Teknologi iBOP untuk Rakyat Miskin  

Reporter

Editor

Selasa, 9 Maret 2010 08:44 WIB

TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO Interaktif, Jakarta -Banner sepanjang 2 meter dibentangkan oleh seorang pria yang berdiri di depan Jeepney, angkutan umum di Manila. "Dua puluh persen bahan bakar Jeepney ini menggunakan minyak jelantah." Ada lagi kalimat dengan huruf lebih kecil bertulisan "Baik untuk kesehatan, lingkungan, dan ekonomi kita". Tercantum pula nomor telepon seluler yang bisa dihubungi.

Film lain menceritakan mesin penghancur untuk membuat arang ramah lingkungan. Seorang pria mengayuh pedal sepeda sehingga mesin dapat beroperasi. Kisah lainnya tentang cara memanen air hujan oleh petani di pedesaan guna mengairi sawah mereka. Ada lagi upaya sebuah organisasi yang menyediakan database ikan di Filipina, sehingga nelayan dapat mengakses dan mengirim informasi lewat ponsel.

Potongan kisah tersebut tampil dalam acara Forum on iBoP Asia's Frontiers: Charting the Future of Science and Technology Innovations for Base of Pyramid (iBoP) in Southeast Asia, Rabu lalu, di Jakarta. Peserta dari Indonesia, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan Thailand menampilkan presentasinya. Acara ini digelar oleh iBoP Asia sebagai program independen Sekolah Pemerintah Ateneo di bawah koordinasi Universitas Ateneo, Manila. Di Indonesia, Program Inovasi Sains dan Teknologi untuk Masyarakat Bawah Piramida ini bekerja sama dengan Dewan Riset Nasional.

"Program iBoP sejalan dengan agenda riset nasional," kata Ketua Dewan Riset Nasional Andrianto Handojo. Ada tiga panduan dari tujuh bidang fokus Agenda Riset Nasional 2010-2014, yakni pengentasan kemiskinan, wawasan lingkungan, dan wawasan kelautan.

Namun keterlibatan lembaga ini tidak secara langsung dalam program iBoP.
Menurut Andrianto, masyarakat miskin memiliki peluang memberdayakan dirinya sendiri. Tak hanya itu, penduduk lapisan terbawah dari piramida kependudukan ini juga mampu memutar roda perekonomian. Selama ini, kata Andri, mereka pasar yang terabaikan.

Advertising
Advertising

Saat ini ada 4 miliar penduduk bumi yang mengisi bawah atau dasar piramida (BoP). Dasar piramida merupakan sebutan bagi penduduk dunia yang hidup dengan kurang dari US$ 4 setiap harinya. Sekitar dua pertiga dari warga miskin dunia ini berada di Benua Asia. "Memaksimalkan penerapan sains dan teknologi serta inovasi merupakan agenda besar untuk meraih tujuan meningkatkan kehidupan masyarakat terbawah piramida," kata Antonio G.M. La Vina, Dekan Sekolah Pemerintah Ateneo.

Program ini memfasilitasi kerja sama berbagai organisasi dan sektor di negara-negara Asia Tenggara untuk dapat membina inovasi sains serta teknologi, sehingga dapat dimanfaatkan langsung oleh warga miskin. Program ini menyediakan dana sebesar 15-25 ribu dolar Kanada untuk melakukan studi tentang nilai dan dampak inovasi sains serta teknologi bagi warga lapisan bawah. Dari Indonesia, Yayasan Sejahtera Semesta Rakyat (Setara) tahun lalu memenangkan hibah ini. Mereka melakukan studi bertajuk "Analisis Rantai Produksi Bioetanol dari Aren dan Nipah".

Dua warga Indonesia, Tusy Adibroto dan Damayanti Buchori, menjadi anggota Komite Penasihat Program iBoP Asia. Awalnya, Damayanti skeptis dengan program yang menggunakan skenario Bank Dunia yang memanfaatkan warga miskin. "Saya khawatir mereka jadi tergantung dengan teknologi tersebut," kata dosen Institut Pertanian Bogor ini. Namun, setelah dia melihat hasil studi para penerima bantuan, kekhawatiran itu sirna. Program ini, ujarnya, menjadi gagasan menakjubkan untuk membantu rakyat miskin.

Aji Hermawan dari IPB menjelaskan sejumlah kendala penerapan hasil inovasi sains dan teknologi. Pertama, tidak nyambungnya riset dan dunia bisnis. Kedua, para pengusaha menginginkan produk yang cepat diterapkan dan menghasilkan laba. "Pengusaha ingin produk yang sudah jadi atau tinggal pencet saja," kata Aji. Ketiga, minimnya dukungan dari kalangan perbankan. Yang terakhir adalah perbedaan karakter antara inovator dan pengusaha. Menurut Aji, program iBoP juga harus melakukan pendampingan bagi penerima grant, sehingga produknya dapat dipasarkan. Bagi warga miskin, teknologi itu bernilai ekonomis.

Sejatinya, masyarakat miskin sebagai potensi ekonomi sudah berjalan pada bisnis bank pasar atau bank perkreditan rakyat di Indonesia. Peraih Nobel, Mohammad Yunus, dengan Grameen Bank, Banglades, menunjukkan bahwa para ibu rumah tangga miskin yang tidak layak kredit ternyata bisa menjadi nasabah Grameen Bank yang menguntungkan dengan tingkat risiko kredit lebih rendah dibanding nasabah bank komersial pada umumnya.

Allan Hammond, yang menjadi pembicara utama Forum iBoP di Jakarta, mengajak kita mengubah pola pikir terhadap orang miskin. Selama ini warga miskin dianggap sebagai beban dan perlu dibantu oleh si kaya atau dinas sosial. "Sektor swasta relatif lebih efektif mengentaskan kemiskinan dibandingkan dengan program sosial pemerintah," kata Senior Entrepreneur/Director Healthcare for All Ashoka itu.

Sayangnya, di negara berkembang prakarsa kewirausahaan sektor swasta atau social enterprises untuk membantu pengentasan kemiskinan tidak ditunjang kebijakan pemerintah. Karena itu, sektor swasta, kata Hammond, membatasi diri pada "business as usual" atau bisnis normal yang monoton. Padahal, katanya, peluang pasar konsumen BoP di seluruh dunia sangat besar. Untuk sektor energi, misalnya, peluangnya sebesar US$ 433 miliar, air (US$ 70 miliar), perumahan (US$ 332 miliar), dan kesehatan (US$ 156 miliar).

UNTUNG WIDYANTO

Berita terkait

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

11 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya

Luhut Gandeng Cina Kembangkan Teknologi Penanaman Padi di Kalteng: Tinggal Cari Partner Lokal

13 hari lalu

Luhut Gandeng Cina Kembangkan Teknologi Penanaman Padi di Kalteng: Tinggal Cari Partner Lokal

Luhut Pandjaitan menyatakan bahwa Cina bersedia turut memberikan teknologi padinya ke Indonesia

Baca Selengkapnya

Fakta Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Digagas SBY dan Batal Libatkan Jepang

14 hari lalu

Fakta Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Digagas SBY dan Batal Libatkan Jepang

Gagasan kereta cepat Jakarta-Surabaya muncul pada 2008, awalnya Indonesia menggandeng Jepang

Baca Selengkapnya

Dubes Jose: Rusia Mitra Tepat untuk Kembangkan PLTN di Indonesia

37 hari lalu

Dubes Jose: Rusia Mitra Tepat untuk Kembangkan PLTN di Indonesia

BUMN energi nuklir Rusia, Rosatom, telah sejak lama menawarkan kerja sama pengembangan PLTN ke Indonesia

Baca Selengkapnya

Login ke Telegram Bisa Tanpa Sinyal, Waspadai Bahayanya

40 hari lalu

Login ke Telegram Bisa Tanpa Sinyal, Waspadai Bahayanya

Skema login baru membuat Telegram bisa diakses di luar daerah bersinyal. Namun, di baliknya ada risiko peretasan.

Baca Selengkapnya

Grab Jadi Perusahaan Teknologi Pertama yang Peroleh Sertifikasi Kepatuhan Persaingan Usaha dari KPPU

40 hari lalu

Grab Jadi Perusahaan Teknologi Pertama yang Peroleh Sertifikasi Kepatuhan Persaingan Usaha dari KPPU

KPPU memberikan Sertifikat Penetapan Program Kepatuhan Persaingan Usaha kepada PT Grab Teknologi Indonesia atau Grab.

Baca Selengkapnya

10 Rekomendasi Laptop Rp 3 Jutaan Terbaru dengan Fitur Lengkap

40 hari lalu

10 Rekomendasi Laptop Rp 3 Jutaan Terbaru dengan Fitur Lengkap

Berikut ini deretan rekomendasi laptop Rp3 jutaan dengan fitur lengkap dari berbagai merek, mulai dari Asus, Axioo, HP, hingga Lenovo.

Baca Selengkapnya

Pegiat Teknologi: Notion Mudahkan Tugas dan Proyek

45 hari lalu

Pegiat Teknologi: Notion Mudahkan Tugas dan Proyek

Kemampuan Notion terlihat dalam kesanggupannya menyediakan lingkungan kerja yang terintegrasi.

Baca Selengkapnya

Masih Pakai Kuli Panggul, Ombudsman Minta Bulog Adopsi Teknologi untuk Percepat Bongkar Muat

49 hari lalu

Masih Pakai Kuli Panggul, Ombudsman Minta Bulog Adopsi Teknologi untuk Percepat Bongkar Muat

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengkritik pengiriman dan bongkar muat beras impor oleh Bulog yang terbilang lama.

Baca Selengkapnya

Alasan Huawei Patenkan Sensor Sidik Jari Ultrasonik Buatan Sendiri

54 hari lalu

Alasan Huawei Patenkan Sensor Sidik Jari Ultrasonik Buatan Sendiri