TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan di Asia Pasifik diperkirakan menghabiskan hampir US$ 230 miliar (Rp 2.600 triliun) pada tahun ini, untuk mengatasi masalah akibat malware yang sengaja dimasukkan ke dalam software bajakan.
Dari jumlah itu, menurut studi gabungan yang dilakukan IDC dan National University of Singapore (NUS), sebanyak US$ 59 miliar (Rp 669 triliun) dihabiskan untuk mengatasi masalah keamanan. Lalu US$ 170 miliar (Rp 1.928 triliun) untuk mengatasi pembobolan data.
Di sisi lain, konsumen di kawasan Asia Pasifik diperkirakan menghabiskan US$11 miliar (Rp 124 triliun) karena ancaman keamanan dan perbaikan komputer yang mahal karena adanya malware.
Studi dengan judul “The Link Between Pirated Software and Cybersecurity Breaches” itu juga mengungkapkan 65 persen konsumen takut kehilangan data, file atau informasi pribadi. Lalu 48 persen khawatir transaksi internet yang ilegal, dan adanya potensi pencurian identitas (47 persen). Meskipun demikian, 41 persen dari responden yang sama tidak menginstal security updates, membiarkan komputer-komputernya terbuka untuk diserang oleh para pelaku kejahatan dunia maya.
Menurut survei itu, pemerintah di Asia Pasifik paling mengkhawatirkan tentang akses ilegal ke informasi penting (57 persen), dampak dari serangan cyber pada infrastuktur yang kritis (56 persen), dan kehilangan rahasia bisnis perdagangan atau informasi kompetitif (55 persen). Pemerintahan di dunia diperkirakan mengalami kerugian lebih dari US$ 50 miliar (Rp 566 triliun) untuk biaya yang berkaitan dengan malware pada software bajakan.
“Dampak dari kejahatan dunia maya secara finansial sangat merugikan konsumen, perusahaan, dan pemerintahan,” kata Reza Topobroto, Legal Affairs Director, Microsoft Indonesia dalam rilis Rabu, 19 Maret 2014. Pelaku kejahatan di dunia maya selalu mencari cara baru untuk membobol jaringan komputer untuk mengambil uang, mencuri identitas, dan kata kunci (password) untuk keuntungan finansial. Microsoft Cybercrime Center, katanya, berkomitmen untuk mengakhiri tindakan ini untuk menjaga data pribadi dan keuangan yang aman.
"Menggunakan software bajakan adalah seperti berjalan melalui medan ranjau darat: Anda tidak tahu kapan Anda akan tiba pada sesuatu yang buruk, tetapi jika Anda melakukannya bisa sangat merusak," kata John Gantz, Chief Researcher IDC. Simak berita tekno lainnya di sini.
ERWIN Z
Berita lain:
iPad 2 Pensiun, Digantikan iPad Generasi Keempat
Waspada Berita Malaysia Airlines di Facebook
Bantu Pengembang Lokal, Intel Bentuk Program iDoJo
Microsoft Siap Jejali iPad dengan Layanan Office