TEMPO Interaktif, Banggai:Ikan hias Cardinal Fish Banggai yang hidup di perairan laut Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, dikhawatirkan mendekati kepunahan. Populasinya terus menurun akibat penangkapan besar-besaran.Direktur Yayasan Eksekutif Pengembangan Masyarakat Banggai, Bosman Lanusi, kemarin menyatakan populasi ikan itu menurun drastis dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Penangkapan tak hanya dilakukan warga Banggai, melainkan warga dari Sulawesi Selatan pun ikut-ikutan. Harga ikan yang bertelur dan menjaga anaknya di dalam mulut ini di luar negeri memang sangat mahal, tak kurang dari US$ 100 per ekornya. Padahal warga menjualnya hanya Rp 250 per ekor. Pembeli ikan itu datang dari Sulawesi Selatan, Manado, dan Sulawesi Tenggara. Mereka lantas menjual ikan itu kembali di pasar di Bali dan Surabaya. Dari kedua daerah inilah ikan itu lantas dijual ke luar negeri. Ketua Asosiasi Masyarakat Pencinta Ikan Hias Sulawesi Tengah, Yus Mangun, mengatakan permintaan ikan Cardinal Banggai meningkat saban tahun. Menurutnya, ada saja orang yang menanyakan perihal ikan itu kepadanya. Padahal anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tengah ini sama sekali tak memelihara ikan itu.Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Sulawesi Tengah, Mahmud Faisal menyatakan, potensi ikan Cardinal Banggai memang belum diteliti lebih lanjut. Ikan tiu memang endemik di perairan Banggai. Rencananya pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akan mengeluarkan Peraturan Daerah untuk melindungi ikan itu. “Kalau mau dijual akan dilalukan penangkaran seperti ikan Napoleon,” katanya. Ikan Cardinal Banggai biasanya hidup di laut dangkal, di antara terumbu karang. Panjang badannya maksimal 15 sentimeter dan lebarnya sampai 7 sentimeter. Bentuk ikan ini agak pipih dengan ekor terbelah dua mirip burung Walet. Ikan ini biasanya hidup bergerombol antara 30 sampai 40 ekor. Warna kulitnya belang hitam dan kuning kecoklatan. DARLIS