TEMPO.CO, Banda Aceh - Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menciptakan alat pengolahan air bertenaga surya bernama Ie Dhiet 1.0. Inovasi tersebut dibuat dosen dan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Unsyiah serta cocok digunakan di wilayah bencana.
Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal mengatakan inovasi seperti ini sangat penting karena banyak daerah di Aceh yang kondisi airnya masih payau sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih.
"Selain itu, tidak semua desa di Aceh mendapatkan sumber air dari PDAM. Karena itu, perlu ada terobosan untuk mengatasinya sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi air bersih yang layak," kata Samsul kepada Tempo, Rabu, 29 Maret 2017.
Menurut Samsul, Unsyiah hanya memberikan teknologi untuk masyarakat, baik yang tidak ada listrik maupun sumurnya susah atau harus dipompa. Inovasi ini diberikan sebagai bentuk pengabdian Unsyiah dan contoh kepada masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Ketua Laboratorium Desain dan Manufaktur Fakultas Teknik Unsyiah Muhammad Tadjuddin mengatakan gagasan menciptakan Ie Dhiet 1.0 ini terinspirasi dari kondisi air di lokasi bencana, seperti Desa Meunasah Jurong, Kabupaten Pidie Jaya, yang kurang layak diminum karena banyak mengandung senyawa Fe (besi). Adapun lokasi itu pernah diguncang gempa pada akhir Desember 2016 lalu.
“Unit pengolahan air sistem bergerak ini cocok untuk daerah rawan bencana, tapi bisa juga digunakan di daerah lain yang kesulitan mendapatkan air bersih,” katanya.
Tadjuddin menjelaskan, alat ini bekerja dengan tiga kali penyaringan, yang setiap filternya terdiri atas zat mangan, karbon aktif, filter 1 mikron, dan filter 3 mikron. Setelah melewati tiga tahap penyaringan dengan menggunakan filter aktif tersebut, maka air yang dihasilkan bisa digunakan masyarakat.