Misteri Kabut Pembunuh Massal di London Tahun 1952 Terungkap

Reporter

Editor

Erwin prima

Kamis, 17 November 2016 04:35 WIB

Kabut London. dailymail.co.uk

TEMPO.CO, London - Pada tahun 1952, sebuah kabut misterius melanda London, menyelimuti kota dalam lapisan padat polutan yang menewaskan ribuan orang dan hewan dan membuat semua sulit untuk bernapas selama berberapa hari.

Sementara penyebab pastinya tidak diketahui bertahun-tahun, sebuah tim peneliti internasional saat ini mengatakan telah memecahkan misteri itu. Menurut mereka, unsur kimia udara yang sama dapat dilihat hari ini di Cina dan daerah lainnya.

Dalam sebuah analisis baru, peneliti tersebut telah menyebut proses kimia yang dikombinasikan dengan kabut alami akibat dari pembakaran batu bara, pada akhirnya menciptakan kabut asam mematikan yang mengubah langit benar-benar menjadi gelap.

Ketika kabut itu pertama kali bergulir pada bulan Desember 1952, warga hanya sedikit menyadari, karena kabut telah lama menyelimuti kota.

Tapi pada hari-hari berikutnya, jarak pandang berkurang menjadi hanya tiga kaki (1 meter) di beberapa daerah, transportasi terhenti, dan ribuan orang menderita masalah pernapasan.

Setelah peristiwa dahsyat itu, diperkirakan setidaknya 4.000 orang tewas, bersama ribuan hewan, dan lebih dari 150 ribu orang dirawat di rumah sakit. Penelitian setelahnya memperkirakan bahwa jumlah kematian kemungkinan telah melampaui 12 ribu jiwa.

Baca:
Arkeolog Spanyol Temukan Mumi 3.000 Tahun di Makam Mesir
Samsung Akuisisi Perusahaan Layanan Pesan, Saingi WhatsApp?
Perusahaan Jepang Kembangkan Kamera Tak Berlensa



Sekarang, dengan menggunakan data dari polusi modern di Cina, para peneliti telah menemukan bahwa peristiwa bencana itu adalah hasil dari partikel asam sulfat yang bercampur dengan kabut alami yang menutupi seluruh kota.

“Orang-orang mengetahui bahwa sulfat adalah kontributor besar untuk kabut, dan partikel asam sulfat dibentuk dari sulfur dioksida yang dilepaskan oleh pembakaran batu bara yang digunakan di rumah dan pembangkit listrik, dan sarana lainnya," kata Renyi Zhang, Profesor di Texas A&M University sebagaimana dikutip Daily Mail, Rabu 16 November 2016. "Tapi bagaimana sulfur dioksida berubah menjadi asam sulfat tidak jelas.”

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa proses ini difasilitasi oleh nitrogen dioksida, produk sampingan dari pembakaran batu bara, dan terjadi awalnya pada kabut alami,” ujar Zhang.

“Aspek kunci lain dalam konversi sulfur dioksida menjadi sulfat adalah bahwa ia menghasilkan partikel asam. Kabut alami yang mengandung partikel yang lebih besar dan asam yang terbentuk diencerkan. Penguapan dari partikel-partikel kabut, kemudian meninggalkan partikel kabut asam yang menutupi kota,” tambahnya.

Menurut peneliti, unsur kimia serupa sering terjadi di Cina modern, yang memiliki 16 kota paling tercemar di dunia.

Tapi, masalah pencemaran di Cina tidak persis sama. Negara ini telah mengalami pertumbuhan industri dan manufaktur selama beberapa dekade terakhir, dan emisi sebagian besar berasal dari pembangkit listrik, mobil, dan pupuk.

“Perbedaan di Cina adalah bahwa kabut berasal dari nanopartikel yang jauh lebih kecil, dan proses pembentukan sulfat hanya mungkin dengan amonia untuk menetralkan partikel itu," kata Zhang. “Menariknya, sementara kabut London adalah sangat asam, kabut Cina kontemporer pada dasarnya netral.”

Peristiwa1952 dianggap peristiwa polusi paling mematikan dalam sejarah Eropa, dan mendorong munculnya Clean Air Act tahun 1956 oleh Parlemen Inggris.

DAILYMAIL | ERWIN Z

Berita terkait

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

1 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

2 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

4 hari lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

4 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

5 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

5 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

9 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

15 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

37 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

52 hari lalu

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

Startup BiruLangit dari unit inkubasi Bandung Technopark Telkom University mengembangkan alat pemantau udara Low-Cost Sensors (LCS)

Baca Selengkapnya