Peneliti Petakan Pergeseran Gletser Antartika karena Air Hangat
Editor
Erwin prima
Kamis, 6 Juli 2017 17:56 WIB
TEMPO.CO, London - Tim peneliti internasional dipimpin oleh British Antartic Survey (BAS) mengatakan serangan air hangat yang didorong angin memaksa mundurnya gletser di Antartika Barat selama 11.000 tahun terakhir, berdasarkan laporan pada jurnal Nature sebagaimana diutip Sciencedaily, Rabu 5 juli 2017.
Hasil penelitian tersebut memungkinkan peneliti untuk lebih memahami bagaimana perubahan lingkungan dapat mempengaruhi kenaikan permukaan air laut di masa depan dari kawasan yang peka terhadap iklim ini.
Dengan mempelajari cangkang kecil di sedimen dasar laut yang diambil dari Pine Island Bay, Antartika Barat, tim telah merekonstruksi interaksi antara es dan samudera dari 11.000 tahun yang lalu sampai sekarang.
Baca: Akibat Perubahan Iklim Antartika Semakin Hijau
Mereka menggambarkan Lapisan Es Antartika Barat (WAIS) mengalami kehilangan es yang signifikan dan berkelanjutan sampai 7.500 tahun yang lalu, didorong oleh serangan air hangat. Masuknya air hangat kemudian mereda selama beberapa ribu tahun sampai bangkit kembali pada tahun 1940-an, yang memaksa mundur lebih jauh.
WAIS sangat menarik bagi peneliti karena dua gletser terbesarnya, Thwaites dan Pine Island, mengalir ke laut dan berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut. Pertanyaan besarnya adalah mengapa, seberapa banyak, dan apa yang mungkin terjadi di masa depan dengan perubahan iklim.
"Studi sepuluh tahun ini telah menghasilkan beberapa hasil menarik. Dengan memahami mekanisme yang menyebabkan mundurnya WAIS selama beberapa ribu tahun terakhir, kita dapat mulai membangun sebuah gambaran yang lebih jelas tentang apa yang terjadi hari ini." kata Dr Claus-Dieter Hillenbrand, ahli geologi laut senior di BAS.
Data yang dikumpulkan selama 20 tahun terakhir telah menunjukkan bahwa hilangnya es di Antartika Barat terjadi akibat air yang relatif hangat dari laut dalam mengalir ke landas kontinen dangkal. Air hangat ini mencapai garis pantai, di mana ia memicu pelelehan besar dari bagian gletser yang terapung dan menyebabkan penipisan es di hulu.
"Rekonstruksi kami menunjukkan bahwa air dalam yang hangat membanjiri Pine Island Bay pada akhir zaman es terakhir. Ia memaksa es untuk mundur namun berhenti sekitar 7.500 tahun yang lalu, ketika sabuk dari angin barat menggerakkan air dalam ke landas kontinen yang bergeser ke utara," sambung Dr. Hillenbrand.
"Hilangnya es dari bagian Antartika Barat ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan permukaan air laut - sekitar 1 mm per dekade, dan sebenarnya merupakan salah satu ketidakpastian terbesar dalam prediksi kenaikan permukaan laut secara global. Sebenarnya ini angka yang kecil, namun jika dikombinasikan dengan kontribusi dari peleburan gletser lainnya di seluruh dunia dan perluasan lautan di dunia, hal itu akan berdampak pada masyarakat melalui banjir daerah pesisir."
"Memahami apa yang terjadi di masa lalu yang jauh membuka bagian penting lainnya dari sebuah teka-teki. Model simulasi komputer telah menunjukkan bahwa pencairan lapisan es melalui serangan air hangat dapat memicu runtuhnya WAIS dalam beberapa abad ke depan, meningkatkan tinggi laut global sampai 3,5 meter."
Tim tersebut telah menyelidiki inti sedimen yang dikumpulkan dari Pine Island Bay di Laut Amundsen dari kapal penelitian Jerman RV Polarstern pada dua ekspedisi di tahun 2006 dan 2010.
Tim tersebut menganalisis komposisi kimia cangkang kecil yang dibangun oleh organisme (foraminifera) yang pernah hidup di kolom air dan dasar laut sebelum cangkang mereka tertanam di dasar laut. Dengan membandingkan cangkang kerang ini dengan cangkang kerang modern di air hangat, para peneliti dapat mengidentifikasi interval waktu kapan air hangat ada atau tidak ada.
SCIENCEDAILY | ERWIN Z