Inilah perumpamaan Akhmad Rifai, pakar bom dari Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tentang cara teroris memasukkan bomnya ke Marriott. Diketahui, hingga kini cara bom itu dimasukkan ke Kamar 1808 itu masih merupakan misteri.
Menurut Akhmad, peneliti BPPT yang menimba ilmu tentang bom dan bahan peledak di Jerman, hotel biasanya hanya menggunakan detektor logam untuk mencegah masuknya bom. Alat ini kurang awas. “Detonator yang cuma sepanjang 3,5 sentimeter dan diameter 2 milimeter jelas bisa lolos lewat atas meja bersama telepon genggam dan harta benda mengandung logam lainnya seperti gantungan kunci,” ujarnya.
Semudah itu pula meloloskan bahan peledak. Tanpa pemindai sinar-X seperti yang ada di bandara-bandara, bahan mirip dodol itu--padatan yang mudah dibentuk--bisa dikemas seperti makanan. ”Tinggal masukkan dalam stoples, di atasnya ditumpuk dengan kemasan plastik berisi makanan, pasta itu sudah sulit dibedakan,” katanya. ”Tidak semua petugas keamanan di hotel dan mal di Tanah air fasih dengan bentuk-bentuk detonator, bahan peledak, booster, dan komponen pendukung bom lainnya,” dia mengingatkan.
Sebenarnya anjing bisa dilatih untuk mengendus bahan peledak. Namun, ujar Akhmad, kepentingan pengunjung membuat hewan ini sering kali dianggap kurang produktif. “Istri saya, misalnya, lebih memilih tidak jadi masuk ke mal kalau melihat ada anjingnya,” kata Akhmad.
Bagaimana dengan kabel-kabel bom? Ini juga bisa diselundupkan dalam notebook. “Tinggal tukar baterai,” kata Akhmad lagi. Menurut dia, tidak perlu kabel panjang untuk merakit bom kembar. “Tidak sampai setengah meter. Sepuluh sentimeter juga cukup,” kata dia.
Sesampai di dalam kamar hotel, seluruh komponen tinggal dirangkai secara fisik. "Tidak perlu reaksi kimia. “Ini sangat mudah seperti bikin nasi goreng saja,” ujarnya.
WURAGIL