Kontaminasi Mikroplastik Jakarta: Tercemar Bukan Karena Kumuh

Reporter

Kamis, 7 September 2017 07:00 WIB

Seorang ibu ingin mengisi air minum mereka di dekat pengelolaan limbah plastik di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur. Dari 21 sampel di kawasan Jabodatabek, 76 persen air ledeng dan air tanah terkontaminasi mikroplastik. (Orb Media)

TEMPO.CO, Jakarta - Pencemaran mikroplastik tak selalu terjadi di permukiman kumuh yang dekat dengan tumpukan sampah plastik. Dari 21 sampel air yang dikumpulkan dari Jakarta dan sekitarnya, kandungan mikroplastik juga ditemukan pada air minum di area yang terlihat "normal" dan bersih.

Satu sampel air itu diambil dari rumah di Jalan Peninggilan Utara, Tangerang, Banten. Lingkungan permukiman itu tertata rapi dan tak ada tumpukan sampah yang mencolok di tepi jalan. Tapi hasil penelitian Orb Media bersama ilmuwan dari University of Minnesota dan State University of New York menunjukkan airnya mengandung mikroplastik.

Secara ekslusif Tempo.co mendapatkan temuan tersebut dari Orb Media. Liputan ini dipublikasikan serentak di sejumlah media terkemuka di seluruh dunia, termasuk The Guardian, sejak kemarin.

Sebanyak 159 sampel tersebut berasal dari delapan wilayah di lima benua. Di antaranya, yaitu Jabodetabek, Indonesia (21 sampel); New Delhi, India (17 sampel); Kampala, Uganda (26 sampel). Juga di Beirut, Lebanon (16 sampel); Amerika Serikat (36 sampel); Kuba (1 sampel); dan, Quito, Ekuador (24 sampel), dan Eropa (18 sampel). Dari 159 sampel air keran yang diambil dari lima negara tersebut 83 persen di antaranya mengandung partikel serat plastik mikroskopis (mikroplastik).


Persentase kontaminasi mikroplastik di beberapa negara dunia. (Orb Media)

Mayoritas mikroplastik yang ditemukan adalah serat plastik (99,7 persen), yang berukuran 0,1-5 milimeter. Itu berarti ukurannya bisa lebih kecil ketimbang kutu rambut (Pulex irritans) atau plankton Sagitta setosa, yang tidak bakal kelihatan dengan mata telanjang.

"Jumlah rata-rata per liternya mencapai 57 partikel atau sekitar 4,34 partikel per sampel air," tulis tim yang dipimpin Mary Kosuth, peneliti kesehatan lingkungan dari University of Minnesota, dalam studi berjudul "Synthetic Polymer Contamination in Global Drinking Water: Preliminary Report" itu.

Sherri Ann Mason, anggota studi, mengatakan mayoritas mikroplastik yang ditemukan tak bisa dilihat secara kasatmata karena ukurannya 0,1-5 milimeter. Kepala Departemen Ilmu Geologi dan Kesehatan Lingkungan di State University of New York itu mengatakan dampak pencemaran plastik sudah terlihat pada kehidupan alam liar. "Kalau dampaknya jelas dialami hewan liar, bagaimana kita bisa yakin mikroplastik tak berdampak pada manusia?" kata dia.

Selanjutnya: Mikroplastik di Jakarta
<!--more-->

Di Indonesia, sampel diambil dari lima kawasan Jakarta; Bogor; Depok; Tangerang Selatan; dan Bekasi. Jumlahnya cukup mencengangkan. Dari 21 sampel (per sampel rata-rata 500 mililiter) yang diambil, 76 persen di antaranya terkontaminasi mikroplastik. Artinya, ada 1,9 mikroplastik pada tiap 500 mililiter air keran. Sebagian besar responden yang diambil air kerannya sebagai sampel menyatakan air tersebut untuk minum, mandi, mencuci pakaian, serta memandikan hewan peliharaan.

Pemilik rumah di Peninggilan Utara, Yanuar Hartanto, terkejut atas hasil penelitian itu. Sebab, air di rumahnya tak berwarna, berasa, dan berbau. Sampel diambil pada pertengahan Januari lalu. "Kaget juga saat tahu hasilnya karena airnya terlihat biasa saja," kata dia.

Yanuar, merupakan salah satu responden yang air rumahnya diambil sebagai sampel. Dia mengatakan, empat penghuni rumahnya menggunakan air yang berasal dari galian sumur itu untuk semua keperluan. Dari mandi, mencuci, masak, sampai minum. Meski begitu, ia mengatakan hasil penelitian itu tak akan membuatnya mengubah penggunaan air di rumahnya itu. "Normal saja, tetap buat minum juga," ujar Yanuar.


