TEMPO.CO, New York - Pada bulan Agustus ini, kita mendapat kesempatan langka, yaitu menyaksikan dua kali bulan purnama. Bulan purnama pertama berlangsung pada 1 Agustus dan diikuti bulan purnama kedua pada 31 Agustus.
Sejumlah almanak dan kalender menyatakan, ketika dua purnama terjadi dalam satu bulan kalender, maka purnama kedua disebut sebagai bulan biru. Kendati disebut bulan biru, bukan berarti bulan akan berwarna biru.
Bulan purnama pada malam itu akan tampak sama seperti bulan purnama biasa. Permukaannya putih bercahaya. Namun sebenarnya, bulan memang bisa berubah warna dalam kondisi tertentu.
Setelah kebakaran hutan atau letusan gunung api, bulan akan tampak kebiruan, bahkan keunguan. Partikel abu dan jelaga, yang terlontar jauh hingga ke atmosfer Bumi, dapat membuat bulan tampak kebiruan.
Asap dari kebakaran hutan yang meluas di barat Kanada menciptakan bulan berwarna biru, yang terlihat di seluruh kawasan timur Amerika Utara pada akhir September 1950. Letusan besar Gunung Pinatubo di Filipina pada Juni 1991 menyebabkan bulan, bahkan matahari, berwarna kebiruan di seluruh dunia.
Istilah “bulan biru” pada peristiwa dua purnama dalam satu bulan kalender sebenarnya muncul pertama kali pada 1824 dan merujuk pada kejadian langka, meski cukup sering terjadi. Bulan biru terjadi setiap 2,66 tahun. Pada 1999, peristiwa itu terjadi dua kali dalam rentang waktu cuma tiga bulan.
Namun tak semua orang dapat menyaksikan bulan biru pada Agustus ini. Bagi orang yang tinggal di wilayah Kamchatka di Timur Jauh Rusia serta warga Selandia Baru, purnama akan berlangsung setelah tengah malam, sehingga jatuh pada 1 September.
“Bagi mereka, bulan biru baru terjadi pada bulan September. Sebab, pada bulan itu, mereka menyaksikan dua purnama,” kata Joe Rao, instruktur dan dosen tamu di Hayden Planetarium, New York. “Anda harus menunggu sampai 30 September untuk menyatakannya sebagai bulan biru.”
SPACE | TJANDRA
Berita terkait
Ulasan Profesor Astronomi BRIN soal Posisi Hilal dan Lebaran 10 April 2024
43 hari lalu
Awal Syawal atau hari Lebaran 2024 diperkirakan akan seragam pada Rabu, 10 April 2024. Berikut ini penjelasan astronom BRIN soal posisi hilal terkini.
Baca SelengkapnyaTak Segampang Itu Mengamati Komet Setan, Terlalu Singkat dan Berpotensi Terhalang Awan
49 hari lalu
Kondisi cuaca, polusi cahaya, dan sempitnya durasi bisa menghambat pengamatan Komet Setan.
Baca SelengkapnyaFenomena Langka di Langit April 2024, Hujan Meteor Hingga Komet Setan
49 hari lalu
Sejumlah fenomena astronomi langka bakal terjadi sepanjang April 2024. Ada hujan meteor, gerhana matahari total, sampai okultasi bintang Antares.
Baca SelengkapnyaKemunculan Komet Setan, Perlukah Kita Khawatir?
50 hari lalu
Komet 12P/Pons-Brooks alias komet setan menuju titik terdekatnya dengan matahari dan bumi. Pakar astronomi membantah isu tanda kiamat.
Baca SelengkapnyaPilih 5 Program Studi Perguruan Tinggi Bagi yang Ingin Berkarier di BMKG
2 Februari 2024
Ingin bekerja di Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika? Berikut 5 program studi di perguruan tinggi yang dibutuhkan BMKG.
Baca SelengkapnyaFenomena Astronomi 2024, 5 Gerhana Bulan dan Matahari Tidak Melintasi Indonesia
6 Januari 2024
Ada lima gerhana bulan dan matahari yang akan terjadi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaFenomena Astronomi Desember, Hujan Meteor Geminid Sampai Malam Natal
5 Desember 2023
Beberapa fenomena astronomi mewarnai langit malam Desember 2023.
Baca SelengkapnyaFenomena Langit Oktober Diwarnai Gerhana Bulan dan Tiga Hujan Meteor
4 Oktober 2023
Gerhana bulan akan terjadi pada Ahad dini hari, 29 Oktober 2023.
Baca SelengkapnyaJakarta Raih 4 Medali Bidang Astronomi di OSN, Ini Kata Pelatih dari Planetarium Jakarta
6 September 2023
DKI Jakarta meraih juara umum pada Olimpiade Sains Nasional atau OSN 2023 dengan total 71 medali.
Baca SelengkapnyaDzaky Rafiansyah Raih Dua Perak Olimpiade Astronomi Berturutan, Ini Rahasianya
4 September 2023
Dzaky mengaku menyukai astronomi sejak kelas 3 SMP.
Baca Selengkapnya