Jangan Kaget, Gunung Everest Bergeser 1 Inci

Reporter

Kamis, 4 Februari 2016 23:01 WIB

Yuichiro Miura, pendaki berusia 80 tahun beserta rombongannya berhasil mencapai puncak Everest Kamis lalu (23/5). Ia menjadi pemecah rekor pendaki tertua di Everest. Ini adalah ketiga kalinya ia berhasil mencapai puncak gunung ini. REUTERS/Kyodo

TEMPO.CO, Kathmandu - Energi luar biasa yang dilepaskan oleh gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang Nepal pada 25 April 2015 ternyata juga berdampak besar pada Everest. Karena gempa tersebut, gunung tertinggi di dunia itu bergerak lebih dari satu inci ke sebelah barat daya. Pergeseran Everest ini disampaikan oleh surat kabar China Daily, yang mengutip laporan dari lembaga nasional survei, pemetaan, dan geoinformasi Cina.

Menurut laporan tersebut, Everest bergeser 3 sentimeter selama gempa Nepal berlangsung. Pergeseran tersebut bagaikan sebuah lompatan kecil ke belakang bagi Everest, yang setiap tahun maju sejauh 4 sentimeter ke arah timur laut. Ketinggian gunung itu juga naik 0,3 sentimeter per tahun. Pergerakan tersebut disebabkan oleh tumbukan antara lempeng tektonik Eurasia dan India, yang mendorong tanah ke atas.

Namun pergerakan Everest akibat gempa itu hanyalah sebutir kentang kecil dibanding pergeseran wilayah di sekitar Kathmandu, ibu kota Nepal, saat gempa terjadi. "Everest bagaikan sebuah selingan dari sebuah cerita," ucap Richard Briggs, ahli geologi di badan survei geologi Amerika Serikat (USGS) di Golden, Colorado.

Di dekat Kathmandu, menurut data awal dari satelit radar Eropa, Sentinel-1A, gempa mengangkat tanah hingga setinggi 1 meter. Kerusakan akibat gempa tersebut mencakup area seluas 14 ribu kilometer persegi. Lebih dari 8.000 orang tewas.

Gempa mengubah permukaan tanah menjadi semacam benjolan. Area di atas patahan geser, tempat tekanan dari tumbukan kontinen itu akhirnya lepas, terdorong ke atas. Hal ini terjadi di Kathmandu. Sebaliknya, tanah pada area di sebelah utara, di belakang patahan tersebut, turun secara mendadak.

"Everest adalah jalan keluar pada bagian tepi yang mungkin memiliki rongga di bawahnya," kata Briggs. Data awal dari satelit Sentinal-1A menunjukkan bahwa gunung itu pula anjlok 2,5 sentimeter saat gempa, tapi badan geoinformasi Cina melaporkan tidak ada penurunan ketinggian. Selain Everest, Himalaya terkena dampak gempa. Wilayah pegunungan sekitar 100 kilometer di sebelah utara Kathmandu juga menurun secara signifikan.

"Yang bergerak kali ini adalah wilayah yang lebih dekat dengan Kathmandu," tutur Briggs. "Puncaknya , yang sedikit lebih kecil daripada Everest bergerak lebih dari setengah meter."

Gempa susulan berkekuatan 7,3 skala Richter yang kembali menghantam kawasan itu pada 12 Mei memicu kasus longsor baru dan menewaskan puluhan orang. Gempa susulan ini tak mempengaruhi Everest, menurut badan survei Cina. USGS mencatat terjadi ratusan gempa susulan kecil di wilayah tersebut.

Secara geologi, gempa Nepal bukanlah sesuatu yang luar biasa. Menurut USGS, lempeng India mendesak lempeng Eurasia dengan laju 45 milimeter per tahun. "Lempeng India menghunjam ke bawah lempeng Eurasia pada sudut yang sangat dangkal," ucap Briggs.

Model tumbukan semacam itu mirip dengan zona subduksi bawah laut antara Alaska dan Jepang, yaitu ada satu lempeng kontinen yang mendesak masuk di bawah lempeng lain. Bukti geologis dari gempa Himalaya pada masa lalu ataupun pelajaran dari zona subduksi tersebut mengungkap bahwa patahan itu sanggup melahirkan gempa dengan kekuatan lebih dari 7,8 skala Richter.

Namun mustahil untuk memprediksi kapan gempa sebesar itu bakal terjadi, atau apakah gempa pada April lalu mempengaruhi peluang terjadinya gempa berikutnya. "Pergerakan pada patahan ini akan mempengaruhi sesar lain di dekatnya, dan sebagian dari patahan itu akan terdorong lebih dekat serta menyebabkan gempa.

