TEMPO Interaktif, Jakarta - Prinsip-prinsip fisika seperti tekanan dan gerakan fluida bisa membuat model satu titik awan berkembang menjadi motif batik yang sangat kompleks dan bermakna. Profesor Yohanes Surya mengungkapkan hal itu dalam peluncuran buku Fisika Batik, Jejak Sains Modern dalam Seni Tradisi Indonesia kemarin.
"Banyak contoh lainnya, bukan cuma titik awan," kata pengasuh tim olimpiade fisika Indonesia dari tahun ke tahun itu. "Pola segitiga yang menjadi dasar gambar sayap burung, misalnya."
Hubungan erat antara fisika dan batik itulah yang diteliti, lalu dijadikan buku oleh Hokky Situngkir dan Rolan Dahlan dari Bandung Fe Institute. Ini adalah buku kedua Hokky dan Bandung Fe Institute setelah tahun lalu meluncurkan Solusi untuk Indonesia, Prediksi Ekonofisik/Kompleksitas.
Sama seperti untuk buku yang pertama, Yohanes Surya dan Surya Research Institute juga berperan melakukan supervisi proses penelitian dan penulisan buku itu. "Buku ini bukan cuma mengungkap betapa jeniusnya para pembuat batik zaman dulu, tapi juga kita bisa melestarikannya dengan membuat motif-motifnya yang lain," kata Hokky.
Yohanes menekankan pada motif batik yang zaman dulu itu. Menurut Yohanes, motif batik saat ini kebanyakan dangkal hanya berupa pemandangan alam. "Yang kami lakukan dengan buku ini adalah berusaha membaca pikiran nenek-nenek kita dulu dalam membuat batik," kata dia.
Dalam peluncuran buku itu hadir pula Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Nugra Akbari, peraih medali emas dalam International Conference of Young Scientists ke-16, Polandia, 2009. Nugra di bawah bimbingan Hokky cs mengajukan judul penelitiannya, "M-Batik: The Computation of Indonesia's Dying Traditional Batik Design".
WURAGIL