TEMPO.CO, Moskow--Rubah di Pulau Mednyi, salah satu pulau Commander Rusia di Laut Bering mungkin akan semakin berkurang dan tetap terisolasi selama ribuan tahun di tempat tersebut. Pasalnya populasi rubah subspesies Vulpes lagopus terus diburu dan mulai terkontaminasi limbah beracun. Setelah manusia meninggalkan pemukiman pada 1970-an, populasi rubah ini berkurang sekitar seribuan.
Para peneliti di Moscow State University ingin mengetahui penyebab penurunan populasi rubah ini dengan bekerja sama dengan Alex Greenwood, kepala departemen penyakit satwa liar Institut Leibniz untuk Zoo and Wildlife Research di Jerman serta rekan-rekan lainnya di Jerman dan Islandia.
Mereka memulai penelitian mereka dengan memeriksa empat gigi taring patogen biasa pada rubah yang ditangkap di Pulau Mednyi dan bulunya yang diperiksa di museum spesimen pulau rubah Commander. Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa kasus parasit Toxoplasma gondii yang menyebabkan penyakit toksoplasmosis pada rubah namun ini tidak cukup membuktikan berkurangnya populasi rubah.
Peneliti kemudian mengamati pola makan rubah. Rubah Mednyi Island bertahan hidup dengan berburu burung laut dan mengais timbunan bangkai.
Oleh karena limbah kimia seperti merkuri diketahui menumpuk dalam binatang laut, terutama di Arktik, mereka memeriksa rubah dan menemukan logam berat tingkat tinggi dalam tubuhnya. Rambut rubah memiliki 10 miligram merkuri per kilogram rata-rata dengan puncak 30 mg kg-1. Sebagai perbandingan, rubah pedalaman di Islandia memiliki tingkat yang lebih rendah sekitar 3,5 mg kg-1.
Tim Greenwood juga membandingkan tingkat merkuri pada rubah Mednyi dengan populasi rubah tetangganya di BeringIsland dan populasi rubah pesisir di Islandia. Tingkat merkuri yang tinggi juga ditemukan disana. Akan tetapi, populasi rubah di Bering Island dan Islandia tidak mengalami penurunan seperti saudara mereka di Mednyi. Hasilnya temuan ini dipublikasikan pada tanggal 7 Mei 2013 di jurnal PLoS ONE1.
Menurut peneliti, adanya perbedaan penurunan tersebut disebabkan rubah Mednyi tidak memiliki pilihan lain untuk makanan. Wilayah Bering Island lebih besar dari Mednyi dengan ketersediaan makanan mamalia kecil seperti lemming dan voles dan makanan sampah yang dibuat oleh manusia. Demikian juga Rubah pesisir Islandia memiliki banyak pilihan untuk bergerak ke pedalaman dengan pilihan makanan yang bervariasi.
"Tidak banyak yang dimakan rubah-rubah tersebut namun yang menjadi kemungkinan terbesar adalah Rubah Mednyi lebih rentan terhadap peningkatan kadar merkuri pada makanan yang mereka telan, " kata Greenwood.
Namun Dominique Berteaux, seorang ahli ekologi Arktik di Universitas Quebec di Rimouski, Kanada, memperingatkan bahwa penelitian tersebut belum terbukti secara definitif memiliki hubungan antara kontaminasi merkuri dan penurunan populasi. "Ini selalu menjadi hipotesis, tetapi sangat sulit untuk membuktikan," katanya.
Penulis sekaligus direktur dari Arctic Fox Center di Su ∂ Avik, Islandia,Ester Rut Unnsteinsdóttir berharap bahwa hasil penelitian tersebut membuat orang lebih sadar akan polusi di perairan Arktik.
"Kami makan makanan laut juga. Kami berharap orang-orang di luar sana mulai berpikir untuk melakukan sesuatu yang bisa menjaga lautan agar tetap bersih," katanya.
NATURE |HOSPITA YS
Topik terhangat:
PKS Vs KPK | E-KTP | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Berita lainnya:
EDISI KHUSUS Cinta dan Wanita Ahmad Fathanah
Google Glass Bakal Dilengkapi Facebook dan Twitter
Twitter, Tumblr juga Hadir di Google Glass
Tanda Kehidupan di Kantong Air Tertua di Bumi
Waspada Bakteri E Coli pada Kolam Renang
Berita terkait
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaJokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti
19 Agustus 2023
Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045
15 Juni 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.
Baca SelengkapnyaMemahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya
10 Desember 2022
Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.
Baca SelengkapnyaDi Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis
3 Desember 2022
Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Baca SelengkapnyaSiti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya
25 November 2022
MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.
Baca SelengkapnyaBRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan
10 November 2022
Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek
4 November 2022
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.
Baca SelengkapnyaPemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional
20 April 2022
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPraktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
20 April 2022
Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
Baca Selengkapnya