Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

Reporter

Andika Dwi

Sabtu, 27 Juli 2024 06:00 WIB

Warga menggunakan payung di bawah sengatan matahari di Tokyo, Jepang, 9 Juli 2024. Jepang diterjang gelombang panas dengan cakupan lebih luas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu mencapai rekor tertinggi mendekati 40 derajat celsius, terjadi pada Senin (8/7/2024), di Tokyo dan di wilayah selatan Wakayama. REUTERS/Issei Kato

TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang panas tengah melanda seluruh dunia, terutama Eropa. Hawa gerah ekstrem itu menyusul kebakaran hutan yang terjadi di sebagian wilayah Mediterania, Kanada, dan Rusia. Layanan perubahan iklim Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), mencatat rata-rata suhu permukaan udara global meningkat menjadi 17,15 derajat Celcius pada Senin, 22 Juli 2024, atau lebih tinggi 0,06 derajat Celcius dari suhu udara sehari sebelumnya.

Rekor hari terpanas juga terjadi pada Juli lalu. Rekor ini berulang kali terpecahkan selama empat hari berturut-turut, dari 3-6 Juli 2023. Rekor hari terpanas terakhir kali terpecahkan pada Agustus 2016.

Penyebab Gelombang Panas di Eropa

Seorang ilmuwan iklim dari Universitat Leipzig di Jerman, Karsten Haustein, mengatakan pemecahan rekor hari terpanas itu sangat tidak biasa. Dunia disebut sudah memasuki fase netral dari El Nino-Southern Oscillation. Fase yang sudah melenceng dari pola iklim El Nino itu umumnya justru memperkuat suhu global, terutama karena perairan di Pasifik Timur lebih hangat dari biasanya.

Advertising
Advertising

Pola baru itu menunjukkan pengaruh perubahan iklim yang lebih besar dari sebelumnya. Para ilmuwan menyebut perubahan iklim didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil yang dapat meningkatkan suhu global.

Berpendapat senada, seorang ilmuwan iklim dari Imperial College London di Inggris, Joice Kimutai, mengaku sangat khawatir soal ketiadaan tahun El Nino dan perjalanan menuju La Nina. Peneliti yang juga aktif di Departemen Meteorologi Kenya ini juga menyebut La Nina bakal menyebabkan pendinginan global yang substansial, menutupi sebagian pemanasan akibat perubahan iklim.

“Maka kita akan benar-benar berharap suhu akan turun,” tutur Kimutai, dilansir dari Reuters, Rabu, 24 Juli 2024. “Jika tidak terjadi, maka itu berarti ada sesuatu yang salah pada planet kita.”

Suhu Udara Lebih dari 40 Derajat Celcius

Kantor berita nasional Turkiye, Anadolu Ajansi, menyebut suhu udara di banyak negara Eropa sudah menembus 40 derajat Celcius. Merujuk laporan di web resmi kantor berita tersebut, AA.com, pada Rabu, 17 Juli 2024, Kementerian Kesehatan di Italia telah mengeluarkan peringatan merah kategori tiga untuk 13 kota besar, termasuk Roma, Florence, Bologna, Palermo, dan Trieste.

Peringatan itu mewakili suhu yang tinggi. Di negara-negara tersebut, para regulator tingkat daerah mulai menerapkan langkah-langkah mendesak, seperti melarang pekerjaan di luar ruangan mulai pukul 12.30 hingga 16.00 waktu setempat.

Badan Meteorologi Nasional (EMY) di Yunani menyatakanj massa udara panas ekstrem yang menutupi sebagian besar Eropa Timur dan Balkan bakal mempengaruhi seluruh negara. Suhu di wilayah utara Yunani diperkirakan mencapai 43 derajat Celcius, sedangkan di sisi tengah dan barat sekitar 41-42 derajat Celcius.

Suhu udara di sebagian besar wilayah Bulgaria juga mencapai sekitar 38-43 derajat Celcius. Merujuk info dari Institut Meteorologi dan Hidrologi Nasional (NIMH) Bulgaria, hanya suhu di provinsi Laut Hitam yang lebih rendah dari kisaran tersebut.

Administrasi Cuaca Nasional Rumania (ANM) juga menerbitkan peringatan khusus soal gelombang panas ekstrem yang dampaknya luas. Suhu udara di sana diperkirakan berkisar 37-42 derajat Celcius.

Lembaga Meteorologi Nasional Spanyol (AEMET) juga mengumumkan soal gelombang panas. Mereka sempat menyebut “hari-hari terburuk” terjadi pada 18-19 Juli lalu, kecuali di pantai Mediterania. Suhu udara di banyak wilayah dalam Negeri Matador melebihi 44 derajat Celcius.

