TEMPO.CO, Madiun - Gerakan Petani Nusantara mempopulerkan teknologi tanam sebar di Lapangan Desa Sawahan, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis, 1 Oktober 2015. Inovasi dengan penyebaran benih padi di lahan sawah ini diklaim memiliki keunggulan dibandingkan teknik lama, seperti penataan bibit secara berjejer.
“Menghemat biaya produksi,” kata Koordinator Gerakan Petani Nusantara Hermanu Triwidodo di sela kegiatan.
Menurut dia, penghematan biaya produksi dengan penerapan teknis tanam sebar berkisar Rp 2-3 juta per hektare sawah. Adapun total anggaran yang dikeluarkan Rp 9-10 juta. “Kalau memakai cara lama biayanya mencapai Rp 12 juta per hektare sawah,” ujar Hermanu.
Biaya produksi bisa lebih rendah, ia melanjutkan, karena dalam penerapan tanam sebar tidak membutuhkan pekerja untuk menanam bibit. Sedangkan dalam metode lama harus membayar ongkos penanam bibit yang saat ini keberadaannya pun kian berkurang lantaran tidak adanya regenerasi. Bahkan petani di wilayah Kabupaten Madiun harus menunggu rampungnya musim tanam wilayah Kabupaten Ngawi.
Selain biaya produksi yang relatif lebih murah, kata Hermanu, penerapan sistem tanam sebar ini memperpendek umur tanaman padi 10-15 hari. Selain itu, hasil panennya tetap sama dengan penggunaan cara lama yang membutuhkan biaya produksi lebih besar. “Terobosan ini merupakan satu upaya petani untuk menghadapi tantangan alam, pasar, dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat,” ucap Hermanu.
Gerakan Petani Nusantara berupaya memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk menjalankan program tersebut. Peluncuran metode tanam sebar di Madiun itu dihadiri oleh Jan Darmadi, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dan kelompok petani dari sejumlah kabupaten/kota se-Jawa.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Edy Bintarjo mengatakan metode tanam sebar sebenarnya telah dikembangkan oleh petani. "Sebenarnya teknis ini bisa diterapkan di semua daerah dan semua jenis varietas," ujarnya.