Rokok Elektrik Jadi Perdebatan Para Ilmuwan, Sehatkah?

Reporter

Rabu, 25 Mei 2016 08:30 WIB

Sejumlah produk e-cigarette yang dijula di Henley Vaporium di New York, (18/12). e-cigarette terdapat 90 pilihan rasa uap sehingga akan semakin mempermudah perokok aktif berhenti merokok. REUTERS/Mike Segar

TEMPO.CO, Vienna - Berbeda dengan rokok biasa, nikotin dalam rokok elektronik masuk ke dalam tubuh lewat uap, bukan asap. Prosesnya sama sekali tak melibatkan pembakaran tembakau, sekalipun nikotin yang terdapat dalam rokok diperoleh dari tumbuhan Nicotiana berdaun lebar itu.

Kendati dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman ketimbang rokok biasa, rokok elektronik ternyata masih berpotensi menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Temuan ini menambah bukti baru pada perdebatan soal keamanan dan efisiensi rokok elektronik.

"Hingga sekarang kita tidak tahu apakah produk pengantar nikotin yang belum disetujui, seperti rokok elektronik ini, lebih aman daripada rokok biasa, meski perusahaan rokok elektronik mengklaim alat ini lebih aman," kata Christina Gratziou, anggota tim riset yang juga Ketua Tobacco Control Committee di European Respiratory Society.

Dengan tujuan menginvestigasi efek jangka pendek penggunaan rokok elektronik, Gratziou dan timnya dari University of Athens di Yunani melakukan riset pada tiga kelompok berbeda. Mereka memeriksa pengaruh alat itu pada orang sehat tanpa masalah kesehatan tertentu dan para perokok, baik yang telah mengalami gangguan pada paru-paru maupun yang tidak.

Studi itu melibatkan delapan orang yang tak pernah merokok dan 24 perokok. Di antara anggota kelompok perokok, 11 orang memiliki fungsi paru-paru normal, sedangkan 13 lainnya mengidap penyakit paru obstruktif kronik (COPD) atau asma.

Setiap orang diminta menggunakan rokok elektronik selama 10 menit. Lewat sejumlah tes, termasuk tes spirometri untuk mengukur kapasitas fungsi paru, peneliti mengukur resistensi saluran pernapasan atau hambatan aliran udara ke paru-paru. Semakin besar diameter saluran napas, semakin rendah resistensinya. Demikian pula sebaliknya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan rokok elektronik menyebabkan kenaikan resistensi saluran pernapasan secara langsung. Efeknya baru berakhir setelah 10 menit. Pada subyek sehat yang tak pernah merokok, terjadi peningkatan resistensi saluran pernapasan yang amat signifikan, dari rata-rata 182 persen menjadi 206 persen.

Pada perokok dengan angka spirometri normal, juga terlihat kenaikan signifikan dari angka rata-rata 176 persen menjadi 220 persen. Sebaliknya, penggunaan sebatang rokok elektronik pada penderita COPD dan asma tidak menunjukkan efek langsung pada resistensi saluran pernapasannya.

"Kenaikan resistensi saluran pernapasan secara langsung pada kelompok studi tersebut mengindikasikan rokok elektronik dapat menyebabkan gangguan langsung setelah Anda menggunakan alat itu," kata Gratziou. "Diperlukan riset lebih dalam untuk memahami apakah gangguan ini punya efek jangka panjang."

Penelitian efek kesehatan rokok elektronik memang perlu ditelaah lagi. Apalagi, sebelumnya ada peneliti lain yang menyatakan alat itu tak berbahaya bagi jantung. Hasil kedua studi itu bertolak belakang meski riset ini juga dikerjakan oleh ilmuwan dari Yunani.

"Rokok elektronik bukan kebiasaan yang sehat. Tapi, alat itu adalah alternatif yang lebih aman daripada rokok tembakau," kata Dr Konstantinos Farsalinos dari Onassis Cardiac Surgery Center di Athena. "Bila dibandingkan dengan bahaya asap rokok, data kami menunjukkan rokok elektronik jauh lebih aman dan mengganti tembakau dengan rokok elektronik mungkin bermanfaat bagi kesehatan."

Studi kecil ini dikerjakan oleh Farsalinos dan timnya di Yunani. Mereka membandingkan fungsi jantung 20 perokok muda sebelum dan sesudah mengisap sebatang rokok tembakau dengan fungsi jantung 22 pengguna rokok elektronik sebelum dan setelah memakai e-cigarette selama tujuh menit.

Tim peneliti menemukan disfungsi jantung yang signifikan pada pengisap rokok tembakau, termasuk kenaikan denyut jantung dan tekanan darahnya. Pada pengguna rokok elektronik, hanya tekanan darah yang menunjukkan kenaikan. Itu pun kecil.

Sayangnya, skala penelitian ini begitu kecil. Studi University of Athens hanya melibatkan 32 partisipan, sedangkan studi Onassis 42 orang. Serupa dengan Gratziou, Farsalinos menyatakan perlu studi lebih besar untuk memeriksa efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan alat tersebut.

Bill Godshall, Direktur Eksekutif Pittsburgh's Smokefree Pennsylvania, mengatakan studi Dr Farsalinos sangat penting karena penyakit jantung adalah penyebab utama kematian pada perokok. "Tapi, badan pengawas obat dan makanan Amerika tetap mengklaim bahwa seluruh produk tembakau sama berbahayanya seperti rokok," ujarnya.

SCIENCE DAILY | TOBACCO E-NEWS | AMRI MAHBUB

Berita terkait

Polres Jayapura Tangkap Ceria yang Jual Sabu di Diaper MamyPoko

7 hari lalu

Polres Jayapura Tangkap Ceria yang Jual Sabu di Diaper MamyPoko

Polisi menangkap perempuan berinisial SJ alias Ceria, 43 tahun, karena menjual narkotika jenis sabu.

Baca Selengkapnya

Operator Kereta Deutsche Bahn di Jerman Akan Melarang Merokok Ganja di Area Stasiun

12 hari lalu

Operator Kereta Deutsche Bahn di Jerman Akan Melarang Merokok Ganja di Area Stasiun

Operator kereta di Jerman Deutsche Bahn (DB) mengumumkan melarang merokok ganja di area-area stasiun per 1 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

14 hari lalu

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Tersinggung Tak Diberi Utang, Pemuda di Kembangan Bakar Warung Rokok

27 hari lalu

Tersinggung Tak Diberi Utang, Pemuda di Kembangan Bakar Warung Rokok

Tersinggung tak boleh utang rokok, pelaku membakar warung dengan melempar botol bensin dan tisu yang telah dibakar.

Baca Selengkapnya

Pria di Medan Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Kesal Diomeli karena Minta Uang Rokok

30 hari lalu

Pria di Medan Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Kesal Diomeli karena Minta Uang Rokok

Wem Pratama, 33 tahun, warga Jalan Tuba 3, Kota Medan, membunuh ibu kandungnya, Megawati, 55 tahun dengan memukul dan menggorok leher.

Baca Selengkapnya

Rumania dan Bulgaria Resmi Bergabung dengan Zona Schengen, Tapi Tanpa Jalur Darat

33 hari lalu

Rumania dan Bulgaria Resmi Bergabung dengan Zona Schengen, Tapi Tanpa Jalur Darat

Rumania dan Bulgaria mulai Minggu 31 Maret 2024 bergabung dengan sebagian Wilayah Schengen pada jalur laut dan udara, tetapi tidak jalur darat

Baca Selengkapnya

Teror Penembakan di Gedung Konser Moskow, Sebelumnya Terjadi di Austria, Belanda, dan Amerika Serikat

40 hari lalu

Teror Penembakan di Gedung Konser Moskow, Sebelumnya Terjadi di Austria, Belanda, dan Amerika Serikat

Serangan teror penembakan di gedung konser Moskow tewaskan ratusan orang. Kejadian penembakan massa pernah terjadi di beberapa negara. Mana saja?

Baca Selengkapnya

KBRI Austria Buka Puasa Bersama dengan WNI Muslim di Wina

40 hari lalu

KBRI Austria Buka Puasa Bersama dengan WNI Muslim di Wina

Dubes RI untuk Austria mengadakan acara buka puasa bersama dengan organisasi-organisasi Islam dan 200 WNI di Wina.

Baca Selengkapnya

Spesialis Jantung: Hasil Pemeriksaan Medis Baik Tak Jamin Perokok Sehat

41 hari lalu

Spesialis Jantung: Hasil Pemeriksaan Medis Baik Tak Jamin Perokok Sehat

Hasil pemeriksaan medis yang baik tak menjamin perokok sehat. Untuk memastikan kesehatan perokok satu-satunya jalan adalah total berhenti merokok.

Baca Selengkapnya

Selandia Baru Larang Rokok Elektrik Sekali Pakai

45 hari lalu

Selandia Baru Larang Rokok Elektrik Sekali Pakai

Selandia Baru akan akan melarang penjualan rokok elektrik sekali pakai untuk menurunkan angka perokok usia muda.

Baca Selengkapnya