Greenpeace Luncurkan Aplikasi Pemantau Kualitas Udara

Reporter

Selasa, 14 Februari 2017 12:38 WIB

Kabut asap kendaraan bermotor terlihat menyelimuti gedung tingkat tinggi dan pemukiman padat penduduk, di kawasan Jakarta Pusat, 31 Mei 2016. DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat polusi udara terburuk ketiga di dunia setelah Meksiko dan Thailand. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi lingkungan Greepeace meluncurkan aplikasi UdaraKita yang berisi informasi tentang kualitas udara. Pemantauan kualitas udara dalam aplikasi ini menggunakan perhitungan jumlah konsentrasi PM 2,5, salah satu polutan udara paling berbahaya.

Menurut Bondan Andriyanu, juru kampanye Iklim dan Energi dari Greenpeace Indonesia, data kualitas udara di aplikasi UdaraKita diambil dari rerata hasil yang diambil alat pemantau. "Alat pemantau kami pasang di 50 titik di sekitar Jakarta," kata Bondan dalam acara peluncuran aplikasi dan diskusi di Jakarta, Selasa (14/2).

Bondan mengatakan polutan PM 2,5 banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Polutan dengan ukuran 30 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia ini bisa masuk ke dalam aliran darah dan memicu sejumlah penyakit pernapasan serius hingga kanker paru.

Aplikasi ini juga memuat data kualitas udara di beberapa kota seperti Bandung dan Pekanbaru. Kualitas udara dalam aplikasi ini ditampilkan dengan warna. Warna hijau menunjukkan kualitas udara aman untuk kesehatan. "Merah itu sudah konsentrasi PM 2,5 tinggi dan kualitas udara tidak sehat," kata Bondan.

Pengguna smartphone bisa mengunduh aplikasi secara gratis di Google Play Store dan AppStore. "Adapun alat pemantau kualitas udara sudah beragam dan bisa dibeli online," kata Bondan. "Penggunanya bisa berbagi data mereka di UdaraKita."

Dengan UdaraKita, Greepeace mengajak masyarakat untuk peduli dengan kondisi dan efek pencemaran udara. Greenpeace juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menangani masalah polusi udara dengan serius. "Sumber polusi udara di kota-kota besar di Indonesia kebanyakan berasal dari kendaraan bermotor dan pembangkit listrik yang mengandalkan bahan bakar fosil," kata Bondan.

Budi Haryanto, Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia, mengatakan masyarakat perlu mengetahui informasi kualitas udara seperti yang ditampilkan UdaraKita sebagai peringatan dini pencemaran udara. "Jangan sampai nanti sudah lihat banyak orang sakit baru sadar ada pencemaran udara, itu artinya kita sudah sangat terlambat," katanya.

Menurut Budi, sejumlah kota besar di dunia memiliki sistem pemantau udara yang kompleks. Kota Tokyo di Jepang, menurut Budi, punya ratusan pemantau udara sebagai alat peringatan dini. "Di Jakarta, alat pemantau udara jumlahnya sangat sedikit dan sebagian besar malah tak bisa mengukur konsentrasi PM 2,5," katanya.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA


Berita terkait

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

2 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

2 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

Greenpeace meminta KKP segera menghukum pelaku sekaligus mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Penangkapan Ikan.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

3 hari lalu

Greenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya

Greenpeace Indonesia mengapresiasi langkah KKP yang menangkap kapal ikan pelaku alih muatan (transhipment) di laut.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

7 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Kepala OIKN Klaim Pembangunan IKN Bawa Manfaat untuk Semua Pihak, Bagaimana Faktanya?

18 hari lalu

Kepala OIKN Klaim Pembangunan IKN Bawa Manfaat untuk Semua Pihak, Bagaimana Faktanya?

Kepala Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono klaim bahwa pembangunan IKN akan membawa manfaat bagi semua pihak.

Baca Selengkapnya

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

23 hari lalu

Penggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan

Penggemar K-Pop global dan Indonesia meminta Hyundai mundur dari investasi penggunaan PLTU di Kalimantan Utara.

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

29 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Grab Evaluasi SOP Pelayanan Buntut Kasus Pemerasan, Pesawat Jet Pribadi Harvey Moeis untuk Sandra Dewi

31 hari lalu

Terpopuler: Grab Evaluasi SOP Pelayanan Buntut Kasus Pemerasan, Pesawat Jet Pribadi Harvey Moeis untuk Sandra Dewi

Terpopuler: Grab Indonesia evaluasi SOP pelayanan buntut kasus pemerasan, deretan barang mewah dari Harvey Moeis untuk artis Sandra Dewi.

Baca Selengkapnya

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

33 hari lalu

Komitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan

Sinarmas dan RGE disebut di antara korporasi penerima dana kredit dari Uni Eropa itu dalam laporan EU Bankrolling Ecosystem Destruction.

Baca Selengkapnya

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

33 hari lalu

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

Walhi dan Greenpeace Indonesia mengimbau lembaga keuangan tidak lagi mendanai peruhasaan yang terlibat perusakan lingkungan dan iklim.

Baca Selengkapnya