Benarkah Bumi Akan Alami Kegelapan pada 8 April 2024?

Editor

Nurhadi

Jumat, 29 Maret 2024 13:07 WIB

Penampakan gerhana bulan sebagian atau Parsial di langit Jakarta, Minggu, 29 Oktober 2023. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) peristiwa gerhana bulan parsial terjadi saat posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar membuat sebagian piringan bulan masuk ke umbra (bayangan gelap) Bumi sehingga saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat gelap sedikit kemerahan di bagian yang terkena umbra Bumi. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S.

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah unggahan video berdurasi satu menit di media sosial Facebook menarasikan Bumi akan mengalami kegelapan selama 72 jam atau 3 hari mulai dari 8 April 2024. Dalam unggahan itu dinarasikan akibat dari fenomena Bumi yang akan melewati "Sabuk Foton". Saat momen itu, tidak ada cahaya Matahari ataupun Bulan di permukaan Bumi. Karena itu masyarakat disarankan untuk menyediakan stok makanan, air, hingga lilin.

Lantas, benarkah unggahan tersebut?

Dilansir dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahli Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa informasi yang beredar tersebut adalah keliru, termasuk juga istilah Photon Belt atau Sabuk Foton yang tidak diakui dalam ilmu sains.

Thomas menyebut fenomena yang justru akan terjadi pada 8 April mendatang merupakan gerhana matahari cincin yang akan dirasakan di beberapa negara, di antaranya Kanada dan Amerika Serikat. Saat gerhana matahari cincin, puncak hanya mengakibatkan minimnya cahaya. Namun, dalam tempo sementara.

Gerhana matahari terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi sejajar, baik seluruhnya maupun sebagian. Bergantung pada keselarasannya, gerhana memberikan pemandangan Matahari atau Bulan yang unik dan menarik.

Advertising
Advertising

Gerhana matahari terjadi ketika Bulan melintas di antara Matahari dan Bumi, menimbulkan bayangan di Bumi yang menghalangi seluruh atau sebagian cahaya Matahari di beberapa area. Hal ini hanya terjadi sesekali, karena Bulan tidak mengorbit pada bidang yang sama persis seperti Matahari dan Bumi. Waktu sejajarnya disebut musim gerhana yang terjadi dua kali dalam setahun.

Kecuali momen totalitas yang terjadi selama gerhana matahari total, pengamat harus selalu menggunakan kacamata gerhana atau metode pengamatan matahari alternatif yang aman, seperti proyektor lubang jarum untuk melihat Matahari. Termasuk saat menyaksikan gerhana sebagian atau cincin, atau sebelum atau sesudah gerhana matahari total.

Dikutip dari laman NASA, gerhana matahari cincin terjadi ketika Bulan melintas di antara Matahari dan Bumi, namun berada pada atau dekat titik terjauhnya dari Bumi. Karena jarak Bulan dari Bumi, Bulan tampak lebih kecil dari Matahari dan tidak menutupi Matahari seluruhnya. Akibatnya, Bulan tampak sebagai piringan gelap di atas piringan terang yang lebih besar, sehingga menciptakan apa yang tampak seperti cincin yang mengelilingi Bulan.

Dilansir dari Space, gerhana matahari cincin terjadi ketika Bulan menutupi pusat Matahari kecuali tepi terluar matahari yang tetap terlihat, sehingga membentuk cincin api di sekitar Bulan. Istilah annular berasal dari kata Latin annulus yang berarti cincin. Sebutan gerhana matahari cincin ini merujuk pada titik tergelap atau maksimum yang dapat terlihat dari suatu lokasi.

ANTARA

Pilihan Editor: Saran buat Pengendara di Jalan saat Terjadi Gerhana Matahari

Berita terkait

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

14 jam lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

18 jam lalu

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

Sejak Juni 2023, setiap bulan temperatur bumi terus memanas, di mana puncak terpanas terjadi pada April 2024.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

1 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

1 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

1 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

2 hari lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

2 hari lalu

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator potensi gempa bumi di Sumatera bagian paling selatan.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

2 hari lalu

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

Menurut peneliti BRIN, suhu panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini kategorinya suhu tinggi, bukan gelombang panas atau heatwave.

Baca Selengkapnya

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

2 hari lalu

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

Aastronom BRIN menyebut fenomena adanya bintang jatuh di Yogyakarta dan sekitarnya itu sebagai meteor sporadis.

Baca Selengkapnya

Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

2 hari lalu

Kaya Aktivitas Perikanan dan Tambang, Teluk Kendari Mendangkal dengan Cepat

Teluk Kendari di kota Kendari mengalami pendangkalan yang dramatis selama sekitar 20 tahun terakhir. Ini kajian sedimentasi di perairan itu oleh BRIN.

Baca Selengkapnya