Adapun sisanya akan ditarik menjauhinya," kata Briggs. "Masalah yang kita hadapi adalah kapan itu terjadi. Kita tak tahu di mana "jam" sesar tersebut berada."

Permainan tebak-tebakan itu diperumit dengan minimnya bukti geologis. Jenis gempa yang meluluhlantakkan Nepal tidak meninggalkan jejak kuat pada batuan di wilayah tersebut. Bayangkan tangan mendorong sebuah penggaris logam hingga melengkung. Ketika penggaris itu melenting kembali melawan tekanan—sama seperti yang terjadi ketika lempeng Eurasia melawan tekanan lempeng India—perubahan terjadi. Namun, ketika tekanan terus berlanjut, bentuk penggaris akan menjadi melengkung.

"Tanah Kathmandu akan turun dan bergerak kembali ke arah Asia, sedangkan Himalaya akan naik lagi," tutur Briggs. "Perubahan di bumi bersifat elastis. Sebagian besar perubahan itu akan dibatalkan di antara gempa-gempa besar."

Gempa Nepal juga dikenal sebagai blind rupture atau sesar buta. Sebab, tak ada retakan atau garis patahan yang terlihat pada permukaan. Hal ini mempersulit para ilmuwan untuk melihat seberapa banyak gempa telah terjadi sebelumnya di wilayah itu serta bagaimana peluang gempa itu untuk datang lagi.

CHINE DAILY | LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB

Berita terkait

Traveling ke Patan, Ini 5 Atraksi Menarik di Sana

34 hari lalu

Traveling ke Patan, Ini 5 Atraksi Menarik di Sana

Kalau tertarik mengunjungi Patan di Nepal, setiap sudutnya sangat menarik dieksplorasi dan mengkungkapkan sebuah cerita

Baca Selengkapnya

Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

38 hari lalu

Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

Parlemen Thailand dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis

Baca Selengkapnya

Mengenal Pokhara, Ibu Kota Pariwisata Nepal yang Baru Diresmikan

47 hari lalu

Mengenal Pokhara, Ibu Kota Pariwisata Nepal yang Baru Diresmikan

Pokhara dikenal sebagai pusat wisata Nepal yang terkenal karena keindahan alam, kekayaan budaya, dan beragam kegiatan rekreasi.

Baca Selengkapnya

Demi Keselamatan, Pendaki Gunung Everest dari Nepal bakal Diwajibkan Bawa Chip

26 Februari 2024

Demi Keselamatan, Pendaki Gunung Everest dari Nepal bakal Diwajibkan Bawa Chip

Chip ini diperkirakan akan mulai berlaku pada musim semi mendatang, yang bertepatan dengan dimulainya musim pendakian di Gunung Everest.

Baca Selengkapnya

17 Landasan Pesawat Paling Berbahaya di Dunia, Ada di Asia hingga Antartika

4 Januari 2024

17 Landasan Pesawat Paling Berbahaya di Dunia, Ada di Asia hingga Antartika

Daftar landasan pesawat paling berbahaya di dunia, di antaranya Bandara Lukla di pegunungan Everest, Nepal hingga Bandara McMurdo di Antartika.

Baca Selengkapnya

Nepal Salahkan Pilot Atas Kecelakaan Pesawat Januari yang Tewaskan 72 Orang

29 Desember 2023

Nepal Salahkan Pilot Atas Kecelakaan Pesawat Januari yang Tewaskan 72 Orang

Otoritas Nepal menyalahkan pilot sebagai penyebab kecelakaan pesawat pada Januari yang menewaskan 72 orang di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Waktu Terbaik untuk Mengunjungi Nepal dan Mendaki Himalaya

26 Desember 2023

Waktu Terbaik untuk Mengunjungi Nepal dan Mendaki Himalaya

Mau mendaki ke puncak Himalaya atau mencari liburan yang paling murah ke Nepal, cari tahu waktu terbaiknya di sini.

Baca Selengkapnya

Kirim Pengangguran Jadi Tentara Rusia , 10 Warga Nepal Ditahan Polisi

6 Desember 2023

Kirim Pengangguran Jadi Tentara Rusia , 10 Warga Nepal Ditahan Polisi

Rusia diduga menggunakan warga Nepal sebagai tentara bayaran dalam perang dengan Ukraina. Enam tentara asal Nepal tewas.

Baca Selengkapnya

Nepal Minta Rusia Tidak Lagi Rekrut Warganya sebagai Tentara Bayaran

5 Desember 2023

Nepal Minta Rusia Tidak Lagi Rekrut Warganya sebagai Tentara Bayaran

Menurut media lokal yang mengutip Milan Raj Tuladhar, duta besar Nepal di Moskow, 150-200 warga Nepal bekerja sebagai tentara bayaran di Rusia.

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya