Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Nazir Foead, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 5 Maret 2013, mengatakan kebijakan ini mengharuskan para importir kayu di Eropa untuk memastikan bahwa kayu yang mereka impor ke wilayah Uni Eropa berasal dari sumber-sumber yang legal.
Perusahaan pengimpor juga diwajibkan memiliki sistem yang mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu, termasuk pulp dan kertas, serta menganalisis legalitas produksi tersebut sesuai peraturan dari negara asalnya.
"Kini penegak hukum di negara-negara Uni Eropa dapat menyita kayu 'haram' yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir dan pedagang yang melanggar," kata Nazir.
Menurut Nazir, kebijakan Uni Eropa ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia yang telah lama mendorong negara-negara pengimpor kayu dan produk perkayuan agar tidak menjadi pasar kayu haram dari Indonesia. Ini berlaku baik bagi kayu yang langsung dikirim dari Indonesia maupun yang melalui negara perantara.
Indonesia juga relatif diuntungkan oleh implementasi kebijakan tersebut dan diharapkan dapat menambah nilai perdagangan kayu dari Indonesia yang akan meningkatkan devisa. Apalagi sejak 2009 pemerintah menerapkan secara luas verifikasi legalitas kayu (SVLK). "Sampai saat ini sudah diterapkan di lebih dari 200 perusahaan di seluruh Indonesia," ujar Nazir.
WWF menyambut baik terbitnya kebijakan ini. Lembaga konservasi internasional ini mendukung advokasi kebijakan kayu Eropa lewat setidaknya dua laporan penting mengenai kayu haram yang masuk ke wilayah Uni Eropa yang dirilis sejak 2010.