Bahaya Polusi Mikroplastik Ancam Kehidupan Manusia dan Biota Laut

Rabu, 7 Agustus 2024 17:50 WIB

Salah satu instalasi bertuliskan "Sungai Brantas tercemar mikroplastik" yang dipajang di Museum Plastik, Gresik, Jawa Timur, 28 September 2021. Museum plastik ini didirikan oleh kelompok aktivis lingkungan Ekologi Observasi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON). REUTERS/Prasto Wardoyo

TEMPO.CO, Jakarta - Mikroplastik telah menjadi perbincangan hangat para pemerhati lingkungan dalam beberapa waktu terakhir. Melansir dari Britanicca mikroplastik adalah plastik kecil dengan ukuran panjang kurang dari 5 mm (0,2 inci).

Mikroplastik muncul di lingkungan sebagai akibat dari polusi plastik. Mikroplastik terdapat dalam berbagai produk, mulai dari kosmetik hingga pakaian sintetis hingga kantong dan botol plastik. Banyak dari produk ini mudah masuk ke lingkungan melalui limbah. Mikroplastik kini telah menajadi ancaman serius bagi dunia yang berdampak secara luas pada kebersihan lingkungan dan kelestarian makhluk hidup.

Dunia saat ini telah menghadapi fakta yang mengkhawatirkan. Melansir dari Mongabay sejak 1950 sampah plastik yang diproduksi sekitar 2 juta ton, tetapi dalam beberapa beberapa tahun terakhir hingga 2020 produksi plastik meningkat secara signifikan menjadi 400 juta ton atau setara 200 kali lipat. Bahkan prediksinya mengatakan bahwa pada tahun 2040 jumlah tersebut akan meningkat 2 kali lipat.

Bahaya Polusi Mikroplastik Bagi Kehidupan Manusia dan Biota Laut

Keberadaan mikroplastik yang menumpuk merupakan suatu ancaman yang nyata. Pasalnya microplastik merupakan limbah yang tidak dapat diurai secara hayati. Setelah berada di lingkungan mikroplastik akan terakumulasi untuk bertahan. Polusi mikroplastik tersebar di berbagai lingkungan secara luas.

Advertising
Advertising

Di lautan polusi plastik tahunan, diperkirakan mencapai 4 juta hingga 14 juta ton pada awal abad ke-21. Melansir dari Scient Direct diperkirakan terdapat setidaknya 5,25 triliun partikel plastik dengan berat hampir 269.000 ton di lautan dunia. Selain itu, mikroplastik juga mencemari udara dalam bentuk debu dan partikel berserat di udara.

Melansir dari Britanicca pada 2018, mikroplastik ditemukan pada lebih dari 114 spesies akuatik. Mikroplastik tersebut ditemukan telah bersarang di saluran pencernaan dan di jaringan organ lainnya sehingga menggangu kesehatan biota laut. Konsumsi biota laut yang tak sehat tersebut dapat menyebabkan terjadinya toksisitas neurologis dan reproduksi.

Tak hanya dalam ekosistem, mikroplastik juga telah masuk ke dalam berbagai produk yang dikonsumsi manusia. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 8 orang dari negara asal berbeda menemukan bahwa mikroplastik ditemukan dalam tinja manusia. Mikroplastik mencemari berbagai produk yang dikonsumsi manusia seperti yang utama air minum, dan garam dapur. Namun, dampak dari hasil temuan tersebut terhadap kesehatan manusia masih belum pasti.

Melansir dari Antara News Dosen dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Suyud Warno Utomo juga menegaskan terkait bahaya kontaminasi mikroplastik. Menurutnya mikroplastik juga berpotensi menjadi racun bagi sistem imun, sistem saraf, sistem endokrin, dan sistem reproduksi, serta memicu pertumbuhan sel kanker, reaksi alergi, kerusakan sel, gangguan metabolisme, dan gangguan hormon.

Sementara pada lingkungan, Suyud mengatakan mikroplastik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, kerusakan habitat, bahkan tertelan oleh hewan dan menyebabkan hewan tersebut menjadi menderita karena sulit makan atau bergerak.

"Jadi kalau kita lihat bagaimana distribusi penyebaran plastik di seluruh dunia, banyak yang di laut, di darat, di tanah juga banyak. Tentu ini berpotensi terhadap kesehatan lingkungan," ujar Suyud.

Suyud juga menyarankan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari masalah lingkungan dan kesehatan akibat polusi mikroplastik. Langkah-langkah tersebut, kata dia, adalah dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai, tidak memanaskan makanan yang dibungkus dengan kemasan plastik, kurangi alat makan berbahan plastik apalagi yang sekali pakai, menggunakan produk bebas microbeads, dan mendaur ulang produk plastik.

