Pemecahan Rekor Melintasi Antartika Dengan Mobil Es Biofuel  

Reporter

Editor

Jumat, 19 November 2010 17:46 WIB

Kendaraan ski berbahan bakar biofuel, Winston Wong Bio-Inspired Ice Vehicle (BIV), akan melintasi Antartika.
TEMPO Interaktif, London - Mobil ski yang mirip serangga ini adalah persilangan antara pesawat udara dan kereta luncur. Bukannya roda, di ujung kedua lengan yang mencuat di kiri dan kanan kendaraan es, serta satu di bagian depan mobil, terdapat semacam papan ski.

Kendaraan es itu, Winston Wong Bio-Inspired Ice Vehicle (BIV), akan memimpin ekspedisi tim Imperial College London, Inggris, dalam upaya pemecahan rekor tercepat melintasi Antartika. Jika berhasil, ini akan menjadi ekspedisi pertama yang menyeberangi kontinen paling selatan bumi itu dalam dua arah.

Ekspedisi Trans-Antartika Moon Regan itu akan menempuh perjalanan 5.790 kilometer, berangkat dari Patriot Hills di pesisir barat Antartika menuju ke Kutub Selatan sebelum mengarah ke utara melalui barisan pegunungan Trans-Antartika menuju bentang es Ross dan McMurdo Sound. Tiga hari kemudian, mereka akan melakukan napak tilas perjalanan ke Patriot Hills.

Kendaraan es BIV, yang dilengkapi radar untuk mendeteksi retakan lapisan es, akan membuka jalan bagi tim tersebut. Selain mobil es berbahan bakar hayati itu, para ilmuwan membawa dua laboratorium bergerak di atas mobil 6 WD yang dilengkapi sensor gerak nirkabel. Dua kendaraan pendukung sains (SSV) ini adalah Ford Econolines, yang disulap menjadi laboratorium bergerak sekaligus pengangkut tim dan perlengkapan lainnya.

Dalam ekspedisi misi ini, tim ilmuwan Imperial College, yang berkolaborasi dengan tim Moon Regan Trans-Antarctic, memang tak hanya berusaha mencatatkan rekor baru, tapi juga melakukan riset dan menguji peralatan baru yang dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan misi manusia ke Kutub Selatan serta mengumpulkan data di sejumlah daerah riset. Jaringan sensor gerak nirkabel yang dikembangkan oleh ilmuwan Imperial akan digunakan untuk memantau lingkungan, kendaraan, dan 11 anggota tim ekspedisi selama penjelajahan. "Ekspedisi ini menawarkan kesempatan langka bagi kami untuk mengukur, memantau, dan mempelajari salah satu alam liar terbesar di dunia dan mengumpulkan data riset," kata Robin North, ilmuwan dari Center for Transport Studies di Imperial College, London.

Salah satu perangkat baru yang akan diuji adalah alat pemonitor kesehatan, Life Platforms. Setiap anggota ekspedisi harus mengenakan alat ini untuk memantau sinyal vital, seperti elektro-kardiogram (ECG), denyut jantung, serta pergerakan dan aktivitas otot. Teknologi yang dikembangkan oleh ilmuwan dari Winston Wong Center for Bio-Inspired Technology di Institute of Biomedical Engineering, Imperial College, itu sangat ringkas. Orang tak lagi direpotkan dengan pemasangan kabel-kabel yang dihubungkan pada mesin besar untuk memantau kesehatannya.

Ilmuwan dari Center for Transport Studies di perguruan tinggi tersebut juga terlibat dalam uji coba sensor polusi kendaraan baru, yang akan terpasang pada SSV untuk menghitung dampak lingkungannya. Sejumlah sensor akan menghitung beragam tipe polutan yang dilepas kendaraan itu, sedangkan sensor lain akan menaksir performa mesin, termasuk konsumsi bahan bakar dan daya tahan kendaraan.

"Kami akan mengetes efektivitas sistem navigasi satelit global, melacak dampak kehadiran kami bagi lingkungan Antartika, dan terus-menerus memonitor respons tubuh kami terhadap kondisi ekstrem," kata North.

Selama ekspedisi, jaringan sensor nirkabel akan merekam dan mengirimkan data secara kontinu ke sebuah komputer yang disimpan dalam salah satu SSV. Para ilmuwan dan petualang dapat mengakses informasi tentang ekspedisi itu secara real time. Komputer itu akan dihubungkan ke sebuah telepon satelit, sehingga informasi dari sensor akan dipancarkan kembali ke Inggris untuk analisis lanjutan.

Para ilmuwan berencana mengumpulkan berbagai data, mulai meteorit, yang menyimpan rahasia asal-muasal tata surya kita, hingga permukaan salju untuk menguji polutan yang terbawa dari seluruh penjuru dunia. Sasaran lain adalah radiasi surya untuk menambah wawasan tentang sistem iklim dunia dan turbulensi angin, yang dapat meningkatkan desain kendaraan serta perjalanan udara.

