TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah boleh-boleh saja memilih standar 802.016d--lebih dikenal dengan istilah 16d saja--untuk koneksi nirkabel pita lebar (wireless broadband access atau di sini lebih sering disebut WiMAX). Suara industri rupanya masih condong ke standar 16e yang lebih anyar dan diadopsi lebih luas oleh industri di luar Indonesia.
Penandatanganan dilakukan antara Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Intel, id-WiBB, serta WiMAX Forum Indonesia. Kerja sama ini diharapkan bisa mendorong layanan pita lebar yang masih rendah.
Saat ini layanan pita lebar di Indonesia masih berkisar di angka 2 persen dari koneksi berdasarkan jumlah rumah tangga dan 5 persen berdasarkan jumlah populasi. Dalam kerja sama itu, Id-WiBB ditunjuk sebagai pelaksana untuk menjembatani pemangku kepentingan dalam industri pita lebar di Indonesia, seperti operator, vendor, inter-departemental, dan pengguna jasa.
Ketua Umum Mastel Setyanto P. Santosa mengatakan, Mastel mendukung dan konsisten terhadap upaya untuk mengakselerasi implementasi akses nirkabel pita lebar berstandar 802.16e. Alasannya, implementasi akses nirkabel broadband ini akan memberi dampak positif untuk pembangunan ekonomi Indonesia.
"Terutama karena para pengusaha lokal menyatakan kesiapan untuk memproduksi perangkat akses dengan standar 16e," ujar Setyanto.
Hal senada dikatakan Ketua WiMAX Forum Indonesia Sylvia W. Sumarlin. Menurut Sylvia, jika pemerintah tetap berkeras memberikan standar 16d, industri akan terus ketinggalan. "Karena tidak ada yang beli, di luar sana semua sudah memakai standar 16e," ujarnya.
Sylvia memandang, jika memang industri sudah siap, selagi bisa lebih baik berinvestasi pada standar 16e. Standar ini, menurut dia, mempunyai beberapa keunggulan yang bisa dimanfaatkan oleh dunia industri teknologi informatika.
Selain lebih murah, standar 16e lebih cepat mengantarkan data dan bisa memenuhi standar penyambungan internasional dan global. Menurut dia, pemerintah sebaiknya tidak membatasi standar tersebut dan lebih tegas mengatur pembuatan kandungan lokalnya.
"Dengan begitu, otomatis investor luar juga akan datang dan berpartner dengan industri lokal. Industri pun tumbuh dan mampu menjual keluar," ujar Sylvia.
Tetapi suara industri ini jelas berseberangan dengan suara pemerintah. Direktur Standardisasi Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Azhar Hasyim mengatakan, pemerintah lebih mempercayai standar 16.d untuk penggelaran akses pita lebar.
Azhar beralasan, standar itu mampu mendorong industri dalam negeri dengan ketentuan kandungan lokalnya. Dua perusahaan sudah mendapat sertifikasi, yakni TRG dan Hariff Daya. Dua perusahaan lain akan segera disertifikasi, yakni Habimata dan LEN. Sedangkan tender frekuensi baru akan dilakukan tahun depan. "Harus bisa tahun depan, standarnya 16d," ujar Azhar.
Adapun pengamat teknologi pita lebar, Arnold Djiwatanpu, mengatakan penggelaran teknologi nirkabel pita lebar sangat bermanfaat untuk menjangkau kawasan daerah terpencil. Karena itu, sebaiknya industri dalam negeri bersinergi untuk terjun ke penelitian dan pengembangan pada standar yang ditetapkan pemerintah ketimbang melawan vendor besar. "Untuk keberhasilan standar 16d, perlu kepercayaan diri dari industri lokal dan dorongan dari pemerintah," katanya.
Bagaimana sikap Intel? Kepada Tempo, Budi Wahyu Jati, Country Manager Intel Indonesia, mengatakan pihaknya sebetulnya telah mengusulkan kepada pemerintah agar tak menutup pintu bagi standar 16e. Meskipun dalam hal ini Intel tentu tetap memiliki kepentingan, karena standar apa pun yang dipakai, cip yang dipakai tetaplah berasal dari perusahaan tersebut.
Bahkan, kata Budi, pihaknya telah berhasil mengawinkan sebuah perusahaan WiMAX besar berstandar 16e di luar negeri dengan tiga perusahaan lokal untuk menampung content lokal. "Dengan begitu, aturan soal SS (subscriber station) dan BS (base station) bisa dicapai," kata Budi.
DEDDY SINAGA | DIAN YULIASTUTI
Berita terkait
Kepala BNPB: Indonesia Harus Punya Sistem IT Bencana
9 Mei 2017
Kepala BNPB Willem Rampangile menyatakan Indonesia perlu investasi pengembangan teknologi informasi kebencanaan.
Baca SelengkapnyaGoogle Investasi Kabel Bawah Laut Singapura-Jakarta-Australia
6 April 2017
Google mengumumkan investasi kabel bawah laut yang menghubungkan Singapura ke Perth dan Sydney di Australia dengan cabang Jakarta.
Baca SelengkapnyaOleh-oleh Rombongan Wali Kota Risma-ITS dari San Fransisco
19 Februari 2017
Sepulang dari Amerika Serikat, ITS akan menindaklanjutinya dengan melakukan kerja sama kongkrit.
Baca SelengkapnyaSilicon Valley Bersiap Pindahkan Pekerja ke Kanada
1 Februari 2017
Pengusaha Silicon Valley memfasilitasi perusahaan AS membuat
anak perusahaan dan memindahkan karyawan ke Vancouver, Kanada.
Hybrid Cloud Lebih Diminati Perusahaan Indonesia, Kenapa?
18 Januari 2017
Pemimpin IT lebih pilih komputasi hybrid untuk perusahaannya bertransformasi digital
Baca SelengkapnyaPemimpin TI di Indonesia Prioritaskan Hybrid Cloud
18 Januari 2017
Permintaan akan pendekatan hybrid yang lebih terintegrasi semakin
menguat.
Buka Kantor Baru, Google Investasi Rp 17 Triliun di Inggris
16 November 2016
CEO Google Sundar Pichai mengatakan Inggris adalah salah satu pasar terbesar Google.
Baca SelengkapnyaNTT Communications Luncurkan Jaringan Kabel Optik Bawah Laut
31 Oktober 2016
NTT Communications Corporation (NTT Com), anak perusahaan solusi TIK dan komunikasi internasional NTT (NYSE:NTT) Group, meluncurkan APG.
Baca SelengkapnyaCanggih, Sistem Cloud Kini Sudah Ada dalam Jaket
23 Agustus 2016
Sistem ini memudahkan pengoperasian perangkat pintar dalam kondisi sulit, seperti bencana atau perang.
Baca SelengkapnyaKabel Jepang-AS Kapasitas 60 Terabit Per Detik Beroperasi
30 Juni 2016
Kabel bawah laut Jepang-AS memiliki koneksi 10 juta kali lebih cepat dari kabel standar saat ini.
Baca Selengkapnya