beliung sehingga bisa dideteksi dini, serta melakukan mitigasi dan adaptasi.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

5 jam lalu

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

Alat dan perangkat lunak meteran air bersistem token yang dikembangkan Telkom University direncanakan masuk ke pasaran.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

6 jam lalu

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

Tim BRIN meneliti sejumlah kondisi geologi yang bisa memicu gempa bumi di Indonesia. Salah satunya soal Sesar Lembang dan sesar lain di sekitarnya.

Baca Selengkapnya

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

10 jam lalu

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

Sampah antariksa saat ini sekitar 24.000. Peneliti BRIN melakukan studi soal potensi jatuhnya ke wilayah Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

1 hari lalu

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

Deklarasi Ganjar menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo bisa jadi merupakan penegasan arah politik PDIP.

Baca Selengkapnya

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

1 hari lalu

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

Tim peneliti di Telkom University mengembangkan sistem perangkat lunak dan alat pencatat meteran air bagi kalangan pelanggan perusahaan air minum.

Baca Selengkapnya

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

2 hari lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

3 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

3 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

3 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

4 hari lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya