Biogas untuk Kantin Sekolah

Reporter

Editor

Jumat, 23 Juli 2010 22:23 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Katiana Din Doeana, Queen Sugih Ariyani, dan Caecilia Sherina langsung melompat kegirangan begitu penelitian mereka dinyatakan sebagai pemenang pertama L'Oreal Girls Science Camp, yang diadakan di Bella Campa, Ciawi, akhir bulan lalu. "Yes! Yes! Yes!" teriak ketiga siswi kelas XI SMA Bina Nusantara Serpong itu.

Dari 15 tim SMA dari Jakarta, Bogor, Yogyakarta, dan Kalimantan, penelitian mereka yang berjudul "Biogas Goes to School" dianggap paling layak meraih tabungan senilai Rp 5 juta, trofi, sertifikat, dan koleksi buku sains. Empat pemenang kompetisi L'Oreal National Fellow L'Oreal-UNESCO for Woman in Science, yang menjadi juri kompetisi bertema "Playing Smart with Energy" ini, sepakat memilih penelitian ketiga siswi berusia 16 tahun itu sebagai pemenang.
Penelitian Katiana dan kedua temannya itu bermula dari tumpukan sampah rumput di belakang sekolah mereka. "Sekolah kami memiliki taman dan lapangan olahraga seluas lebih dari 1 hektare," kata Katiana. Dalam dua minggu, berat sampah rumput bisa mencapai 700 kilogram.

Selama ini sekolah telah "mengkomposkan" sampah itu untuk dijadikan pupuk. Namun mereka yakin sampah itu bisa lebih bermanfaat untuk penghematan energi. "Gas dalam sampah rumput bisa dijadikan sumber energi untuk kantin sekolah, misalnya," kata Queen.

Bermodalkan pengetahuan dasar yang mereka peroleh dari Internet dan bimbingan dua guru, Katiana, Queen, serta Caecilia mencoba mengetes adanya kandungan gas dalam sampah rumput dengan memanfaatkan pot bekas. Awalnya, sampah rumput disiram air tape yang sudah dicampur gula pasir dengan komposisi 25 liter air bersih, 2,5 kilogram tape, dan 1 kilogram gula pasir. Sampah yang sudah diberi air tape dan gula pasir ditutup rapat dengan plastik hitam. "Kami usahakan tidak ada celah untuk udara dan sinar matahari masuk saat proses fermentasi," kata Queen.

Selama dua minggu proses fermentasi itu berlangsung, ketiganya tidak mengutak-atik pot sampah rumput tersebut. "Yang kami khawatirkan cuma kalau ada tikus atau kucing yang mengoyak tutup pot itu hingga terbuka. Kalau itu sampai terjadi, habislah penelitian kami," kata Katiana.

Advertising
Advertising

Ketiga siswi ini juga melakukan penelitian pembanding untuk mendapatkan hasil yang representatif dengan menggunakan kompos nonrumput yang dicampur air, gula, dan tape dengan takaran yang sama. "Kami ingin melihat seberapa besar keberhasilan penelitian biogas dari sampah rumput yang kami lakukan," ujar Katiana. "Penelitian dengan kompos nonrumput sudah pernah dilakukan. Kalau menggunakan sampah rumput, setahu kami belum ada yang meneliti."

Setelah proses fermentasi selesai, mereka mengetes kadar biogas dengan menggunakan pipa yang dimasukkan ke pot sampah rumput dan pot kompos nonrumput. Mereka kemudian memantikkan api untuk mengetahui kadar biogas yang dihasilkan di kedua pot itu. Hasilnya, jumlah biogas yang dihasilkan dari kompos lebih banyak daripada biogas dari sampah rumput, bila dilihat dari besarnya api di ujung pipa.

Caecilia mengasumsikan berat total biogas yang dihasilkan dari 700 kilogram sampah rumput itu bisa mencapai 35 kilogram. "Hasil pengukuran itu berdasarkan asumsi dari literatur," ujarnya. "Kami belum mengukur dengan terperinci berat kilogramnya. Tapi hasilnya konkret."

