Bank Dunia: Lahan Gambut Sebaiknya Dibiarkan Saja

Reporter

Editor

ursul florene

Kamis, 25 Februari 2016 17:48 WIB

Tenaga ahli berlari di tengah guyuran hujan saat melakukan pemadaman di daerah Lebong Hitam, Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Metode Paku Bumi dilakukan dengan menggunakan pipa sepanjang 1,5 meter berdiameter sekitar 15 cm yang mengalirkan air ke dalam tanah. Air tersebut sudah dicampur dengan cairan kimia sehingga sangat efektif memadamkan bara api di lahan gambut. ANTARA/Nova Wahyudi

TEMPO.CO, Jakarta -Konversi lahan gambut menjadi perkebunan adalah salah satu penyebab kebakaran hutan marak terjadi di Indonesia. Kebakaran pada akhir 2015 lalu bahkan mencapai 2,6 juta hektar –setara dengan empat kali luas Pulau Bali.

“Padahal lahan gambut itu kurang baik untuk ditanami,” kata Spesialis Manajemen Resiko Bencana Bank Dunia (WB) Iwan Setiawan di Jakarta pada Kamis, 25 Februari 2016. Untuk membuat lahan ini dapat ditanami pun, butuh waktu lama dan biaya yang besar.

Salah satu contohnya, adalah sawah konversi di Sumatera Selatan. Menurut Iwan, sejak konversi pertama, butuh waktu 30 tahun hingga sawah dapat berproduksi setara dengan sawah lain di tanah hara. Hal serupa juga terjadi di Malaysia, yang mengonversi lahan gambut menjadi perkebunan sawit. Sawit yang dihasilkan tak sebaik sawit yang ditanam pada tanah mineral biasa.

Memang tanaman-tanaman tersebut dapat tumbuh dan menghasilkan. Namun, waktunya jauh lebih panjang ketimbang di tanah mineral biasa. Dengan demikian, pemilik sawah atau perkebunan harus merogoh kocek lebih banyak ketimbang menggunakan tanah biasa. Sistem pengairan juga harus diperhatikan, karena lahan gambut identik dengan air payau yang mengalir di bagian dasarnya.

“Lahan gambut memang baiknya didiamkan saja,” kata Magda Adriani, Riset Analis Ekonomi WB. Namun, fakta lahan ini tak berguna dapat menjadi bumerang.

Karena tak dapat dikembangkan ataupun ditanami, maka harganya cenderung lebih murah ketimbang harus membeli lahan tanah mineral. Selain itu, karena tak berpemilik, saat pemanfaatan lahn pun tak aka nada konflik sosial yang terjadi. Pihak pengembang cenderung abai pada dampak lingkungan maupun sosial yang terjadi bila mereka memaksakan konversi lahan gambut.

Salah satu jalan keluar yang ditawarkan adalah memanfaatkan lahan gambut dengan tanaman yang memang berhabitat di sana. Beberapa di antaranya adalah sagu dan pohon meranti. “Jadi dapat dikembangkan di gambut tanpa perlu membakar atau mengubahnya,” kata Magda.

Ahli Agrikultur dari Universitas Hokkaido, Jepang, Mitsuru Osaki juga mengatakan hal serupa. Lahan gambut Indonesia sulit untuk ditanami, bahkan setelah dilapisi dengan tanah mineral sekalipun. “Biayanya juga mahal sekali. Kurang baik,” kata dia.

Bila hendak membuka perkebunan, Iwan mengatakan sebaiknya pengusaha mencari lahan mineral lain yang belum diolah. Lahan sejenis itu, menurut dia, tersebar banyak sekali di seluruh Tanah Air.


URSULA FLORENE

Berita terkait

15 Kamar Kos di Pejaten Kebakaran, Diduga Korsleting Listrik

14 Oktober 2018

15 Kamar Kos di Pejaten Kebakaran, Diduga Korsleting Listrik

Sebanyak 15 kamar indekos di Jalan Lebak RT8 RW8 Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu pagi ludes akibat kebakaran.

Baca Selengkapnya

Cerita 3 Panti Pijat di Tebet Masih Beroperasi Setelah Digerebek

12 Agustus 2018

Cerita 3 Panti Pijat di Tebet Masih Beroperasi Setelah Digerebek

Tiga panti pijat yang telah digerebek pemerintah DKI ternyata masih beroperasi, yakni griya-griya pijat di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya

Golf Indonesia Open: Ranking 12, Rory Hie Pegolf Nasional Terbaik

29 Oktober 2017

Golf Indonesia Open: Ranking 12, Rory Hie Pegolf Nasional Terbaik

Rory Hie menjadi pegolf nasional terbaik dalam Turnamen Golf Indonesia Open 2017, yang berakhir Minggu 29 Oktober di Pondok Indah Golf, Jakarta.

Baca Selengkapnya

Juarai Golf Indonesia Open 2017, Pittayarat Raih Rp 734 Juta

29 Oktober 2017

Juarai Golf Indonesia Open 2017, Pittayarat Raih Rp 734 Juta

Pegolf Thailand, Panuphol Pittayarat, menjuarai Turnamen Golf Indonesia Open 2017 di Pondok Indah Golf, Jakarta Selatan dan meraih uang Rp 734 juta.

Baca Selengkapnya

Golf Indonesia Open 2017: Pittayarat Memimpin di Hari Kedua

27 Oktober 2017

Golf Indonesia Open 2017: Pittayarat Memimpin di Hari Kedua

Pegolf Thailand, Panuphol Pittayarat, memimpin di hari kedua Turnamen Golf Indonesia Open 2017 di Pondok Indah Golf Course, Jumat 27 Oktober.

Baca Selengkapnya

Golf Indonesia Open 2017: Danny Mampu Imbangi Gaganjeet

27 Oktober 2017

Golf Indonesia Open 2017: Danny Mampu Imbangi Gaganjeet

Pegolf Indonesia, Danny Masrin, mampu mengimbangi pegolf-pegolf asing dalam Turnamen Golf Indonesia Open 2017 yang sedang digelar di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Koalisi Lingkungan Persoalkan Pengelolaan Lahan Gambut RAPP

21 Oktober 2017

Koalisi Lingkungan Persoalkan Pengelolaan Lahan Gambut RAPP

EoF mensinyalir APRIL melalui RAPP sengaja mengabaikan Surat Peringatan kedua Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan soal pengelolaan lahan gambut

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Adidas Sponsori Sutan Zico Timnas Indonesia U-16

22 September 2017

Ini Alasan Adidas Sponsori Sutan Zico Timnas Indonesia U-16

Adidas mulai melirik Sutan Zico saat penyerang Timnas Indonesia U-16 itu bermain untuk Chelsea Soccer School Singapura.

Baca Selengkapnya

Profil Kepulauan Mariana Utara, Lawan Timnas Indonesia U-16 Besok

15 September 2017

Profil Kepulauan Mariana Utara, Lawan Timnas Indonesia U-16 Besok

Timnas Indonesia U-16 akan menghadapi Kepulauan Mariana Utara pada laga kualifikasi Piala AFC U-16 di Bangkok, Thailand, Sabtu besok.

Baca Selengkapnya

Pembeli Banjiri Matahari Blok M yang Gelar Aneka Diskon Besar

15 September 2017

Pembeli Banjiri Matahari Blok M yang Gelar Aneka Diskon Besar

Jumlah pembeli membludak dalam program diskon besar-besaran di gerai ritel Matahari Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya