Waspada, Mikroplastik Diduga Bisa Membawa Logam Berat

Reporter

Editor

Erwin prima

Kamis, 7 September 2017 10:36 WIB

Seorang ibu ingin mengisi air minum mereka di dekat pengelolaan limbah plastik di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur. Dari 21 sampel di kawasan Jabodatabek, 76 persen air ledeng dan air tanah terkontaminasi mikroplastik. (Orb Media)

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah temuan hasil riset baru mengungkap bahwa sampah partikel plastik mencemari sumber air bersih dalam rumah tangga di Jakarta dan kota-kota lainnya di dunia. Sebagian bahkan terminum karena sumber air yang sama diakui dikonsumsi sehari-hari.

Baca: Kontaminasi Mikroplastik Jakarta: Tercemar Bukan Karena Kumuh

Temuan ini didapat dari penelitian di laboratorium fakultas kesehatan masyarakat University of Minnesota, Amerika Serikat. Hasil penelitian yang dikerjakan bersama Orb Media—lembaga nonprofit yang berbasis di India—itu diterbitkan kemarin, dan Tempo menerima hak eksklusif di antara sejumlah media pertama yang mempublikasikannya.

Namun, Reza Cordova, peneliti pencemaran laut dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berusaha meyakinkan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme untuk mengeluarkan kembali setiap benda asing yang masuk. “Lagian kita tidak makan pencernaan ikan,” katanya.

Hanya ada satu catatan Reza, yakni plastik atau mikroplastik memiliki sifat yang unik karena molekulnya non-polar. Tiga atau empat tahun lalu, dia mengungkapkan, ada peneliti yang menyatakan logam berat karsinogenik pun dapat "menempel" pada plastik karena sifat molekul itu. “Hal ini yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak akan dampak lanjutan dari plastik yang ada di lingkungan laut.”

Mikroplastik sendiri adalah partikel yang berasal dari luruhan plastik dan masuk ke lingkungan, khususnya perairan, akibat adanya sinar ultraviolet, arus, panas, dan bakteri. Hal itu membutuhkan proses lama, tergantung jenis polimernya, bisa 2 atau 10 tahun, bahkan lebih.

Sumber mikroplastik bukan hanya plastik berukuran besar. Justru sumber utamanya adalah partikel yang berasal dari pembersih muka, sabun, lulur mandi, atau pasta gigi. Sumber lainnya adalah debu ban, cat, dan serat sintetis dari tekstil yang tersebar lewat proses pencucian.

Mary Kosuth, ketua tim peneliti dari University of Minnesota, dalam laporan berjudul "Synthetic Polymer Contamination in Global Drinking Water: Preliminary Report" menyebut hasil risetnya mengungkap bahwa jumlah rata-rata mikroplastik itu per liter mencapai 57 partikel atau sekitar 4,34 partikel per sampel air.

“Partikel itu ada di mana-mana. Dan kami ingin tahu apakah juga ada di gelas air minum kita,” kata Dan Morrison, ketua tim peneliti dari Orb Media. Lembaga inilah yang menggandeng Mary dan meminta Sherri Mason, profesor di bidang yang sama dari University of New York, mensupervisi penelitian.

Baca: Hasil Riset: Air di Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik

Para peneliti melakukan riset terhadap sebanyak 159 sampel air dari berbagai tempat di dunia. Dua puluh satu di antaranya dikumpulkan dari Jakarta dan sekitarnya sepanjang periode Januari-Maret lalu.

KORAN TEMPO | ERWIN Z

Berita terkait

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

3 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

43 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

43 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

43 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya

Ratih Kumala Ceritakan Proses Kreatif Penulisan Gadis Kretek

18 Desember 2023

Ratih Kumala Ceritakan Proses Kreatif Penulisan Gadis Kretek

Penulis novel Gadis Kretek Ratih Kumala menceritakan proses kreatif. Mengapa ia akhirnya menjadi seorang kolektor bungkus kretek.

Baca Selengkapnya