Kemenangan dalam kompetisi L'Oreal ini memicu semangat mereka dalam melanjutkan penelitian untuk mengukur berat biogas yang dihasilkan dari olahan 700 kilogram sampah rumput. "Bila hasilnya benar mencapai 35 kilogram biogas, kami berencana mengujicobakan biogas tersebut di kantin sekolah," kata Caecilia.

Selain lebih mengirit biaya, "Akan memberikan manfaat buat sekolah," katanya.

Bila dihitung berdasarkan ongkos, biogas karya Katiana cs lebih hemat bila dibandingkan dengan elpiji, karena biogas seberat 35 kilogram sama dengan tiga tabung elpiji ukuran 12 kilogram. Anggaplah harga satu tabung elpiji 12 kilogram Rp 70 ribu, maka tiga tabung elpiji berarti Rp 210 ribu. Sedangkan dalam membuat 35 kilogram biogas dari sampah rumput itu, mereka hanya mengeluarkan biaya tak lebih dari Rp 20 ribu untuk membeli gula pasir dan tape. "Jadi biogas ini bisa mengirit biaya hingga Rp 190 ribu," kata Caecilia.

Wiratni, peneliti dan pengajar dari Universitas Gajah Mada, yang menjadi salah satu juri, menyatakan amat terkesan atas ide orisinal dari SMA Bina Nusantara Serpong. "Kami senang sekali ketika pada akhir presentasi mereka mengatakan, 'Bayangkan jika sekolah lain melakukannya juga, berapa banyak energi yang bisa kita simpan.' Kami senang karena sekolah selevel Binus memperhatikan masalah energi dengan serius," kata pemenang National Fellow L'Oreal 2007 itu.

Guru pembimbing SMA Bina Nusantara Serpong, Maya Anggraini, sangat gembira menyambut kemenangan ketiga siswinya itu. "Katiana, Queen, dan Caecilia adalah siswi berprestasi. Katiana sangat komunikatif, Queen kemampuan sainsnya sangat baik, dan kemampuan presentasi Caecilia bagus sekali. Selain itu, ketiganya jelas punya kemampuan akademik di atas rata-rata," kata Maya. Pemilihan penelitian diserahkan sepenuhnya kepada tiga gadis berbeda kelas yang semula tak saling kenal itu. "Kami hanya membantu sebatas yang diperlukan."

Selain Binus, SMA Negeri 1 Gunung Sindur, Bogor, serta SMA Negeri 2 Kandangan, Kalimantan Selatan, menjadi pemenang kedua dan ketiga kompetisi ini. "Briket Wangi dari Kotoran Kerbau" dan "Minyak Nonkolesterol dari Limbah Ikan Tauman", yang menjadi judul penelitian dari dua sekolah itu, dianggap aplikatif dalam menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari.

Corporate Communication & Public Relations Manager L'Oreal Indonesia Melanie Kridaman mengatakan pihaknya sangat senang melihat banyaknya antusiasme dari remaja Indonesia yang mengikuti kompetisi ini. "Untuk pertama kalinya kami bekerja sama dengan dinas pendidikan di seluruh kabupaten dan kotamadya di Indonesia. Hasilnya, ada 15 tim yang menjadi finalis," katanya.

Menurut Melanie, ada puluhan proposal penelitian yang masuk. "Banyak judul menarik, tapi tak lulus seleksi awal, karena ada beberapa syarat yang tak dipenuhi, seperti izin dari sekolah," katanya. Dia berharap tahun depan jumlah sekolah yang mengikuti kompetisi ini akan bertambah.

AMANDRA MUSTIKA M


Berita terkait

BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

29 hari lalu

BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.

Baca Selengkapnya

Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.

Baca Selengkapnya

2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.

Baca Selengkapnya

Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.

Baca Selengkapnya

Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.

Baca Selengkapnya

Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.

Baca Selengkapnya

Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.

Baca Selengkapnya

Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.

Baca Selengkapnya