Bila Sensor Porno Salah Sasaran  

Reporter

Editor

Minggu, 22 Agustus 2010 05:10 WIB

Situs porno Playboy masih bisa diakses dari ponsel

TEMPO Interaktif, Jakarta - Yunita, 25 tahun, kesal bukan kepalang. Situs referensi film yang sering diaksesnya, www.imdb.com, mendadak tidak bisa dibuka. Padahal perempuan yang bekerja di perusahaan asuransi itu membutuhkannya sebelum menonton film The Expendables bersama teman-temannya. "Akhirnya tetap nonton walau tak punya background film itu," katanya.

Kekesalan seperti itu tak hanya menimpa Yunita. Walau tak ada data pasti, jutaan orang pengguna Internet merasa gondok akibat gagal mengakses Google Adsense, Google AdWords, InfoLinks, Casalemedia, Kontera, Chitika. Lalu, masih ada situs seni dan desain deviantart.com, situs puisi dan kutipan cinta lovepoemsandquotes.com, situs film flixter.com, situs belanja asal Jepang rakuten.co.jp, beberapa situs komunitas seperti anggunesia.takeforum.com (situs penggemar penyanyi Anggun C. Sasmi), community.livejournal.com (forum berbagi lagu Mandarin), serta situs yang berkaitan dengan informasi kesehatan, yang tak bisa dibuka. Bahkan beberapa konten dalam situs berita seperti www.detik.com dan www.kompas.com juga terganggu. "Iklannya tidak keluar karena blokir Kementerian Komunikasi dan Informatika," ujar seorang pengelola situs detik.com.

Pihak yang dituding sumber masalah itu Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka pun mengakui ada korban salah blokir. Menurut juru bicara kementerian, Gatot Dewa Broto, selama satu pekan pelaksanaan blokir, pihaknya menerima 128 keluhan dari pelanggan jasa Internet. Itu tidak termasuk komplain yang disampaikan pelanggan langsung ke perusahaan penyedia jasa Internet. "Karena situs positif mereka terkena blokir," kata Gatot, yang mengaku sudah membenahi bila ada komplain tentang situs non-target yang terblokir.

Semangat sensor situs sebenarnya bukan hal baru sejak Tifatul Sembiring diangkat menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika. Kepada Tempo, Tifatul sempat mengungkapkan keinginannya membatasi Internet yang mengandung kekerasan, perjudian, penghinaan, dan blasphemy (penistaan).

Contohnya adalah Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten, yang menjadi polemik pada Februari lalu. Rencana itu ditentang banyak pihak, mulai dari pengelola situs, penyedia layanan Internet, sampai pengakses Internet. Gara-gara rancangan yang menuai kritik dan dituding sebagai usaha pemerintah membungkam kebebasan berekspresi, bekas Ketua Partai Kesejahteraan Sosial itu "ditegur" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Menteri Tifatul kembali mendapat angin dengan memanfaatkan momen Ramadan. Sehari menjelang hari pertama puasa, 9 Agustus lalu, Kementerian Komunikasi mengumpulkan enam operator telekomunikasi terbesar Indonesia: Telkom, Telkomsel, Indosat, Indosat Mega Media (IM2), XL Axiata, dan Bakrie Telecom di kantor Kementerian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Keenam operator itu dianggap merepresentasikan saluran Internet terbesar di Indonesia, karena menguasai hampir 87 persen pangsa pasar akses Internet di Tanah Air. Mereka dianggap bisa mendukung target pemerintah mengurangi sekitar 90 persen trafik situs porno selama Ramadan. Menurut Menteri Tifatul, ketika sistem penyaringan operator diuji, sekitar 80 persen situs terblokir, seperti Playboy, 17tahun, Youporn, atau situs mengandung penghinaan seperti KomikMuhammad di Blogspot. Ketika situs tersebut dibuka, muncul notifikasi access was denied. Tifatul mengklaim sudah ratusan situs "haram" telah diberangus.

Menteri Tifatul menganggap tindakannya sudah sah karena dilindungi tiga undang-undang, yaitu Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 Tahun 2008. Situs yang memuat pornografi seperti adegan senggama, pose telanjang, dan lainnya menjadi target. "Kami hanya memblokir konten vulgar," kata Tifatul dalam konferensi pers peluncuran pemblokiran pada 10 Agustus lalu.

Lain tujuan, lain pula kenyataannya. Bukan hanya situs porno yang tak bisa diakses, situs lain pun kena getahnya. Menurut Kepala Bidang Sumber Daya Internet Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet, Valens Riyadi, salah sasaran itu bisa terjadi karena pemerintah menerapkan database blokir untuk keperluan skala kecil, misalnya program desa pintar, tak pernah diuji untuk skala besar. "Nah, ketika diimplementasikan ke skala besar, timbul masalah, situs yang tak punya kaitan dengan pornografi juga kena blokir," katanya.

Yang juga bermasalah, perintah blokir itu hanya disampaikan secara lisan kepada pengelola jasa Internet (internet services provider) yang diundang, dan melalui surat edaran. "Tak ada keputusan menteri atau keputusan direktur jenderal," ujar Valens. Ketiadaan alas hukum itu dikhawatirkan para penyedia jasa Internet. Karena dalam ketiga undang-undang tersebut tidak ada wewenang memfilter konten Internet.
"Tidak ditentukan siapa yang memfilter, itulah yang bikin rancu. Jika tanpa aturan malah bisa terjadi pelanggaran pasal 28 f Undang-Undang Dasar 1945," ujarnya. Pasal itu menyatakan, setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Karena itulah, dari 200-an provider yang ada di Indonesia, yang bersedia melakukan pemblokiran hanya beberapa operator seluler. "Tak sampai 10 ISP. Sebagian besar provider menganggap pemblokiran sebagai pilihan," ujar Valens.

