Sekor burung melintas saat terjadinya gerhana Matahari. REUTERS/Jon Nazca
TEMPO.CO, Bandung - Mengamati proses gerhana matahari total atau sebagian yang bisa disaksikan sebagian penduduk Indonesia pada 9 Maret 2016 perlu persiapan khusus agar mata tetap aman. Pegiat astronomi dari komunitas Langit Selatan, Avivah Yamani dan Wicak Soegijoko, menyarankan menggunakan beberapa perangkat saat melihat gerhana matahari.
Melihat proses gerhana matahari dari pantulan air di baskom tidak dianjurkan karena berbahaya. Menurut Avivah dan Wicak di website Langit Selatan, melihat gerhana matahari dari pantulan air di baskom atau ember mengundang bahaya karena tidak banyak mengurangi intensitas sinar matahari.
"Ini adalah cara yang keliru. Sebab, meskipun air hanya memantulkan 5 persen cahaya matahari, pantulan yang dihasilkan masih sangat terang dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan."
Mereka menyarankan pengamat gerhana matahari memakai kacamata khusus atau teleskop yang sudah dilengkapi penyaring cahaya matahari. Filter itu untuk menapis sebagian besar sinar matahari yang diterima mata.
Pengamat juga bisa memakai plastik film hitam putih 35 milimeter untuk fotografi yang telah dicuci. Klise yang menggunakan perak halida sebagai lapisan emulsi itu bisa mengurangi kecerlangan matahari lebih dari sepuluh kali lipat, sehingga radiasi pada panjang gelombang yang bisa merusak retina, seperti cahaya ultraviolet dan inframerah, tidak akan diterima mata.
Selain itu, pengamat bisa melakukan proyeksi lubang jarum untuk mengamati gerhana matahari sebagian. Sedangkan ketika gerhana matahari total, pengamat bisa melihatnya langsung tanpa alat bantu. Ketika sinar matahari muncul kembali, alat bantu harus segera dipakai lagi jika ingin melihat proses akhir gerhana.
Gerhana matahari total dan sebagian akan melintasi wilayah Indonesia dari pantai barat Sumatera hingga ke timur Samudera Pasifik pada 9 Maret 2016.