Land Cruiser Lebih Ramah Lingkungan Ketimbang Anjing
Kamis, 29 Oktober 2009 05:57 WIB
Dalam bukunya, Time to Eat the Dog: The Real Guide to Sustainable Living, Robert dan Brenda Vale menyatakan bahwa memelihara anjing ukuran sedang menimbulkan dampak lingkungan yang sama dengan mengemudikan sebuah Toyota Land Cruiser 4,6 liter sejauh 10 ribu kilometer tiap tahun. Riset itu menunjukkan bahwa binatang peliharaan juga memainkan peran besar dalam meningkatkan emisi gas rumah kaca, dengan kalkulasi yang mengindikasikan bahwa eco-footprint Land Cruiser sekitar 0,41 hektare, separuh dari jejak ekologis anjing berukuran sedang. Jejak ekologis adalah tingkat konsumsi suatu benda yang mempengaruhi lingkungan.
Meski bukunya diberi judul "saatnya untuk makan anjing", Robert dan Brenda Vale, pasangan arsitek spesialis masalah hidup lestari di Victoria University of Wellington di Selandia Baru, sama sekali tak memiliki resep maupun menganjurkan orang memakan binatang peliharaannya. "Kami tak benar-benar menyatakan untuk makan anjing," kata Robert Vale. "Kami hanya mengatakan bahwa kita harus berpikir dan mengetahui dampak ekologis berapa hal yang kita lakukan dan kita peroleh secara cuma-cuma."
Untuk menghitung jejak ekologis tiap jenis binatang peliharaan, mulai ikan mas koki hingga anjing, pasangan tersebut menganalisis semua bahan yang terkandung dalam tiap kemasan makanan binatang. Mereka sengaja memilih merek yang umum terdapat di pasar.
Dalam kalkulasinya, seekor anjing berukuran sedang mengkonsumsi 90 gram daging dan 156 gram sereal setiap hari berdasarkan 300 gram porsi makanan kering yang dianjurkan. Sebelum dikeringkan, makanan tersebut setara dengan 450 gram daging segar dan 260 gram sereal. Itu berarti selama setahun, si guguk melahap sekitar 164 kilogram daging dan 95 kilogram sereal.
Perlu setidaknya lahan seluas 43,3 meter persegi untuk memproduksi 1 kilogram ayam per tahun, dan 13,4 meter persegi untuk membuat 1 kilogram sereal. Sehingga jejak ekologis anjing tersebut mencapai 0,84 hektare. Itu pun jika anjing diberi daging kalengan dengan bahan dasar ayam. Jika berasal dari daging sapi atau domba, tentu angka itu melambung karena kedua jenis ternak tersebut membutuhkan lahan lebih besar daripada ayam.
Jejak ekologis sebesar itu hanya berlaku untuk anjing ukuran sedang, setinggi 40-60 sentimeter dan berat 18-27 kilogram, seperti pudel, terrier, bulldog, atau spaniel. Untuk ras anjing besar semisal gembala Jerman atau herder, jejak ekologisnya pun kian besar, mencapai 1,1 hektare.
Mereka membandingkan konsumsi lahan para binatang peliharaan itu dengan mobil SUV, jenis yang umum ditemui di jalanan. Mereka menggunakan Toyota Land Cruiser 4,6 liter dalam perbandingan ini. Bila digunakan untuk menempuh jarak 10 ribu kilometer per tahun, mobil itu memerlukan energi 55,1 gigajoule, termasuk energi yang dibutuhkan untuk bahan bakar dan pembuatannya.
Seluruh energi tersebut kemudian dikonversi ke luas lahan yang diperlukan untuk memproduksinya. Mereka menyatakan 1 hektare lahan dapat menghasilkan energi sekitar 135 gigajoule per tahun, sehingga jejak ekologis Land Cruiser 0,41 hektare, atau kurang dari separuh jejak ekologis anjing ukuran sedang.
Sebagai perbandingan, jejak ekologis rata-rata manusia di dunia berkembang adalah 1,8 hektare, sedangkan orang di negara maju membutuhkan 6 hektare.
Kesimpulan mereka sama sekali tak mengada-ada. Perhitungan jejak ekologis yang dilakukan John Barrett, peneliti di Stockholm Environment Institute di York, Inggris, mencapai angka yang hampir sama walaupun Barrett memakai datanya sendiri. "Memiliki seekor anjing memang lumayan boros, terutama karena jejak karbon dari sepotong daging," ujarnya.
Bukan hanya anjing dan binatang peliharaan pemakan daging yang menjadi beban bagi lingkungan, melainkan seluruh binatang. Perhitungan serupa terhadap berbagai jenis binatang dan makanannya menunjukkan bahwa kucing memiliki jejak ekologis sekitar 0,15 hektare, hanya sedikit lebih rendah daripada satu unit Volkswagen Golf.
Hamster, binatang yang ukurannya hanya sebesar ibu jari orang dewasa, membutuhkan 0,014 hektare, atau dua kali lipat jejak ekologis seekor burung kenari. Jika Anda memelihara sepasang hamster, kebutuhan energinya sama dengan sebuah televisi plasma. Bahkan seekor mas koki pun membutuhkan lahan seluas 3,4 meter (0,00034 hektare) untuk menunjang kehidupannya, setara dengan dua telepon seluler.
Analisis yang amat mengejutkan ini menarik perhatian David Mackay, fisikawan di University of Cambridge yang juga penasihat energi pemerintah Inggris yang baru. Dia mengatakan bahwa sudah saatnya orang berpikir panjang dalam memilih binatang peliharaan seperti ketika membeli mobil. "Binatang peliharaan harus mendapat perhatian, karena jejak energi yang dibutuhkan seekor kucing mencapai 2 persen dari jejak energi rata-rata orang Inggris, dan lebih tinggi untuk anjing," ujarnya.
Bayangkan dampak lingkungan dari anjing dan kucing peliharaan saja bagi bumi. Di Amerika Serikat saja, terdapat sekitar 76 juta kucing dan 61 juta anjing. Vale memperkirakan lahan yang diperlukan untuk memberi makan kucing-kucing di 10 negara pemelihara kucing terbanyak mencapai 400 ribu kilometer persegi atau setara dengan satu setengah kali luas Selandia Baru. Sedangkan untuk memberi makan anjing di 10 negara pemilik anjing terbanyak dibutuhkan lahan seluas lima kali luas Selandia Baru.
Meski memiliki hewan peliharaan membebani lingkungan, bukan berarti manusia tak boleh melakoninya. "Jalan terbaik adalah memelihara secara bersama-sama," kata Robert Vale. "Jika harus memiliki binatang itu sendiri, carilah binatang yang punya dua fungsi."
Ia mengusulkan orang memelihara ayam. Sebab, sebagian jejak ekologis binatang itu terpangkas oleh telur yang dihasilkan. "Kelinci juga baik," ujarnya. "Jika Anda memakannya."
TJANDRA DEWI | REUTERS | NEWSCIENTIST