“Malam hari akan terasa hangat. Kondisi berkabut akan menyertai panasnya cuaca,” begitu bunyi pernyataan resmi lembaga tersebut.

MELYNDA DWI PUSPITA | REUTERS | ANADOLU AJANSI

Pilihan Editor: ITB Pasang Teleskop Radio Seharga Rp 90 Miliar di Observatorium Bosscha

Berita terkait

Citra Satelit NASA Tampilkan Fenomena Gurun Sahara Menjadi Hijau, Apa Penyebabnya?

1 hari lalu

Citra Satelit NASA Tampilkan Fenomena Gurun Sahara Menjadi Hijau, Apa Penyebabnya?

Menurut NASA Earth Observatory, kawasan Gurun Sahara di beberapa negara menunjukkan tanda-tanda tumbuhnya vegetasi hijau. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

WMO Cemaskan Sebagian Bumi yang Banjir Bandang, Sebagian Lain Kekeringan

1 hari lalu

WMO Cemaskan Sebagian Bumi yang Banjir Bandang, Sebagian Lain Kekeringan

Keseimbangan yang ironis antara banjir dan kekeringan telah menjerumuskan banyak negara ke dalam krisis air yang semakin parah.

Baca Selengkapnya

Studi: Eksploitasi dan Perubahan Iklim Tingkatkan Kadar Racun Logam di Laut

2 hari lalu

Studi: Eksploitasi dan Perubahan Iklim Tingkatkan Kadar Racun Logam di Laut

Perubahan iklim dan pencemaran lingkungan meningkatkan kadar racun pada logam di laut. Terdistribusi juga melalui sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Hurikan Milton Terkuat Ketiga Sepanjang Sejarah Badai Atlantik, Tumbuh Tercepat Kedua

3 hari lalu

Hurikan Milton Terkuat Ketiga Sepanjang Sejarah Badai Atlantik, Tumbuh Tercepat Kedua

Badai yang mendapat kekuatan secepat Hurikan Milton berarti mempersempit waktu masyarakat untuk bersiap menyelamatkan diri.

Baca Selengkapnya

Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Negara Asia Pasifik untuk Mitigasi Perubahan Iklim

8 hari lalu

Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Negara Asia Pasifik untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mewakili Indonesia dalam pertemuan dengan negara-negara Asia Pasifik mendiskusikan langkah-langkah kolaboratif di tingkat regional guna mempersiapkan tantangan perubahan iklim dengan menhadirkan solusi inovatif lewat pendekatan berbasis laut pada Regional Dialogue on Ocean-Based Climate Action atau OBCA, yang digelar di Bangkok, pada Kamis, 19 September 2024.

Baca Selengkapnya

BNPB Siapkan Aturan Penyaluran Pooling Fund Bencana

8 hari lalu

BNPB Siapkan Aturan Penyaluran Pooling Fund Bencana

BNPB menyiapkan aturan penyaluran dana bersama atau pooling fund bencana (PFB) yang bisa dipakai dalam antisipasi dan penanganan bencana.

Baca Selengkapnya

Tim Penyelamat Cari Korban Hilang dalam Banjir Bandang di Bosnia

11 hari lalu

Tim Penyelamat Cari Korban Hilang dalam Banjir Bandang di Bosnia

Sebuah alat berat excavator membersihkan puing-puing yang menutupi rumah dan kendaraan. Tim penyelamat berdiri untuk melihat apakah ada korban

Baca Selengkapnya

Gletser Tebal Ditemukan di Qinghai-Xizang Cina, Mengenali Lapisan Es Besar Ini

14 hari lalu

Gletser Tebal Ditemukan di Qinghai-Xizang Cina, Mengenali Lapisan Es Besar Ini

Tim peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cina mengidentifikasi gletser paling tebal di Qinghai-Xizang. Apa itu gletser?

Baca Selengkapnya

BRGM Rangkul Generasi Muda Hadapi Triple Planetary Crisis

15 hari lalu

BRGM Rangkul Generasi Muda Hadapi Triple Planetary Crisis

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menggelar Youth Conservation Fest 2024 atau #YCFest2024 bertema Let's Fight Triple Planetary Crisis sebagai salah satu bentuk inisiatif untuk menghimpun semangat generasi muda dalam memerangi isu lingkungan serta upaya pelestariannya.

Baca Selengkapnya

Jumlah Korban Banjir Capai 218 Jiwa dan Penundaan Bantuan Picu Kemarahan Publik Nepal

16 hari lalu

Jumlah Korban Banjir Capai 218 Jiwa dan Penundaan Bantuan Picu Kemarahan Publik Nepal

Korban selamat dari banjir monsun yang melanda Nepal mengkritik pemerintah karena upaya bantuan yang tidak memadai

Baca Selengkapnya