60 Ribu Kijang Kazakhstan Mati Misterius, Apa Penyebabnya?  

Reporter

Jumat, 11 September 2015 18:14 WIB

Induk antelop pun terus mengejar sang predator yang tak berdaya melawan tenaganya. Dailymail.co.uk

TEMPO.CO, Kazakhstan - Hanya dalam empat hari, puluhan ribu antelop (saiga) ditemukan mati tanpa diketahui penyebabnya. Kematian mamalia mirip kijang itu dimulai pada akhir Mei lalu. Hewan bertanduk tegas lurus ke atas yang banyak dijumpai di Kazakhstan tengah ini termasuk binatang yang terancam punah.

Kasus matinya 6o ribu antelop itu terungkap ketika pakar geoekologi, Steffen Zuther, dan timnya tiba di Kazakhstan tengah untuk memantau kelahiran anak dalam satu kawanan antelop. Dokter hewan setempat sudah melaporkan banyak hewan yang ditemukan mati tanpa diketahui penyebabnya.

"Tapi, karena di sana terjadi kematian secara alamiah pada populasi tertentu selama beberapa tahun terakhir, awalnya kami tidak benar-benar khawatir," kata Zuther, koordinator internasional dari Altyn Dala Conservation Initiative, kepada Live Science, 2 September lalu.

Namun, dalam empat hari, seluruh kawanan (60 ribu saiga hewan) telah meninggal. Sebagai dokter hewan dan konservasionis, mereka berusaha membendung kematian massal itu. Mereka juga mendapat kabar soal kematian populasi yang sama dalam kawanan lainnya di Kazakhstan. Pada awal Juni, kasus sekarat massal ini berakhir.

Juni lalu, BBC juga melaporkan kematian antelop itu ditandai dengan gejala depresi, diare, dan keluarnya busa pada mulut. Karena musim melahirkan anak sedang berlangsung, seluruh kawanan antelop betina dan anak sapi yang baru lahir juga mati.

"Mereka menghadapi masalah pernapasan. Mereka berhenti makan dan sangat tertekan. Induk mati sehingga anaknya sangat tertekan. Kemudian mereka mati mungkin satu atau dua hari kemudian," kata Richard Kock dari Royal Veterinary College di London, yang tergabung dalam tim internasional untuk menyelidiki kematian massal saiga.

Saiga antelop adalah spesies yang mampu beradaptasi untuk mengatasi temperatur ekstrem yang ditemukan di padang rumput Asia tengah Kazakhstan. Ukuran mereka sama dengan domba besar. Populasi Antelop telah jatuh berulang kali akibat perburuan hingga hanya 50 ribu ekor setelah jatuhnya Uni Soviet.

Bakteri jelas berperan dalam kematian antelop. Namun bagaimana persisnya mikroba yang biasanya tidak berbahaya itu bisa mengambil nyawa antelop masih misterius. “Luasnya skala kematian mendadak yang begitu cepat menyebar ke seluruh kawanan anak yang baru lahir dan membunuh semua binatang ini belum diamati untuk setiap spesies lain," kata Zuther. "Ini benar-benar di luar perkiraan."

Saiga berperan penting dalam ekosistem padang rumput kering. Pada musim dingin, untuk mencegah pembusukan tanaman utama, hidung antelop membantu memecah bahan organik, mendaur ulang nutrisi dalam ekosistem, dan mencegah kebakaran hutan yang dipicu oleh terlalu banyak tebaran daun di tanah. Hewan-hewan ini juga menjadi makanan lezat untuk predator di padang rumput yang luas

Salah satu hambatan yang muncul, dokter hewan tidak bisa mendapatkan hewan itu sesaat setelah kematian mereka. Peneliti kemudian berspekulasi bahwa berlimpahnya tanaman hijau menyebabkan masalah pencernaan. Spekulasi ini berlanjut bahwa terjadi pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam usus hewan yang berakhir dengan kematian.

Kali ini, peneliti lapangan sudah mengambil sampel rinci lingkungan saiga, batu tempat hewan berjalan, tanah yang dipakai mereka untuk menyeberang, air minum hewan, dan tumbuhan yang mereka makan selama beberapa bulan menjelang kematian massal ini. Para ilmuwan juga mengambil sampel dari kutu dan serangga lainnya yang dimakan saiga untuk menemukan beberapa penyebab yang memicu kematian.

Sampel jaringan mengungkapkan bahwa racun yang diproduksi oleh bakteri Pasteurella dan mungkin Clostridia menyebabkan perdarahan luas pada sebagian besar organ hewan. Tapi Pasteurella yang biasa ditemukan dalam tubuh ternak ruminansia seperti saiga biasanya tidak menimbulkan bahaya, kecuali hewan yang sistem kekebalan tubuhnya sudah lemah.

