Koalisi Perlindungan Hewan Khawatir Penangkapan Monyet Ekor Panjang Picu Penyakit Zoonosis

Senin, 25 Maret 2024 16:22 WIB

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. Berdasarkan Internasional Union for Conservation Nature (IUCN) Monyet ekor panjang mengalami perubahan status dari rentan (vunerable) menjadi terancam punah (endangered) yang diprediksi populasinya akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun akibat habitat yang mulai hilang serta perdagangan ilegal. ANTARA/Budi Candra Setya

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi perlindungan satwa global, The Asia for Animals Coalition (AfA), menyatakan bahwa penangkapan monyet ekor panjang (macaca fascicularis) bisa meningkatkan peluang penyebaran penyakit dari satwa ke manusia atau zoonosis. Kekhawatiran itu diungkapkan koalisi dalam surat yang dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada 21 Maret 2024.

Menurut organisasi yang terdiri dari 166 organisasi perlindungan hewan itu, para ahli penyakit menular sepakat bahwa hewan liar kemungkinan besar akan menjadi sumber penyakit di masa depan setelah pandemi. “Dengan setidaknya 70 persen penyakit yang muncul terkait dengan kontak manusia dengan satwa liar,” begitu bunyi pernyataan Afa dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo pada Senin, 25 Maret 2024.

Action for Primates, salah satu anggota koalisi, meminta Indonesia menjadi pemimpin langkah konservasi terhadap monyet ekor panjang melalui pembatasan ekspor primata tersebut. Pendiri Asian for Primates, Sarah Kite, mengatakan surat yang mereka kirimkan kepada KLHK mewakili jutaan individu dari seluruh dunia yang tergabung dalam Afa.

“Dengan hormat mendorong Indonesia untuk mengakhiri perdagangan secara global monyet ekor panjang. Dan sebaliknya fokus pada pengembangan manusia yang manusiawi, serta bertanggung jawab kepada perlindungan dan pengelolaan satwa," kata Sarah.

Melalui surat tersebut, para anggota Afa menyatakan kekhawatiran peningkatan angka ekspor monyet ekor panjang. Indonesia sempat berhenti mengekspor satwa pada 2015-2018, namun menyambungnya kembali pada 2019. Padahal, Union for Conservation of Natural Resources (IUCN) memasukkan monyet ekor panjang ke dalam daftar merah sebagai spesies yang terancam punah.

Advertising
Advertising

Pada 2022, hampir 1.000 individu diekspor oleh Indonesia ke Amerika Serikat. Data Action for Primates menunjukkan bahwa 870 ekor dari jumlah tersebut ditangkap dari alam. Sisanya dari generasi pertama yang lahir di penangkaran. Ancaman terbesar monyet ekor panjang saat ini adalah besarnya permintaan dari industri penelitian yang membutuhkan hewan spesimen.

Kendati KLHK tidak mengeluarkan kouta ekspor pada 2022, Indonesia kembali meningkatkan kouta ekspor monyet ekor panjang sebanyak 40 persen pada 2023. Kuota 1.402 ekor itu seluruhnya hasil tangkapan dari alam.

Dalam suratnya, pihak AfA mengaku khawatir bila jumlah ekspor tersebut terus meningkat ke depannya. "Selama beberapa tahun terakhir, beberapa pihak mencurigai industri biomedis Indonesia telah memanfaatkan monyet ekor panjang yang ditangkap secara liar sebagai bahan baku subjek penelitian di dalam negeri dan sebagai stok untuk sarana penangkaran.”

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Satyawan Pudyatmoko, pemanfaatan monyet ekor panjang untuk tujuan biomedis dalam memproduksi vaksin. Dia meyakinkan bahwa keputusan penetapan kuota tangkap alam untuk biomedis sudah berbasis rekomendasi dari otoritas ilmiah yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Satwa untuk percobaan itu datang dari 8 unit penangkaran monyet ekor panjang yang saat ini terdaftar oleh pemerintah. Lokasinya tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Selatan.

"Sesuai hasil survei potensi dengan tetap berdasarkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan keberlangsungan populasi spesies tersebut di alam," ucap Satyawan kepada Tempo pada 20 Maret lalu

Pilihan Editor: BBKSDA Jawa Timur Mulai Menghitung Stok Karbon di Kawasan Konservasinya

Berita terkait

Monyet Ekor Panjang Muncul di Pemukiman Sleman yang Berjarak 10 KM dari Gunung Merapi

3 hari lalu

Monyet Ekor Panjang Muncul di Pemukiman Sleman yang Berjarak 10 KM dari Gunung Merapi

Memasuki bulan kemarau awal Mei ini, warga di Dusun Rejodani, Sariharjo, Ngaglik, Sleman Yogyakarta dikagetkan dengan kemunculan sejumlah monyet ekor panjang

Baca Selengkapnya

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

5 hari lalu

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

Seekor orangutan di Suaq Belimbing, Aceh Selatan, menarik perhatian peneliti karena bisa mengobati sendiri luka di mukanya dengan daun akar kuning

Baca Selengkapnya

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

15 hari lalu

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

Saat ini kejahatan perdagangan satwa dilindungi kerap dilakukan melalui media online.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

15 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

16 hari lalu

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

Setiap negara bebas memilih untuk mengurangi gas rumah kaca yang akan dikurangi atau dikelola.

Baca Selengkapnya

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

17 hari lalu

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

Polisi telah mengungkap tiga pelaku yang memproduksi video penyiksaan anak monyet ekor panjang. Mereka mendapat pesanan dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

21 hari lalu

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Belum Ada Kasus Virus B di Indonesia, Kemenkes Tetap Minta Waspada

30 hari lalu

Belum Ada Kasus Virus B di Indonesia, Kemenkes Tetap Minta Waspada

Kemenkes menyatakan hingga kini belum terdeteksi adanya risiko kasus Virus B di Indonesia namun masyarakat diingatkan untuk tetap waspada

Baca Selengkapnya

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

30 hari lalu

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

Temuan individu baru badak Jawa menambah populasi satwa dilindungi tersebut di Taman Nasional Ujung Kulon. Beragam ancaman masih mengintai.

Baca Selengkapnya

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

30 hari lalu

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

Selama tiga hari terakhir, bersamaan dengan mudik lebaran, 11 stasiun pemantau kualitas udara Jakarta dan sekitarnya mencatat membaiknya level ISPU.

Baca Selengkapnya