'Perangkap Debu' Membantu Terbentuknya Planet  

Reporter

Sabtu, 8 Juni 2013 05:09 WIB

Ilustrasi planet. Earthsky.org

TEMPO.CO, Beijing--Tim peneliti internasional melaporkan, Kamis 6 Juni 2013 bahwa mereka telah menemukan sebuah petunjuk menarik yang bisa membantu memecahkan misteri lama tentang bagaimana partikel debu tumbuh hingga ukuran yang lebih besar hingga akhirnya dapat membentuk planet.

Dengan pencitraan luar tata surya muda yang dikenal sebagai Oph IRS 48, yang berada sekitar 390 tahun cahaya dari Bumi, para astronom telah menemukan sebuah struktur berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai "perangkap debu." Para peneliti berspekulasi bahwa fitur yang baru ditemukan ini sebenarnya adalah sebuah kepompong pelindung di mana langkah-langkah awal yang kritis pembentukan planet dapat terjadi.

Kini para ahli astonomi mengetahui bahwa sangat banyak planet yang berada di sekitar bintang-bintang, tapi ketika mereka mencoba untuk memodelkan evolusi butir debu ke dalam tubuh pra-planet, seperti kerikil dan batu-batu, mereka mengalami masalah. Setelah butir debu tumbuh sampai ukuran tertentu, mereka cenderung merusak diri sendiri, baik dengan bertabrakan dengan biji-bijian lain atau dengan ditarik menjadi bintang utama mereka.

"Ada rintangan utama dalam rantai panjang peristiwa yang mengarah dari butir debu kecil untuk benda berukuran planet," kata Til Birnstiel, seorang peneliti di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, yang juga penulis makalah yang telah diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah, seperti dikutip dari laman Xinhua, Jumat 7 Juni 2013.

Til Birnstiel menjelaskan, dalam model komputer dari pembentukan planet, butir debu harus tumbuh dari ukuran submikron untuk objek sampai sepuluh kali massa Bumi hanya dalam beberapa juta tahun. “Tapi setelah partikel tumbuh cukup besar, mereka mulai menambah kecepatan dan berbenturan, menjadikan mereka kembali ke titik awal, atau perlahan-lahan melayang ke dalam, menggagalkan pertumbuhan lebih lanjut,” katanya.

Untuk menyimpan butir debu dari siklus ini, astronom telah mengusulkan bahwa pusaran, yang pada dasarnya merupakan "benjolan" pada cakram akan menghasilkan wilayah yang dikenal sebagai perangkap debu yang memungkinkan partikel debu melengket bersama, hingga akhirnya membuat formasi gumpalan besar dan menjadikan objek semakin besar.

Pada studi Oph IRS 48 sebelumnya, mengungkapkan di sekitar bintang ada cincin yang sangat seragam dari gas karbonmonoksida dan butiran debu kecil, tanpa petunjuk dari teori perangkap debu. Mereka mendeteksi kesenjangan yang besar antara bagian dalam dan luar cakram, yang merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya planet yang sangat besar, sekitar 10 kali massa Jupiter. Objek ini bisa menghasilkan kondisi perangkap debu yang diperlukan.

Dengan menggunakan teleskop baru bernama Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), saat ini para peneliti dapat secara bersamaan mengamati kedua ojek yakni gas dan butiran debu yang jauh lebih besar. "Pada awalnya bentuk debu di gambar benar-benar mengejutkan bagi kami," kata kepala penulis Nienke van der Marel dari Observatorium Leiden di Belanda.

"Alih-alih cincin yang kami harapkan untuk melihat, kami menemukan bentuk yang mirip kacang mete dengan sangat jelas. Kami harus meyakinkan diri sendiri bahwa fitur ini adalah nyata. Sinyal yang kuat dan ketajaman pengamatan ALMA sama sekali tidak menimbulkan keraguan tentang struktur itu," kata van der Marel.

Meskipun pengamatan ALMA mengungkapkan hanya pada struktur di luar cakram, di lebih dari 50 kali jarak Bumi ke Matahari, prinsipnya masih akan sama mendekati bintang dimana akan membentuk planet berbatu.

"Struktur ini kita lihat dengan ALMA dapat diperkecil untuk mewakili apa yang mungkin terjadi dalam sistem tata surya di mana lebih mirip Bumi planet berbatu akan membentuk," kata Birnstiel. "Dalam kasus pengamatan ini, bagaimanapun, kita mungkin akan melihat sesuatu yang analog dengan pembentukan Matahari kita Sabuk Kuiper atau Awan Oort, wilayah tata surya kita di mana komet diyakini berasal."

“Struktur yang kita lihat dari ALMA ini bisa diperkecil untuk merepresentasikan apa yang mungkin terjadi dalam sistem tata surya dimana planet berbatu mirip Bumi bisa terbentuk,” kata Birnstiel. “Dalam kasus pengamatan ini, kita mungkin melihat suatu analogi untuk formasi sabuk Kuiper Matahari atau awan Oort dari sistem tata surya kita, dimana komet diyakini berasal.”

XINHUA | ROSALINA

Topik terhangat:
Tarif Baru KRL
| Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Fathanah


Baca juga:

Pemerintah Tegaskan Larangan Ponsel di Pesawat

Blackberry A10 Diluncurkan November Tahun Ini

Zeus, Malware Pencuri Akun Bank Lewat Facebook

Telkomsel Buka Pembelian Online BlackBerry Q10

Berita terkait

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

19 Agustus 2023

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

15 Juni 2023

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.

Baca Selengkapnya

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

10 Desember 2022

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.

Baca Selengkapnya

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

3 Desember 2022

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

Baca Selengkapnya

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

25 November 2022

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

10 November 2022

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.

Baca Selengkapnya

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

4 November 2022

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.

Baca Selengkapnya

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

20 April 2022

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.

Baca Selengkapnya

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

20 April 2022

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Baca Selengkapnya