Analisis genetik sejauh ini hanya memperdalam misteri yang ada karena bakteri yang ditemukan bersifat umum. Kasus kematian massal serupa juga mendera 400 ribu saiga pada 1988. Ketika itu, dokter hewan melaporkan gejala yang sama. Karena saat itu Kazakhstan berada di bawah kekuasaan Uni Soviet, peneliti hanya menyebutkan adanya Pasteurellosis, penyakit yang disebabkan oleh Pasteurella. Penyebab lainnya tidak diinvestigasi.

Sejauh ini, satu-satunya penyebab lingkungan yang mungkin berperan adalah musim dingin yang diikuti dengan musim semi basah. Lalu banyak tumbuhan hijau subur dan air tanah yang dapat memungkinkan penyebaran bakteri secara lebih cepat. “Keadaan ini dengan sendirinya tidak tampak begitu biasa,” kata Zuther.

L LIVE SCIENCE | BBC | AHMAD NURHASIM

Berita terkait

Prodi Biologi UGM Terbaik di Indonesia QS WUR 2024 Disusul UI, Unair, dan IPB

29 hari lalu

Prodi Biologi UGM Terbaik di Indonesia QS WUR 2024 Disusul UI, Unair, dan IPB

Kampus UGM, UI, Unair, dan IPB masuk daftar prodi biologi terbaik di dunia versi QS WUR 2024.

Baca Selengkapnya

Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

29 hari lalu

Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

Program studi Biologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tempati urutan 1 terbaik se-Indonesia dan masuk daftar 501-550 terbaik di dunia.

Baca Selengkapnya

Program Studi Biologi UGM Raih Peringkat 1 di Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Profilnya

32 hari lalu

Program Studi Biologi UGM Raih Peringkat 1 di Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Profilnya

Program studi Biologi UGM raih peringkat 1 di Indonesia Versu QR WUR by Subject 2024. Berikut profil prodi ini.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

20 Februari 2024

Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

Polusi udara telah mendegradasi senyawa kimia di balik aroma memikat bunga-bunga. Simak hasil studi tim peneliti di Amerika Serikat ini.

Baca Selengkapnya

Katak Langka Penuh Bintik Seperti Mutiara Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana

11 September 2023

Katak Langka Penuh Bintik Seperti Mutiara Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana

Katak langka ini berwarna oranye kecokelatan. Tubuhnya dipenuhi bintik putih seperti mutiara dan berkilau saat disorot cahaya senter.

Baca Selengkapnya

Orca di Eropa Diduga Ajarkan Sesamanya untuk Serang Kapal Layar

23 Mei 2023

Orca di Eropa Diduga Ajarkan Sesamanya untuk Serang Kapal Layar

Laporan-laporan tentang pertemuan dengan orca yang agresif di lepas pantai Iberian mulai muncul pada Mei 2020, dan belakangan menjadi lebih sering.

Baca Selengkapnya

KBRI Astana dan Tunis Gelar Open House Idul Fitri, Sajikan Opor dan Rendang

23 April 2023

KBRI Astana dan Tunis Gelar Open House Idul Fitri, Sajikan Opor dan Rendang

KBRI Astana dan KBRI Tunis menggelar open house Idul Fitri pada hari yang berbeda, namun sama-menyajikan opor dan rendang.

Baca Selengkapnya

Peluang Ekspor ke Kazakhstan Terbuka Lebar, Kemenkop UKM Beberkan Tantangannya

12 Februari 2023

Peluang Ekspor ke Kazakhstan Terbuka Lebar, Kemenkop UKM Beberkan Tantangannya

Hanung Hanung Harimba Rachman mengatakan ada peluang baru bagi UKM untuk ekspor ke Kazakhstan.

Baca Selengkapnya

Bedah dan CT Scan Ungkap Ular Betina Punya 2 Klitoris

16 Desember 2022

Bedah dan CT Scan Ungkap Ular Betina Punya 2 Klitoris

Ini adalah bukti resmi pertama organ genital ular betina.

Baca Selengkapnya

Ig Nobel Bidang Fisika 2022: Penelitian Kenapa Bebek Berenang Berbaris

21 September 2022

Ig Nobel Bidang Fisika 2022: Penelitian Kenapa Bebek Berenang Berbaris

Ig Nobel diberikan kepada penelitian-penelitian yang dianggap paling aneh, konyol dan unik yang membuat 'tertawa namun kemudian berpikir'.

Baca Selengkapnya