Mikroplastik dari sampel air di Jakarta. (Orb Media)

Rumah Martini di Jalan Haji Najihun, Gandaria Utara, Jakarta Selatan, pun berada di lingkungan yang relatif terawat. Sampel air diambil dari rumahnya pada pertengahan Januari lalu. Air di rumahnya tak berbau, tapi kadang-kadang putih keruh seperti berkapur. Meski begitu, Martini masih menggunakan air itu untuk memasak. "Khusus air minum, sejak awal memang saya beli," kata dia.

Selama ini, negara di seluruh penjuru dunia menghasilkan 300 juta ton plastik setiap tahunnya. Itu setara dengan berat 46 Piramida Gizza. Lebih dari 40 persen plastik tersebut hanya digunakan sekali, kadang kurang dari satu menit, lalu dibuang.

Pemakaian yang singkat itu tidak sebanding dengan keberadaannya di lingkungan yang bisa bertahan selama berabad-abad. Sebuah studi memperkirakan lebih dari 8,3 miliar ton plastik telah dihasilkan sejak dekade 1950. Lambatnya proses pengolahan air limbah memungkinkan lebih banyak serat plastik terproduksi. Pengujian lain dibutuhkan untuk melihat hal tersebut.

Adapun di daratan Jakarta, Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Isnawa Adji mengatakan sampah plastik mencapai 15 persen dari total 6.500-7.000 ton sampah yang dihasilkan tiap hari. Menurut dia, solusinya adalah mengganti bahan baku plastik dari bahan yang mudah terurai. “Masalahnya, produsennya belum banyak,” kata dia.

Plastik tersebut tidak bisa hancur. Tapi menjadi potongan-potongan mikroskopis yang dimakan ikan dan satwa laut lainnya dan dapat ditemukan di pasar-pasar ikan di Asia Tenggara, Afrika Timur, dan California. Ini mengilhami Orb Media untuk melihat keberadaan mikroplastik dalam saluran air ledeng dan sumur.

Selanjutnya: Metode analisis
<!--more-->

Orb Media dan tim melakukan beberapa metode analisis untuk mengungkap keberadaan mikroplastik dalam saluran air keran dan sumur. Pertama, mereka mengumpulkan sampel dari berbagai lokasi, termasuk di Indonesia.

Tahap kedua, air disaring melalui saringan selulosa Whatman selebar 55 milimeter. Filter ini mampu menangkap keberadaan mikroorganisme dari ukuran 2,5 mikronmeter. Botol yang telah kosong dibilas tiga kali dengan air yang sudah dideionisasi untuk menangkap partikel yang mungkin tertinggal dalam botol. Filter tersebut juga diberi pewarna pigmen rose bengal untuk membedakan bahan organik dan sintetis.

Tahap terakhir, filter ini diperiksa di bawah mikroskop Leica EZ4W yang bisa menangkap benda mikroskopis sampai 0,1 milimeter. Voila! Mikroplastik tampak di sana.


Mary Kosuth sedang menganalisis sampel air yang terkontaminasi mikroplastik di laboratorium University of Minnesota, Amerika Serikat. (Orb Media)

"Kami yakin memiliki cukup data untuk membuktikan bahwa satwa, terutama yang hidup di alam liar, terdampak mikroplastik," kata Sherri Mason. "Ini membuat kita berpikir bahwa, apakah mikroplastik berpengaruh kepada manusia?"

Meski para ahli mengatakan masih terlalu dini menghubungkan mikroplastik dalam air keran dan air tanah dengan kandungan kimia atau senyawa biologis lain, tapi penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. "Paling dekat adalah penelitian terhadap manusia," kata Lincoln Fok, pakar lingkungan dari Education University of Hong Kong. "Apakah terakumulasi dalam biologis? Membatasi perkembangan sel manusia? Atau, menjadi vektor patogen berbahaya?"

Untuk saat ini, menurut Mason, setidaknya studi ini diharapkan bisa membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penggunaan plastik. "Mari mulai mencari solusinya ketimbang menunggu data dan telanjur terlambat," kata Sam, sapaan karib Sherri Mason.

LINDA HAIRANI | AMRI MAHBUB | DAN MORISSON | CHRISTOPHER TYREE

Berita terkait

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

2 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

7 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

47 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

47 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

48 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya