Tapi tak ada salahnya mengupas kedua ponsel yang diberi nama Kin One dan Kin Two itu. Paling tidak, ia sudah terasa sampai ke sini.
Kin One dan Kin Two dikapalkan untuk pasar Amerika Serikat pada bulan depan melalui operator Verizon Wireless. Sedangkan untuk pasar Eropa, ia akan masuk pada akhir tahun melalui Vodafone. Harganya belum diungkapkan.
Lena Goh, juru bicara Microsoft di Singapura, mengatakan, Microsoft tak mengadakan pembicaraan apa pun dengan operator di Asia. Ia mengindikasikan bahwa kerja sama Microsoft dengan Verizon dan Vodafone adalah eksklusif.
Pasalnya, kedua operator, yang merupakan perusahaan joint venture antara Vodafone dan Verizon Communications, telah ikut bekerja dengan Microsoft dalam menciptakan Kin. Adapun pasar Asia, kata Goh, akan menjadi fokus Microsoft dalam merilis sistem operasi anyar Windows Phone 7.
Kin adalah proyek yang sebelumnya dikenal dengan nama Project Pink. Ia pertama kali diperlihatkan ke publik dalam sebuah kegiatan di San Francisco. Kin, yang berlayar sentuh, didesain bagi kaum muda yang aktif di jejaring sosial.
Tubuhnya diproduksi oleh Sharp dengan dua bentuk yang relatif berbeda, terutama dalam hal ukuran.
Kin One berukuran lebih kecil dan membulat dengan layar 2,1 inci. Sedangkan Kin Two lebih besar dengan ukuran setelapak tangan dan berlayar 3,5 inci. Satu hal yang sama pada layar keduanya adalah teknologi layar sentuh multisentuhan.
Tiap ponsel memiliki tiga layar home. Pertama, untuk mengakses surat elektronik, telepon, news feed, foto, dan peramban Internet. Sapu ke kiri, dan muncul layar berikutnya untuk status terakhir dari kontak. Sapu sekali lagi ke kiri, lalu muncul layar untuk aplikasi favorit dan pembaruan status di jejaring sosial.
Ponsel yang menjadikan jejaring sosial sebagai core memang sudah banyak. Sebelum Kin datang, sudah ada Motorola dan HTC. Belum termasuk ponsel-ponsel Cina yang laris manis bak kacang goreng di sini.
Tapi perbedaan dengan ponsel-ponsel Cina yang harganya di bawah Rp 1 juta itu adalah kemampuannya. Kin si ponsel pintar dan ponsel-ponsel murah itu memang berada di kelas yang berbeda.
Selaku ponsel yang core-nya di jejaring sosial, keduanya dilengkapi dengan kamera yang "tak main-main". Kin One memakai kamera 5 megapiksel. Sedangkan Two dengan kamera 8 megapiksel.
Kedua kamera bisa dipakai untuk merekam video. Tampilan layar akan otomatis ke posisi vertikal atau horizontal tergantung posisi dengan teknologi akselerometer. Papan ketik QWERTY-nya tersembunyi di balik layar. Geser sedikit, ia pun akan kelihatan.
Duet Kin diciptakan dengan basis sistem operasi Windows Phone 7. Namun ini bukan versi yang ingin dirilis oleh Microsoft. Microsoft hanya mengambil beberapa komponen dari Windows Phone 7 lalu menambahkan layer antarmuka baru untuk menciptakan Kin.
Motorola dan HTC juga melakukan penyesuaian dengan sistem operasinya. HTC dengan antarmuka HTC Sense-nya, misalnya, menghasilkan antarmuka berbasis Windows yang lebih animatif.
Namun, menurut juru bicara Microsoft, sistem operasi pada Kin akan otomatis melakukan backup semua konten ke dalam sebuah situs Internet yang dilindungi kata kunci.
Ide menyimpan data di Internet ini akan membuat pengguna bisa mengakses foto, video, pesan, sampai riwayat panggilan teleponnya melalui peramban di mana pun. Jadi, tidak semata-mata bergantung pada ponsel mereka.
Menariknya, kapasitas layanan ini tak berbatas. Selain itu, ia gratis.
Seperti iPhone dengan iPod, Microsoft juga mengintegrasikan Kin dengan Zune. Antarmukanya didesain sama. Microsoft juga menyediakan akses ke mesin pencari Bing. Perbedaannya, tak ada tempat untuk pengembang aplikasi di ponsel itu.
DEDDY SINAGA | PC WORLD | TECHTREE | WIRED