Lagi pula, menurut Valens, pemerintah tak perlu menetapkan kebijakan berdasar prasangka buruk, karena Asosiasi Penyedia Jasa Internet juga sudah lama mendukung kampanye Internet sehat. Bahkan, di Yogyakarta, asosiasi cabang mengembangkan sistem pemblokiran bersama, langsung ke warung Internet. "Kami tetap konsisten, konten terfilter itu merupakan pilihan," kata Valens.

Sebagai pemilik provider Citra Net, yang melayani sekolah, madrasah, dan perkantoran, Valens mengaku sudah lama melakukan filter menurut permintaan pelanggan. "Bukan hanya pornografi, tapi juga Facebook dan Yahoo Messenger. Bahkan ada kantor mau cuma Internet untuk e-mail saja," katanya.

Ahli teknologi informasi Onno W. Purbo sepakat dengan Valens, bahwa apa yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika itu bukan cara yang efektif. Karena pemblokiran seperti itu membutuhkan mesin yang sangat besar agar semua proses pemblokiran dapat dilakukan tanpa mengurangi kecepatan akses Internet di Indonesia. Sedangkan peranti yang digunakan pemerintah tak digdaya, yang mengakibatkan salah sasaran, server hang, dan Internet lambat, bahkan tewas.

Ahmad Taufik, Tito Sianipar, dan Biro Yogya

BERITA TERPOPULER LAINNYA

Kontroversi Blokir Situs Porno

Bila Sensor Porno Salah Sasaran

Advertising
Advertising

Sejuta Situs Porno Baru Setiap Tahun

1001 Cara Memblokir Internet

Yang Mana Yang Efektif Memblokir Situs Porno

Berita terkait

Wakil Ketua KPK Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Berikut Sejumlah Kontroversi Nurul Ghufron

7 hari lalu

Wakil Ketua KPK Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Berikut Sejumlah Kontroversi Nurul Ghufron

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho, mendapat sorotan publik. Berikut sejumlah kontroversi Nurul Ghufron.

Baca Selengkapnya

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

22 hari lalu

Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

Kecanduan pornografi meningkat di masa pandemi Covid-19 bahkan anak yang masih kecil pun sudah terpapar.

Baca Selengkapnya

Anak Hobi Bermain Game, Orang Tua Diminta Perhatikan Ratingnya

23 hari lalu

Anak Hobi Bermain Game, Orang Tua Diminta Perhatikan Ratingnya

Orang tua diminta mengawasi anak ketika bermain game dengan memperhatikan rating atau klasifikasi yang tertera sesuai usia anak.

Baca Selengkapnya

Cerita Shobur Membangun Jaringan Pornografi Anak Lintas Negara di Grup Telegram

46 hari lalu

Cerita Shobur Membangun Jaringan Pornografi Anak Lintas Negara di Grup Telegram

Terpidana kasus jaringan pornografi anak Muhamad Shobur menceritakan bagaimana ia membuat jaringan pornografi anak melalui aplikasi Telegram.

Baca Selengkapnya

Puncak Gunung Es Pornografi Anak di Indonesia, Terbongkar Karena Informasi dari FBI

46 hari lalu

Puncak Gunung Es Pornografi Anak di Indonesia, Terbongkar Karena Informasi dari FBI

Kasus pornografi anak di Indonesia ibarat puncak gunung es yang melibatkan jaringan internasional. Terbongkar setelah ada informasi dari FBI.

Baca Selengkapnya

Polisi Ungkap Kode Transaksi Jual Beli Konten Pornografi Anak di Media Sosial

46 hari lalu

Polisi Ungkap Kode Transaksi Jual Beli Konten Pornografi Anak di Media Sosial

Terdapat kode khususn yang diberikan saat seorang pelaku ingin membeli konten video pornografi anak.

Baca Selengkapnya

Wawancara Eksklusif Shobur Pelaku Utama Jaringan Video Porno Anak: Tutup Lembaran Hitam

47 hari lalu

Wawancara Eksklusif Shobur Pelaku Utama Jaringan Video Porno Anak: Tutup Lembaran Hitam

Berawal dari main game online dan membelikan makanan, Shobur merekrut anak-anak untuk menjadi pemain video porno. Peminatnya dari luar negeri

Baca Selengkapnya

Berbuat Asusila dengan Modus Orkes Musik Sahur Keliling, Enam Orang Ditangkap di Makassar

48 hari lalu

Berbuat Asusila dengan Modus Orkes Musik Sahur Keliling, Enam Orang Ditangkap di Makassar

Polisi menangkap enam orang anggota orkes musik kelilng usai viral video perbuatan asusila dua personelnya

Baca Selengkapnya

5 Terdakwa Pembuat Ribuan Video Porno Anak Jalani Persidangan di PN Tangerang

26 Februari 2024

5 Terdakwa Pembuat Ribuan Video Porno Anak Jalani Persidangan di PN Tangerang

Para terdakwa pembuat video porno anak itu menjual ribuan video hingga ke jaringan internasional.

Baca Selengkapnya

Kasus Pornografi Anak Laki-laki di Bawah Umur, Polres Bandara Soekarno-Hatta Temukan 3.870 Video

24 Februari 2024

Kasus Pornografi Anak Laki-laki di Bawah Umur, Polres Bandara Soekarno-Hatta Temukan 3.870 Video

Polres Bandara Soekarno-Hatta menemukan sebanyak 3.870 video dan 1.245 foto bermuatan pornografi anak laki-laki.

Baca Selengkapnya