Tekan Penggundulan Hutan, Kebun Sawit Pakai Lahan Bekas Saja

Reporter

Kamis, 5 Maret 2015 16:03 WIB

Lahan kelapa sawit di lihat dari udara di Riau, (1/7). Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan kondisi Riau semakin membaik setelah operasi pemadaman kebakaran lahan dan hutan memasuki hari ke-10. TEMPO/Wisnu agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jakarta - Franz-Fabian Bellot, penasihat pembangunan dari Forests and Climate Change Programme (FORCLIME) Jerman, menyarankan agar Indonesia mencari jalan keluar untuk melindungi kawasan hutan tropisnya.

"Hutan tropis Indonesia terluas ketiga, tapi menempati urutan ke-2 dalam hal deforestasi," kata dia dalam seminar REDD+ dan Ekonomi Hijau di Indonesia yang diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalists dan The United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia, Rabu, 4 Maret 2015.

Bellot mengatakan pembukaan lahan hutan untuk industri kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan bakal memperparah deforestasi atau penggundulan hutan dan degradasi lahan di Indonesia. Sayangnya, pembukaan lahan tersebut sulit dihentikan secara total karena "Indonesia negara berkembang, butuh pembangunan." Menghentikan pembukaan lahan, katanya, juga tidak langsung menyelesaikan permasalahan.

Opsi terbaik yang ditawarkan Bellot ialah membangun sistem produksi sawit berkelanjutan untuk mengurangi penggundulan hutan. Menurut dia, perkebunan sawit bisa menggunakan area yang sudah terdegradasi atau lahan bekas pakai. "Jadi, tak perlu membuka hutan baru yang masih alami."

Menurut Bellot, sektor pertanian juga berperan dalam deforestasi. Hal ini menjadi dilema karena pembukaan lahan untuk lahan pertanian harus dilakukan untuk menyiapkan pangan bagi masyarakat. "Opsi terbaik adalah berusaha untuk memproduksi makanan dengan efisien dan mengubah gaya hidup masyarakat. Jangan pernah membuang-buang makanan," katanya.

Berdasarkan riset tentang deforestasi dan degradasi tahun 2011, Indonesia menempati peringkat ke-6 penyumbang emisi karbon dunia. Jumlah karbon yang disumbangkan Indonesia mencapai 2 gigaton.

Posisi pertama penyumbang karbon terbesar ditempati Cina dengan jumlah emisi yang dikeluarkan mencapai 10 gigaton. Amerika Serikat menempati peringkat ke-2 dengan 6 gigaton. Secara berurutan, Uni Eropa, India, dan Rusia berada di bawah Cina dan Amerika sebagai penghasil karbon terbesar dunia.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA

Berita terkait

6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

29 Mei 2023

6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

Banyak faktor yang membuat fenomena kekeringan terjadi. Seperti badai El Nino 2015 di Indonesia dan masih banyak lagi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

14 September 2022

Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

Mahasiswa UGM menggagas inovasi pemanfaatan aspal sebagai kolektor panas Asphalt Thermal Collector untuk mengurangi peningkatan suhu.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

3 Juni 2022

Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Anies Baswedan mengatakan balapan Formula E merupakan jawaban Jakarta untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.

Baca Selengkapnya

Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

24 September 2021

Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Pradikta Wicaksono mengungkapkan kejengkelannya ketika penampilannya yang disebut dekil, kurus, dan gondrong ini dikaitkan dengan tuntutan menikah.

Baca Selengkapnya

Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

31 Agustus 2021

Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Setiap generasi memiliki ciri spesifiknya, apa perbedaan Generasi Z dan pendahulkunya, Generasi Milenial?

Baca Selengkapnya

Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

31 Agustus 2021

Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Istilah Generasi Z berseliweran di media sosial. Apa sebenarnya yang dimaksud Gen Z ini dan bagaimana ciri-cirinya?

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

20 April 2021

Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Ekonom senior Faisal Basri ikut mendorong perbankan untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek batu bara.

Baca Selengkapnya

BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

6 April 2021

BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

BMKG mengatakan dampak siklon ke-10 ini yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya, Masuk ke daratan dan menyebabkan banjir bandang.

Baca Selengkapnya

Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

18 Januari 2021

Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Mensos Risma menyebut peristiwa erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur kemungkinan sebagai dampak dari pemanasan global atau global warming.

Baca Selengkapnya

Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

15 Oktober 2019

Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Pariwisata menyumbang pembuangan karbon dalam Global warming. Itulah yenga mendorong pebisnis tur Rick Steves menyumbang US$ 1 juta.

Baca Selengkapnya