Inspirasi Tuan Gore Atasi Krisis Iklim  

Reporter

Editor

Rabu, 12 Januari 2011 05:21 WIB

William Kamkwamba. Foto:inhabitat.com
TEMPO Interaktif, Jakarta - William Kamkwamba memanfaatkan barang-barang bekas yang ada di Wimbe, kota di Malawi untuk menjadi kincir angin. Remaja berusia 14 tahun--yang putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu--itu mendapat inspirasi setelah membaca buku Exploring Physics di perpustakaan.

Manusia membutuhkan teknologi, kata Kamkwamba, tapi mereka tidak dapat menggunakannya tanpa listrik. "Saya berencana memberi listrik yang dapat diandalkan," ujarnya. Upaya yang dilakukannya pada 2003 itu memberikan inspirasi bagi warga Malawi dan menjadi simbol inovasi akar rumput di Afrika. Dia diminta bicara di berbagai forum dan melanjutkan sekolah lagi di African Leadership Academy di Johannesburg.

Foto Kamkwamba dengan kincir angin dan cerita singkatnya dipaparkan Al Gore pada acara The Climate Project Asia-Pacific Summit di Jakarta, Ahad pekan lalu. Sejak pagi hingga petang mantan Wakil Presiden Amerika Serikat ini menjadi "guru dan pembangkit inspirasi" bagi 300 peserta dari 21 negara di Asia-Pasifik.

Menurut Al Gore, saat ini tenaga angin menjadi sumber listrik yang paling populer di dunia. Dari semua sumber energi yang dapat diperbarui, tenaga anginlah yang paling murah, serta teknologinya paling matang dan kompetitif.
Selain angin, pemenang Nobel Perdamaian 2007 ini mengulas sumber energi yang dapat diperbarui lainnya, seperti tenaga matahari, panas bumi, biofuel, penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and sequestration), serta teknologi nuklir.

Solusi menghadapi perubahan iklim memang jadi fokus presentasi Al Gore pada sesi siang hari. Paparannya ini banyak merujuk pada bukunya yang terbit tahun lalu, yang bertajuk Our Choice: A Plan to Solve the Climate Crisis.

"Kita dapat mengatasi krisis iklim," kata Al Gore. Memang upaya itu tidak mudah. "Tetapi, kalau kita memilih untuk mengatasinya, saya tidak ragu sedikit pun bahwa kita mampu dan akan berhasil mengatasinya," ujar Gore yang membentuk The Climate Project sebagai program kepemimpinan.
Pada sesi pagi, dia memaparkan informasi dasar pemanasan global dan dampak perubahan iklim. Sekitar 200 slide dia tampilkan untuk menjelaskan masalah ini. Slide itu menampilkan data dan grafis mengenai tema ini. Salah satunya mengenai data deforestasi (penggundulan hutan) di Indonesia. Puluhan foto mengenai bencana akibat iklim di berbagai dunia dia tampilkan, termasuk banjir bandang di Jakarta pada 2007.
"Basis ilmiah dari paparan Al Gore kini lebih banyak," kata Armi Susandi, dosen ITB, yang pernah mengikuti acara The Climate Project di Melbourne pada 2009 dan di Nashville pada 2010.

Memang, satu hari sebelum Al Gore tampil, peserta mendapat masukan dari Dr Henry Pollack, profesor geofisika dari University of Michigan dan penasihat sains The Climate Project. Buku terbaru Pollack, yang berjudul A World Without Ice, dipertimbangkan sebagai pemenang The Royal Society Prize untuk kategori Science Books pada 2010.

Namun, seperti presentasi sebelumnya, Al Gore menghindar dari paparan dan pertanyaan yang menyangkut kebijakan iklim pemerintah Amerika Serikat. Negara Abang Sam menolak Protokol Kyoto dan menjadi salah satu pihak yang mengganjal perjanjian internasional untuk mengurangi emisi secara signifikan.
Agus Justianto, Direktur Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan, Kementerian Kehutanan, menjelaskan, presentasi Al Gore harus dicermati kembali untuk disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Termasuk, kata dia, data tentang negara pengemisi gas rumah kaca terbesar di dunia yang bisa menyesatkan. "Kalau mau fair, seharusnya dihitung emisi per kapita," kata Agus, yang mengikuti acara The Climate Project di Melbourne, Nashville, dan Jakarta.
Terlepas dari kelemahan ini, kehadiran Al Gore di Jakarta membangkitkan semangat 300 peserta yang selama tiga hari mengikuti The Climate Project Asia-Pacific Summit.

Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Arief Yuwono, yang menjadi peserta, berencana menggerakkan jaringan di akar rumput untuk sama-sama menghadapi dampak perubahan iklim.

Komitmen serupa disampaikan peserta lain, seperti Imam S. Ernawi (Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum), Suzi K. Hutomo (CEO of The Body Shop Indonesia), dan Josef Bataona, Direktur Sumber Daya Manusia Unilever Indonesia. "Dimulai dengan langkah kecil, bersama-sama kita akan membawa perubahan besar," kata Josef.

Al Gore, dalam bukunya Our Choice, memang menjelaskan bahwa salah satu modal yang belum ada untuk mengatasi masalah iklim adalah kehendak kolektif. Dia mengutip peribahasa Afrika, "Kalau mau pergi dengan cepat, pergilah sendiri. Kalau mau pergi jauh, pergilah bersama."
UNTUNG WIDYANTO

Berita terkait

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

1 hari lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

4 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

5 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

5 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

12 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

16 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

16 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

16 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

21 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya