TEMPO Interaktif, Jakarta: Ia mungkin bukan siapa-siapa. Bukan pejabat. Bukan orang kaya. Ia mengaku cuma seorang makhluk yg senantiasa berupaya mencari ridho-Nya dalam berbuat segala sesuatu di muka bumi ini. Tapi, dia berhasil menunjukkan kepada kita semua kekuatan sebuah blog. Inilah cerita -- yang mungkin baru pertama kali terjadi -- tentang seorang konsumen yang berhasil memaksa penjual sepatu mengganti kerugian yang dideritanya. Sebuah contoh bagus tentang layanan purna jual yang kerap diabaikan produsen dan bagaimana slogan pembeli adalah raja benar-benar diterapkan.Syahdan ada seorang pria bernama M. Fahmi Aulia (http://mfahmia2705.blogspot.com) berniat mencari pengganti sepasang sepatunya yang sudah butut. Dalam perburuan mencari sepatu itu, ia mendarat di sebuah toko di Dago, Bandung, pada November 2005. Outlet produk dalam ini sangat direkomendasikan teman-teman Fahmi. "Saya pikir tak ada salahnya sekali-sekali membeli sepatu produk dalam negeri. Toh selama ini saya tak terlalu peduli merek," begitu Fahmi menulis di blognya.Setelah membolak-balik, memilah dan memilih, aneka sepatu, Fahmi akhirnya memutuskan membeli sepasang sepatu kantoran dengan harga Rp 279.000. Tanpa banyak cakap, dibawanya pulang sepatu baru itu. Siapa sangka, setelah sampai di rumah dan melihat-lihat lagi sepatu itu, Fahmi menemukan di balik label harga itu ada label lagi bertuliskan up 15 persen - Rp 237.150. "Wah, gue kena tipu! Mestinya gue dapat diskon 15 persen. Berarti gue rugi Rp 41.850."Karena merasa tertipu, Fahmi pun bergegas kembali toko sepatu itu. Setelah dipingpong ke sana kemari, Fahmi akhirnya ditemui seorang staf toko itu. Fahmi pun menjelaskan kejadian dan keluhannya panjang lebar. Namun, staf itu menjawab, "Maaf, Pak, harga diskon ini merupakan harga jika model sepatu ini dijual di showroom mobil yg biasa berkeliling, bla bla bla...." Ringkas cerita, keluhan Fahmi ditolak. Tanpa banyak cingcong dan hati dongkol, Fahmi pun membungkus kembali sepatu baru itu dan pulang. Ia lalu menceritakan pengalaman buruknya itu di blog-nya). Ia bersumpah tak akan beli lagi sepatu di toko itu. Ia juga menulis, "Itulah sebabnya produk dalam negeri sering tidak dilirik orang/ditinggalkan konsumen karena ada rasa ketidakamanan dan ketidakpercayaan ketika konsumen mengajukan komplain."Selesai? Hidup memang penuh tikungan mengejutkan. Siapa sangka, seorang staf jaringan toko sepatu itu ternyata membaca blog Fahmi. Hatinya tergerak. Ia lalu menghubungi Fahmi dan mengajak bertemu untuk menyelesaikan masalah sepatu yang ternyata sobek setelah dipakai. Fahmi yang tak pernah menyangka blog-nya bakal dibaca orang, apalagi staf toko itu, tentu saja kaget. Maklum, peristiwa itu sudah lama berlalu. Meski begitu, Fahmi bersedia menemui staf yang menghubunginya lewat email itu. Pertemuan pun terjadi di sebuah gerai makanan cepat saji di Jakarta pada 9 Mei lalu setelah tertunda beberapa kali karena Fahmi sibuk. Dalam pertemuan itu, staf toko meminta maaf atas kejadian yang tak merugikan Fahmi. Dan, ini yang penting, staf itu bersedia mengganti sepatu Fahmi yang sobek itu. Well, selalu ada kejutan di balik tikungan kehidupan bukan?Ringkas kata, kasus itu selesai dan everybody happy. Kasus Fahmi mengajarkan kepada siapa pun bahwa memiliki blog itu banyak gunanya -- sekalipun isinya sangat narsistik; bahasanya sembarangan; dan desainnya asal-asalan. Eksistensi dan kekuatan blog juga kian diakui dalam kehidupan nyata. Bukan tak mungkin suatu hari nanti pengaruh blog dalam membentuk opini publik akan setara dengan media mainstream. Anda bisa saja mengatakan, Fahmi mungkin sedang beruntung. Tapi tak semua orang juga seperti Fahmi yang menuliskan pengalamannya di blog. Lebih dari itu, hidup memang penuh kejutan bukan? wicaksono