Salah satu target utama ekspedisi ini adalah mengetes viabilitas dan dampak lingkungan SSV untuk menciptakan kendaraan dengan jejak karbon rendah yang ramah bagi alam. Tim itu juga ingin mengetahui efektivitas bahan bakar hayati dalam kondisi temperatur di bawah nol derajat, serta performa alat pengontrol emisi dan fisiologi manusia dalam kondisi yang amat keras itu.

Ekspedisi itu diperkirakan dapat dituntaskan dalam waktu 40 hari. Rombongan yang kini telah siap di Punta Arenas, Cile, tinggal menunggu kondisi cuaca membaik sehingga dapat mendarat di pesisir barat Antartika. Mereka akan memulai perjalanan dari Patriot Hills pada akhir November. Setelah sampai di Kutub Selatan, mereka akan menuju stasiun riset McMurdo di pesisir timur kontinen itu dan tiba dalam dua pekan. Mereka akan kembali menuju Patriot Hills dengan rute yang sama dan diperkirakan kembali sekitar akhir Desember.

"Antartika adalah lingkungan yang keras, dengan temperatur terendah di bumi. Datarannya tak mudah dilalui, dengan retakan dan sastrugi--lembah atau bukit salju keras dan tajam yang terbentuk oleh erosi angin--tak terduga," kata Andrew Regan, kepala ekspedisi. "Ini adalah peluang langka untuk 'mencicipi' benua luar biasa tersebut," ujarnya. "Dunia dapat belajar banyak dari Antartika."

TRANSANTARCTICEXPEDITION | IMPERIAL | PHYSORG | GRAPHICNEWS | TJANDRA

Berita terkait

IPB Gelar Seminar Hasil Ekspedisi Batas Negeri

24 Februari 2020

IPB Gelar Seminar Hasil Ekspedisi Batas Negeri

Ekspedisi Batas Negeri merupakan program eksplorasi keanekaragaman hayati dan sosial budaya wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Indonesia oleh Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor yang bekerjasama dengan TNI AL

Baca Selengkapnya

Ekspedisi Pelayaran Napak Tilas Magelhaens Akan Digelar di Tidore

26 Desember 2017

Ekspedisi Pelayaran Napak Tilas Magelhaens Akan Digelar di Tidore

Kegiatan pelayaran keliling dunia bertajuk Ekspedisi Napak Tilas Magelhaens, akan digelar 2019-2021, dimulai dari Spanyol dan berakhir di Tidore.

Baca Selengkapnya

Pantau Ekosistem Terumbu, Ekspedisi Alor-Flores Timur Digelar  

24 Maret 2017

Pantau Ekosistem Terumbu, Ekspedisi Alor-Flores Timur Digelar  

WWF Indonesia dan Yayasan Reef Check Indonesia melaksanakan ekspedisi laut di kawasan konservasi perairan Alor dan Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya

LIPI Petakan Pola Patahan Pemicu Gempa di Samudra Hindia

21 Februari 2017

LIPI Petakan Pola Patahan Pemicu Gempa di Samudra Hindia

LIPI akan melakukan pemetaan batimetri di Samudra Hindia sebagai dasar untuk menganalisis pola patahan pemicu gempa.

Baca Selengkapnya

BMKG Gelar Ekspedisi untuk Teliti Fenomena Kemaritiman  

20 Februari 2017

BMKG Gelar Ekspedisi untuk Teliti Fenomena Kemaritiman  

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika kembali menggelar Ekspedisi Indonesia Prima 2017 untuk meneliti berbagai fenomena kemaritiman.

Baca Selengkapnya

Seorang Pendaki Tim Unpar Gagal ke Puncak Aconcagua  

2 Februari 2016

Seorang Pendaki Tim Unpar Gagal ke Puncak Aconcagua  

Satu pendaki perempuan Unpar mengalami sakit dan tak bisa melanjutkan perjalanan ke puncak Aconcagua.

Baca Selengkapnya

Tim Pendaki Mahasiswi Unpar Dihadang Badai Gunung Aconcagua  

25 Januari 2016

Tim Pendaki Mahasiswi Unpar Dihadang Badai Gunung Aconcagua  

Perjalanan mencapai puncak Aconcagua harus diatur ulang akibat
badai salju.

Baca Selengkapnya

Ekspedisi 7 Puncak Dunia, Mahasiswi Unpar Daki Aconcagua  

18 Januari 2016

Ekspedisi 7 Puncak Dunia, Mahasiswi Unpar Daki Aconcagua  

Pendakian dimulai dari Gunung Aconcagua.

Baca Selengkapnya

Peneliti Temukan Bakteri Tak Lazim di Perut Mumi Es  

12 Januari 2016

Peneliti Temukan Bakteri Tak Lazim di Perut Mumi Es  

"Dia membawa spesies yang lebih lebih murni."

Baca Selengkapnya

Tujuh Spesies Burung Baru Ditemukan di Indonesia  

2 Februari 2015

Tujuh Spesies Burung Baru Ditemukan di Indonesia  

Di ketinggian sekitar 800 meter, ditemukan sarang burung bowerbird, burung yang pandai merias dan menjaga kebersihan sarangnya.

Baca Selengkapnya