"Ini hanya sebagian cara. Tapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana masyarakat sadar untuk mengurangi timbulan sampah, berbelanja dengan membawa kantong sendiri, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dia hasilkan sehingga tidak membuang sampah sembarangan," kata Suyu.

Upaya Dunia Dalam Menanggulangi Permasalahan Polusi Mikroplastik

Pada bulan Maret 2022, Majelis Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEA) membuat langkah maju perjanjian internasional yaitu menandatangani resolusi yang mengikat secara hukum untuk mengatasi polusi plastik di akhir tahun 2024 .

Negosiasi yang saat ini sedang berlangsung, telah memasukkan secara eksplisit cara mengatasi polusi mikroplastik di lingkungan perairan. “Ini sangat menggembirakan, dengan adanya mandat perjanjian plastik global, dimana para pihak telah sepakat untuk mempertimbangkan plastik di seluruh siklus kehidupan,” kata Presiden dan CEO Center for International Environmental Law, Carroll Muffett.

TIARA JUWITA | ANTARA

Pilihan Editor: Fakta Mikroplastik Cemari Perairan dan Ikan di Indonesia

Berita terkait

BRGM Pulihkan Ekosistem Mangrove dengan Metode Tambak Silvofishery

10 jam lalu

BRGM Pulihkan Ekosistem Mangrove dengan Metode Tambak Silvofishery

Pemulihan ekosistem mangrove memerlukan kolaborasi antar lembaga dari tingkat pusat hingga daerah agar rehabilitasi berjalan secara berkelanjutan dan optimal.

Baca Selengkapnya

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Mengingkari Janji Pelestarian Laut

1 hari lalu

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Pengamat: Mengingkari Janji Pelestarian Laut

Pembukaan ekspor pasir laut yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi dianggap sebagai pengingkaran janji Jokowi untuk melestarikan laut.

Baca Selengkapnya

Ridwan Kamil Targetkan Polusi Udara Jakarta Turun dalam 5 Tahun

2 hari lalu

Ridwan Kamil Targetkan Polusi Udara Jakarta Turun dalam 5 Tahun

Bakal calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil menargetkan polusi udara Jakarta berkurang dalam lima tahun, melalui tiga cara.

Baca Selengkapnya

Menebus Dosa Kepada Laut

4 hari lalu

Menebus Dosa Kepada Laut

Kelompok nelayan di Karawang menggunakan rangkaian ban bekas untuk menjebak sampah plastik di laut.

Baca Selengkapnya

Atasi Kualitas Udara Buruk Jakarta, Mahasiswa UI Gagas Penyaring Karbon Monoksida Raksasa

5 hari lalu

Atasi Kualitas Udara Buruk Jakarta, Mahasiswa UI Gagas Penyaring Karbon Monoksida Raksasa

Lima mahasiswa UI merancang The Green Giant Purifier, sebuah alat penyaring udara berukuran besar untuk mengatasi masalah udara di DKI.

Baca Selengkapnya

BRIN Gagas Kandang Limbah Ternak untuk Pangkas Pencemaran di Sungai Citarum

5 hari lalu

BRIN Gagas Kandang Limbah Ternak untuk Pangkas Pencemaran di Sungai Citarum

BRIN kenalkan teknologi kandang khusus untuk mengatasi pencemaran limbah ternak di DAS Citarum.

Baca Selengkapnya

BRIN: Potensi Kerugian Akibat Kebocoran Sampah Plastik ke Laut Hingga Rp 225 Triliun Per Tahun

6 hari lalu

BRIN: Potensi Kerugian Akibat Kebocoran Sampah Plastik ke Laut Hingga Rp 225 Triliun Per Tahun

Rata-rata sekitar 484 ribu ton per tahun sampah plastik bocor ke laut dunia dari kegiatan masyarakat.

Baca Selengkapnya

BRIN Dorong Inovasi untuk Tangani Sampah Plastik di Laut

6 hari lalu

BRIN Dorong Inovasi untuk Tangani Sampah Plastik di Laut

Sampah plastik mengancam kehidupan laut, ekosistem pesisir, dan kesehatan manusia yang bergantung pada hasil laut.

Baca Selengkapnya

Janji Pramono Anung Atasi Masalah Banjir, Polusi, hingga Soal PPSU

7 hari lalu

Janji Pramono Anung Atasi Masalah Banjir, Polusi, hingga Soal PPSU

Pramono Anung berjanji akan menyelesaikan masalah-masalah kecil dulu yang ada di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Pencemaran Sampah Plastik di Laut Semakin Mengkhawatirkan, Mengapa Berbahaya?

7 hari lalu

Pencemaran Sampah Plastik di Laut Semakin Mengkhawatirkan, Mengapa Berbahaya?

Setiap tahun, lebih dari 8 juta ton sampah plastik dibuang ke laut. BRIN mendorong pengembangan riset dan penguatan regulasi untuk menanganinya.

Baca Selengkapnya