TEMPO.CO, Jakarta - Berenang di antara terumbu karang yang berwarna-warni menjadi kenikmatan tersendiri untuk snorkelers—pelaku olahraga air snorkeling. Jika termasuk penggemar olahraga ini, penelitian berikut wajib Anda simak.
Penelitian The Social and Environmental Research Institute menunjukkan snorkelers cenderung menganggap kegiatan mereka tak bisa merusak terumbu karang. Di sisi lain, studi ini juga menunjukkan bahwa untuk menciptakan perilaku yang lebih baik pada terumbu karang, para snorkelers harus pergi lebih jauh.
Thomas Webler and Karin Jakubowski dari The Social and Environmental Research Institute mencatat snorkelers yang berkelompok cenderung lebih berpotensi merusak terumbu karang. Snorkelers sering kali berhenti sejenak, mengeluarkan kepala dari air untuk mendiskusikan apa yang mereka lihat.
“Mereka biasanya mengambang vertikal di dalam air dan sepatu katak mereka sering mengenai terumbu karang, bahkan berdiri di atasnya,” kata Webler.
Selama dua tahun terakhir, Webler dan Jakubowski mengamati lebih dekat perilaku wisatawan yang melakukan snorkeling di terumbu karang yang terkenal di Puerto Rico, Amerika Utara. Kedua peneliti ini menyamar menjadi peneliti jumlah ikan di terumbu karang di kawasan tersebut. Mereka kemudian menanyai keyakinan wisatawan tentang kemungkinan mereka merusak terumbu karang.
Peneliti mengamati lebih dari sepertiga snorkelers merusak karang dengan beberapa cara. Biasanya melalui tendangan sepatu katak, duduk, berdiri, atau berlutut di terumbu karang. Webler dan Jakubowski juga menemukan snorkelers meremehkan dampak kegiatan mereka terhadap kerusakan terumbu. “Mereka membuat kontak dengan terumbu karang tujuh kali lebih sering dari yang mereka yakini,” kata Jakubowski.
Hasil yang tak mengherankan adalah snorkelers pemula umumnya memiliki perilaku lebih buruk. Minimnya pengalaman bermanuver dalam air membuat mereka tak memperhitungkan panjangnya sepatu katak. Dengan begitu, mereka sering tak sadar menendang terumbu karang.
Selama ini, terumbu karang menjadi habitat bawah air yang dilindungi. Nyatanya, manusia paling sering mengancam keberadaan terumbu karang. Mulai dari meningkatkan tingkat keasaman air laut, penangkapan ikan yang berlebihan, dan aktivitas lain yang membuat kelangsungan terumbu karang terancam. Semua ini membuat pemutihan atau penghilangan warna pada terumbu karang dianggap wajar.
Daftar penyebab rusaknya terumbu karang bertambah dengan adanya penurunan jangkar, kapal di perairan dangkal, snorkelers, dan penyelam scuba. Para wisatawan bawah laut ini bisa tak sengaja merusak dengan menendang, berdiri di atas, atau berpegangan pada terumbu karang. Kontak yang tak sengaja ini bisa mematahkan terumbu karang. Selain itu, gesekan pada terumbu bisa menghilangkan lapisan pelindung dan menginfeksi alga yang memberi warna pada terumbu karang.
Dampak dari kegiatan para wisatawan ini mungkin sangat kecil jika dibandingkan dengan ancaman lain yang lebih global. Tapi bayangkan jika terumbu karang dikunjungi ratusan wisatawan setiap harinya. Kecelakaan-kecelakaan kecil bisa menjadi satu masalah besar yang cukup untuk menghancurkan terumbu karang. Padahal, rehabilitasi habitat terumbu karang memakan waktu bertahun-tahun.
BIOSPHERE ONLINE | TRI ARTINING PUTRI
Berita terkait
Alasan Pemerintah Belanda Temui JATAM Kaltim hingga AMAN sebelum Investasi di IKN
1 hari lalu
Pemberintah Belanda mengaku ingin melihat langsung kondisi di IKN sebelum mereka berinvestasi.
Baca SelengkapnyaKorupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun
32 hari lalu
Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.
Baca SelengkapnyaKonflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung Meningkat Akibat Ekspansi Tambang Timah
4 Maret 2024
BKSDA Sumatera Selatan mencatat sebanyak 127 kasus konflik buaya dan manusia terjadi di Bangka Belitung dalam lima tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaWalhi Beberkan Kerusakan Lingkungan Akibat Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Air Sungai Terkontaminasi hingga..
29 Januari 2024
Walhi mengungkapkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan hilirisasi industri nikel di Maluku Utara.
Baca SelengkapnyaPenelitian Sebut Industri Nikel Merusak Hutan dan Lingkungan Indonesia
24 Januari 2024
Penelitian menyebutkan aktivitas industri nikel di Indonesia menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan secara masif.
Baca SelengkapnyaGreenpeace Kritik Gibran Glorifikasi Hilirisasi Nikel Jokowi: Faktanya Merusak Lingkungan
23 Januari 2024
Greenpeace mengkritik Gibran yang mengglorifikasi program hilirisasi nikel Presiden Jokowi. Industri ini dinilai banyak merusak lingkungan.
Baca SelengkapnyaDi Debat Cawapres, Mahfud Kutip Surat Ar-Rum Ayat 41 Ingatkan Soal Kerusakan Alam
21 Januari 2024
Dalam debat cawapres, calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md mengatakan kerusakan alam di bumi terjadi karena tingkah laku manusia.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo-Gibran Bilang Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Dihukum Seberat-beratnya
21 Januari 2024
Menurut Budisatrio Djiwandono, Prabowo-Gibran akan memberikan hukuman berat kepada pihak yang merusak alam.
Baca SelengkapnyaKarhutla di Gunung Arjuna Capai 4.000 Hektare, Diduga Ulah Pemburu
8 September 2023
Karhutla di Gunung Arjuna dan sekitarnya pertama kali terpantau muncul di kawasan Bukit Budug Asu, pada Sabtu, 26 Agustus lalu.
Baca SelengkapnyaWalhi Sebut Pidato Kenegaraan Jokowi Dorong Kerusakan Lingkungan
17 Agustus 2023
Aulia menilai pidato Presiden Jokowi sangat mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap padat modal.
Baca Selengkapnya