Kenapa Bumi Menahan Napas

Reporter

Editor

Kamis, 18 Februari 2010 15:24 WIB

ngeluarkan asap dan benda material panas saat meletus pada siang hari di Selat Sunda, Lampung, Selasa, 30 Oktober 2007. Gunung Anak Krakatau saat kini dinaikkan menjadi status siaga (level III). [TEMPO/ Arie Basuki; AB2007103014]
TEMPO Interaktif, California - Selama periode aktivitas vulkanik, lava membawa elemen pijar dari perut planet yang mencair dan melepaskannya ke langit. Tapi beberapa elemen pijar terjebak di dalam planet. Dalam journal Nature, Rice University sejumlah tim ilmuwan berusaha menyingkap misteri: kenapa bumi menahan napas terakhirnya?

Untuk beberapa waktu, para ilmuwan telah mengetahui bahwa sebagian besar dari bahan pijar seperti helium dan argon masih tersimpan di planet. Ini telah membingungkan para peneliti sebab elemen tersebut tak lepas ke atmosfir ketika terjadi letusan gunung berapi.

Namun, karena elemen itu belum ada di kulit bumi, peneliti bumi hampir pasti mendapatkannya berada lapisan bumi bagian dalam. Peneliti telah berusaha memperoleh penjelasan mengenai alasan sejumlah gas ditahan sementara sebagai lainnya dilepaskan ke udara. Pandangan yang mengemuka adalah lapisan paling bawah bumi telah terisilasi dari lapisan di atasnya.

Dalam penelitian terbaru, tim dari Rice, University of Michigan dan University of California-Berkeley menemukan fakta kondisi geofisika yang terjadi sejak 3.5 juta tahun lalu--ketika muka bumi semakin memanas-- menunjukkan formasi "jebakan padat" berada di 400 kilometer dari permukaan. Jebakan ini, kombinasi dari panas dan tekanan, terjadi peristiwa geofisika langka, di areal dimana cairan lebih padat daripada benda padat itu sendiri.

Sampai kini, cairan di bawah kulit bumi lebih lembek daripada benda padat, begitupula saat mengalir ke permukaan lewat gunung. Tapi beberapa juta tahun lalu permukaan lebih panas bisa merembes lebih dalam dan membentuk cairan padat yang lambat laun mengkrisal dan terjebak di lapisan bawah bumi.

"Saat sesuatu meleleh, kami berharap gasnya keluar dan untuk alasan itu orang telah menyatakan elemen yang terperangkap ini menjadi cadangan yang tak pernah meleleh," kata Pemandu Penelitian Cin-Ty Lee, associate professor Ilmu Bumi di Rice. "Ide itu menjadi problematik dalam beberapa dekade terakhir, karena harus ada setidaknya satu bukti bahwa benda tersebut meleleh tanpa melepaskan gasnya karena material yang meleleh tak pernah sampai permukaan."

Advertising
Advertising

Lee mengatakan tekanan ke atas yang berkurang terhadap materi leleh dari dalam perut bumi menimbulkan kerusakan bumi. Material yang tertahan di perut bumi mendapat tekanan dari atas dan bawah. Ini penjelasan dari sejumlah gejala geofisika dan geokimia akhir-akhir ini. Ini hanya hipotesis yang rasional.

"Dengan adanya bukti, saya berharap orang akan semakin memperhatikan temuan ini," kata Lee. "Ada metode getaran yang bisa digunakan untuk menguji ide kami. Meski teori kami nantinya bisa salah, uji coba yang akan menjadi pendukung hipotesis kami akan memberikan informasi baru."

Riset ini melibatkan peneliti dari Rice: Peter Luffi, Tobias Höink and Rajdeep Dasgupta, Jie Li dari Michigan dan dari University of California, Berkeley, John Hernlund.

SCIENCEDAILY | PURW

Berita terkait

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

19 Agustus 2023

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

15 Juni 2023

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.

Baca Selengkapnya

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

10 Desember 2022

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.

Baca Selengkapnya

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

3 Desember 2022

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

Baca Selengkapnya

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

25 November 2022

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

10 November 2022

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.

Baca Selengkapnya

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

4 November 2022

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.

Baca Selengkapnya

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

20 April 2022

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.

Baca Selengkapnya

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

20 April 2022

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Baca Selengkapnya